4.
Api – Heraklitus
Api merupakan salah satu
elemen penting bagi
manusia, termasuk orang Manggarai. Kisah-kisah kuno
yang menunjukkan pentingnya api
bagi mansia Manggarai
adalah:
1. Sejarah terjadinya
api. Manusia kuno membuat api
dari bambu. Bambu
dibelah lalu digesekkan satu sama
lain. Penggesekan itu
menghasilkan panas lalu
menimbulkan api. Api
hasil gesekan ini sisebut api soseng. Selain bamboo,
material lain yang
dipakai untuk menghasilkan api
adalah batu. Di tempat tertentu (kali
/ pantai) , biasanya ada ada batu yang
bila digesekkan satu
sama lain bisa
menimbulkan api. Batu ini
dalam bahasa Manggarai
disebut watu lancing. Ada
goet (ungkapan) kacik watu lancing
te pande api.
2.
Nenek moyang suku
Todo – Masyur - dikisahkan sudah
memiliki kepandian untuk membuat
api. Suku-suka lain di Manggarai dating mendekat
ke Todo karena
orang Todo sudah memiliki keahlian ini.
Cahaya api di bukit
pada malam hari membuat
suku lain yang belum
mengenal api berdecak
kagum dan penasaran
lalu dating mendekat, bergabung dengan
orang Todo. Dengan itu Todo
perlahan-lahan berkembang menjadi
sebuah kerajaan yang
memiliki pengikut yang
banyak di Manggarai
hingga bergerak: Dalu sempulu telu, gelarang sempulu sa (13 dalu, 11
gelarang). Mukjizat api
mempertemukan nenek moyang
suku lain, termasuk suku
Maras Welo - Buntu
Jene - yang dalam perjalanannya
dari kawasan Berit
Pacar masuk ke
pedalaman Manggarai hingga
tiba di Bangka Wela (dekat
kampong Wela, Goloworok,
kecamatan Ruteng). Dari Bangka Wela
dia memandang ke depan, ke
arah Timur. Dia melihat
ada asap api. Dia
berjalan menuju asap
api itu. Dia tiba
di kawasan dekat Bangka
Wela. Di situ Buntu Jene menemui manusia
lain. Mereka berinteraksi satu
sama lain.Kawin dan
dikawinkan hingga berkembang dan menyebar
ke berbagai daerah
seperti Wela, Sano (Goloworok), Maras, Senda, Lewur, Sama). Demikian Jou -
salah satu pahlawan perang orang
Ndoso. Di Wae Giro, dia
memandang ke arah Ndoso, dia menemukan asa
api. Dia mencari. Ternyata
pemilik asap api itu adalah Ngkileng. Keduanya kini
dikenal sebagai nenek moyang orang
Ndoso.
3.
Rueng (suku
Kuleng). Rueng ini
suku orang Kuleng /Ngkuleng – Lambaleda dan
orang Cibal. Dikisahkan bahwa
di Gunung Ranaka
hidup seorang pemuda. Dia membuka
kebun di sebuah danau (Rana). Danau itu
sering dikunjungi burung Gagak (Ka).
Di kebunnya itu banyak sekali jenis tanaman, seperti mentimun, kestela, advokat, padi, melon, ubi –ubian. Warna, aroma dan khasiat
tanaman ini sangat menggoda, termasuk burung
gagak.Mereka datang bertandang ke
kebun itu.Mereka mengambilnya
mentimun yang lagi ranum (Timung Te’).
Mentimun bila lagi masak berwarna
putih kekunung-kuningan. Indah
dipandang. Menggoda mata, memikat
hati. Burung gagak ini terpesona oleh keindahan timung te’.
Mereka mengambilnya. Sang jejaka pemilik kebun mengamatinya. Ada pemandangan yang
menakjubkan. Burung gagak berubah
rupa menjadi gadis rupawan. Ketika memasuki
kebun,mereka melepaskan parasut keburungan lalu menyembunyikan di dalam kulit
kayu. Sore hari kawanan
burung gagak ini mengenakan kembali
parasut lalu terbang kembali ke
langit. Mereka berasal dari
atas, dari langit. Sang pemuda merenung. Baik kalau
dia bisa mendapatkan gadis cantik yang datang mencari
makan di kebun kesayangannya. Boleh juga. Itu bisa sebagai
balas jasa ata
perilaku mereka mengambil mengambil
buah-buahan di kebunnya. Tapi bagaimana
caranya?. Dia berpikir keras. Dia pada akhirnya
menemukan trik.”Saya harus
mengintip di mana mereka menyembunyikan parasut. Saya akan
mengambil salah satu
parasut itu lalu saya
simpan di rumah, di bawah tungku
api, karena dunia dewa – dewi biasanya
takut akan api
dan asapnya” pikirnya. Dia
melakukan gagasan briliannya. Di suatu
hari yang cerah dia sembunyi
mengintai kawanan burung
gagak yang datang mencuri buah-buahan di kebunnya. Saat mereka
sedang asyik menikmati
makanan itu, dia keluar dari persembunyian
mengambil salah satu parasut
yang disimpan gagak
dikulit kayu. Dia membaya pulang ke
rumah lalu menyimpannya di bawah
tungku api. Lalu
menjelang sore dia kembali ke
kebun. Dia mengamati kebunnya. Kawanan Gagak terbang kembali ke
angkasa. Hanya, ada seorang yang tetap di situ. Dia gadis yang sangat sangat cantik . Gadis itu sedang
mencari sesuatu. Sang jejaka datang menghampirinya. Sang jejaka pura-pura tak tahu menahu mengapa
dia ada di
situ. Mereka berdialog. Mereka mengagumi dan jatuh
cinta satu sama
lain. Hati mereka klop dan
klik satu sama lain
bagaikan botol dan
tutupannya. Mereka sepakat
untuk kawin. Jadilah mereka sebagai
suami istri. Perkawinan
mereka menghasilkan seorang gadis
yang sangat cantik. Bibit bobot
bebet unggul menghasilkan
keturunan yang unggul
pula. Anak perempuan
ini dinamai Rueng. Suatu hari sang
ibu mau membersihkan dapur. Dia menemukan parasutnya. Tatkala dia
menemukannya, dia memakainya dan
kembali menjadi gagak. Dia
terbang kembali ke
angkasa, dunia atas,
langit. Rueng bertumbuh
dewasa. Dia menikah lalu
melahirkan keturunan suku
Kuleng Lamba Leda, Manggarai Timur.
4.
Api dalam Kisah orang buta
dan orang lumpuh dengan seekor
anjing. Di sebuah kampung,
hiduplah sejumlah warga dan
binatang anjing. Suatu hari warga
yang sehat pergi
bekerja di kebun. Tinggallah dua nenak catat, seorang nenek buta
dan seorang lumpuh serta seekor anjing menemani
mereka. Nenek buta punya api. Nenek
lumpuh tak punya api. Nenek
lumpuh minta api kepada
nenek buta. Tapi ada
masalah. Bagaimana mengantarkan api
ini karena keduanya
cacat. Mereka berpikir lalu
sepakat untuk mengirimnya dengan
bantuan anjing, yakni diikatkan pada ekor
anjing. Nenek lumpuh memanggil
anjing untuk datang ke hadapannya. Sayang, api ini membakar
anjing, hingga anjing
meronta kepanasan lalu lari
tunggang langgang lintang pukang memberontak dalam
rangka menghilangkan pedih perihnya. Dalam suasana seperti itu, tiba tiba muncul seorang tua yang
berjenggot, sangat berwibawa. “Silahkan pilih, bara api (kar) atau
bubur (mbelek). “Mbelek (bubur)”, jawab mereka.
Serentak terjadilah lahar bubur panas
menengelamkan kampung itu
dan penghuninya. Dari situ
muncul air panas yang bergemuruh dasyat. Itulah kisah awal
terjadinya Panas bumi
Ulumbu, di Kecamatan Satar Mese,
Manggarai (Selatan).
5.
Api
sengiang: Api jadi-jadian
yang disihir orang
untuk mengancam orang lain
dalam situasi perang /
permusuhan. Api sengiang dipakai
untuk membakar rumah / pondok /kampong.
6.
Api
ja /londe : api bercahaya yang terbang
di langit pada malam
hari yang terbang
dari suatu tempat
ke tempat lain, misalnya kubur
atau rumah orang yang
akan meninggal. Api ja
ini tanda alam untuk orang manggarai
bahwa akan ada orang
yang meninggal dalam waktu dekat. Api ja
diyakini jiwa orang
yang sedang mengembara / berkelana.
7.
Wera: cahaya
api yang berjalan
menuju kuburan. Ini diyakini perpindahan jiwa
orang yang akan meninggal dari beo (kampong orang
hidup) menuju boa (kampong orang
mati).
8.
Api ja atau wera adalah roh yang tampaknya seperti api obor berwarna merah kebiru-biruan, yang bergerak, berjalan menuju
suatu tempat di kampung, misalnya di pekuburan
atau juga tempat lain. Api
ja atau wera
terjadi pada malam
hari.
9.
Londe adalah sejenis roh berupa api terbang
berbentuk mirip layang-layang. Londe terbang
menuju suatu tempat,
misalnya kampong atau pekuburan atau halaman rumah orang yang
akan meninggal. Londe ada
yang jantan dan ada juga yang
betina. Londe jantan rupanya
seperti ular emas / layang-layang Londe betina
rupa depannya seperti bola di belakangnya mengerucut membentuk piramida. Londe
adalah roh berupa bola api yang bercahaya yang terbang melintasi kampong /
pekuburan menuju suatu kampong / rumah yang pada malam
atau pagi hari
yang mau mengabarkan bahkan akan
ada orang yang meninggal dunia (8-9, www.mediaonline.com).
10. Api dipakai saat membakar kemenyan / cendana ukupan dalam rangka mengusir roh jahat yang datang mengganggu di rumah. Ada syair "danding Manggarai" yang menerangkan hal ini: "tutung koe sulu eta ulu kudut losi poti rantang darat ole Niko leas, leas e...., Kete koe api peang lawir kudut losi poti rantang darat one Niko leas - leas e..."
11. Api kesadaran (intelek / pikiran). Pemerintah dan masayarakat Manggarai sedang giat-giatnya membuka sekolah di kampung dan kota dalam rangka menyalakan api keasadaran (intelek) dalam rangka menciptakan masyarakat yang cerdas. Pemerintah percaya bahwa di mana ada sekolah di situ ada kemajuan. Sekolah merupakan lokomotif perubahan.
10. Api dipakai saat membakar kemenyan / cendana ukupan dalam rangka mengusir roh jahat yang datang mengganggu di rumah. Ada syair "danding Manggarai" yang menerangkan hal ini: "tutung koe sulu eta ulu kudut losi poti rantang darat ole Niko leas, leas e...., Kete koe api peang lawir kudut losi poti rantang darat one Niko leas - leas e..."
11. Api kesadaran (intelek / pikiran). Pemerintah dan masayarakat Manggarai sedang giat-giatnya membuka sekolah di kampung dan kota dalam rangka menyalakan api keasadaran (intelek) dalam rangka menciptakan masyarakat yang cerdas. Pemerintah percaya bahwa di mana ada sekolah di situ ada kemajuan. Sekolah merupakan lokomotif perubahan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar