SIAPAKAH orang Manggarai itu?
PS, 24 Maret 2018
Tombo toto toem somong
Orang Manggarai, Manusia Bambu
(Molor te tombo - Lutas te tura - Nggepuk te Gejur - Bae te Pande - Utas te ungang) : Manusia Kaya Makna (15, 21 Nopember 2014)
Molor te tombo = mampu / andal dalam berbicara
Lutas te tura = detail/ jelas dalam berbicara
Nggepuk te gejur : Terampil dalam karya
Bae te pande: Tahu untuk membuat
Utas te ungang: Tepat dalam prediksi
Mensia dengka agu dangka nai: Manusia Kaya Makna
(JPS, 9 Januari 2015)
Dari segi gagasan, orang Manggarai adalah orang yang memiliki visi. Visi orang Manggarai diungkapkan dalam goet: "langkas haeng ntala, uwa haeng wulang, lempo haeng leso" (bertumbuh tinggilah mencapai bulan, bertumbuhlah mencapai bulan, melompatlah menjangkau / mencapai matahari) --- orang Manggarai punya visi ( gagsan dari Bapak Rofinus Lahur saat pidato / sambutan Natal Bersama Manggarai - Jakarta, 24 Januari 2015 di di DISBINTALAD (Dinas Pembinaan Mental Angkatan Darat), Jl. Ksatrian - Berlan, Matraman, Jakarta Timur. (JPS, 25 Januari 2015).
Dari segi gagasan, orang Manggarai adalah orang yang sadar diri akan identitasnya lantas timbul rasa bangga. "Apa yang membuat anda bangga menjadi orang Manggarai?" bertanya Pater Dr. Peter Aman, OFM pada misa Natal Bersama Manggarai di Jakarta, 25 Januari 2015. "Yang membuat saya bangga sebagai orang Manggarai adalah bahasa, terutama goet : "Langkas haeng ntala". NTALA ruis agu kata (adak) NATAL. Jadi orang Manggarai itu orang yang dekat dengan NATAL, lahir baru, ; NTALA = pemberi cahaya, penuntun. (JPS, 25 Januari 2015).
Dari segi etnografi, orang Manggarai itu perpaduan perkawinan dari berbagai suku /ras, seperti Eropoid, Mongoloid, Negroid, Melanesoid dan Melayu - Nusantara ( Minangkabau, Jawa, Sulawesi) dan penduduk asli (Homo Florensiensis). Tokoh dari Eropa tampak dalam kisah Jermelo yang konon datang dari Turki. Tokoh dari Melayu Nusantara berupa dari Minangkabau (Masur - Nera Beang Lehang Tana Bombang Palapa -), Sulawesi ( Bonto Jene), Jawa (Mbadu)), Sumba, Timor (terutama untuk orang dekat Waerana/ suku Suka - Ndolu - lihat di kompas.com) dan pendududuk asli berupa Manusia Fobit (Homo Florensiensis). - JPS, 1 September 2014. (Ngasang Okot = nama samaran; Paci / pasi).
Siapakah Orang
Manggarai itu?
Dualitas Manusia Dalam Pandangan Orang Manggarai: Materi dan Roh // Debu dan Cahaya
Hidup itu siklis / abadi
Dasar utama refleksi:
1.
Nunduk:
Wangka Pu’ng Mangan Mensia: Nera
mataleso hena betong manga runi repek,
lempo 2 mensia, inewai – ata rona; ise kawing, manga anak ata rona; anak hitu
mbele le eman te takung helang hiang Mori
Ngaran te tegi lebo mose. Daran anak koe hitu worang watu compang
// nggarak takung tana / worang oka, isin te
jiri wini. Nitu maid manga sangged po’ng te hang agu paeng te tinu /manuk pening / ela na'ng.
2.
Dere: Mata Leso ge ; Ntala Gewang Ge; Wulang
Mongko Ge; Lo' (embun) (https://www.youtube.com/watch?v=lFPZUMfpiYs); Endong Patola (https://www.youtube.com/watch?v=g87dP1F4FEE) ;
3.
Go’et / Torok Tae : Lempo haeng leso; langkas haeng ntala; uwa haeng
4.
Adak: loas: lampek poro putes; kawing: tukar kila; mata: seha kila;
mata: bedil betong: Wakak betong asa manga wake nipu tae, muntung pu’ Gurung manga
wungkut nipu curup ; Betong: te palor
wae samo, te loreng wae mose;
5.
Lonto
Leok:
6.
Mbaru niang
7.
Lingko Lodok
8.
Compang dari (dari leso) / compang deri
9.
Gendang – Gong : Leong (Bulat)
10. Nggiling: leong
11. Ngasang
Beo: Leong (Beong) – Reok - ; Ling (berputar / berbunyi) : Ting (Memberi) ; Ntala, Wulang,
Betong, Pering, Gurung, Belang, Talo (Talok),
12. Ngasang
data: Lanur (La – nur = cahaya); Nera (Nerang beang lehang tana Bombang Palapa) – Endong Patola; Gerak, Wela,
13. Paci
(Pasi) Caci: Ntala Gewang;
14. Gogong
: leong
PS, 24 Maret 2018
Go’et:
Tombo toto toem somong
Dere kekep mose wengke
Go’et toto mose tontes
Nunduk toto toem wungkut
Bajar toto toem langang
Bundu toto toem
luku / dukut
Beo toto leong
JPS, 24 Maret 2018
Orang Manggarai, Manusia Bambu
(Molor te tombo - Lutas te tura - Nggepuk te Gejur - Bae te Pande - Utas te ungang) : Manusia Kaya Makna (15, 21 Nopember 2014)
Molor te tombo = mampu / andal dalam berbicara
Lutas te tura = detail/ jelas dalam berbicara
Nggepuk te gejur : Terampil dalam karya
Bae te pande: Tahu untuk membuat
Utas te ungang: Tepat dalam prediksi
Mensia dengka agu dangka nai: Manusia Kaya Makna
(JPS, 9 Januari 2015)
Dari segi gagasan, orang Manggarai adalah orang yang memiliki visi. Visi orang Manggarai diungkapkan dalam goet: "langkas haeng ntala, uwa haeng wulang, lempo haeng leso" (bertumbuh tinggilah mencapai bulan, bertumbuhlah mencapai bulan, melompatlah menjangkau / mencapai matahari) --- orang Manggarai punya visi ( gagsan dari Bapak Rofinus Lahur saat pidato / sambutan Natal Bersama Manggarai - Jakarta, 24 Januari 2015 di di DISBINTALAD (Dinas Pembinaan Mental Angkatan Darat), Jl. Ksatrian - Berlan, Matraman, Jakarta Timur. (JPS, 25 Januari 2015).
Dari segi gagasan, orang Manggarai adalah orang yang sadar diri akan identitasnya lantas timbul rasa bangga. "Apa yang membuat anda bangga menjadi orang Manggarai?" bertanya Pater Dr. Peter Aman, OFM pada misa Natal Bersama Manggarai di Jakarta, 25 Januari 2015. "Yang membuat saya bangga sebagai orang Manggarai adalah bahasa, terutama goet : "Langkas haeng ntala". NTALA ruis agu kata (adak) NATAL. Jadi orang Manggarai itu orang yang dekat dengan NATAL, lahir baru, ; NTALA = pemberi cahaya, penuntun. (JPS, 25 Januari 2015).
Dari segi etnografi, orang Manggarai itu perpaduan perkawinan dari berbagai suku /ras, seperti Eropoid, Mongoloid, Negroid, Melanesoid dan Melayu - Nusantara ( Minangkabau, Jawa, Sulawesi) dan penduduk asli (Homo Florensiensis). Tokoh dari Eropa tampak dalam kisah Jermelo yang konon datang dari Turki. Tokoh dari Melayu Nusantara berupa dari Minangkabau (Masur - Nera Beang Lehang Tana Bombang Palapa -), Sulawesi ( Bonto Jene), Jawa (Mbadu)), Sumba, Timor (terutama untuk orang dekat Waerana/ suku Suka - Ndolu - lihat di kompas.com) dan pendududuk asli berupa Manusia Fobit (Homo Florensiensis). - JPS, 1 September 2014. (Ngasang Okot = nama samaran; Paci / pasi).
Secara budaya, orang Manggarai adalah orang yang memiliki tujuan hidup yang terungkap dalam idealisme / mimpi. Mimpi orang Manggarai sangat idealis / utopis. Idealisme orang Manggarai terungkap dalam go'et:
Lempo haeng leso, langkas haeng ntala, uwa haeng wulang (Melompatlah /berjuanglah hingga mencapai Matahari, berkembanglah tinggi mencapai bintang dan bertumbulah hingga mencapai bulan). Mimpi ini melambangkan harapan orang Manggarai akan hidup yang lebih baik, apapun dan siapun dan di manapun orang itu berada.
Ada demarkasi hak warisan antara laki - laki dan perempuan (Ata one (ata rona) - ata peang (ine wai) : Laki -laki memiliki kewenangan menerima properti warisan orang tua (rumah, tanah, ternak, tatanan adat / ceki) sedangkan perempuan merupakan orang luar ( tidak punya hak untuk mendapatkan tanah, ternak) yang akan akan mengikuti suaminya. (JPS 10 Jan. 2014).
Dalam rangka mewujudkan mimpinya ini orang Manggarai bekerja keras. Spirit kerja keras ini diungkapkan dalam go'et: "Dempul wuku, tela toni , duat gula we' mane" (tumpul kuku, rekah punggung, (kerja keras), kerja sejak pagi, pulang petang hari, pergi (kerja) pagi, pulang petang) ---(VMG 11 April 2014). Dalam kamus orang Manggarai diajari untuk membuang kemalasan. Kemalasan meruapakan hal yang tabu karena kemalasan mendatangkan kemiskinan, tak ada apa-apa yang bisa dimakan. Orang yang miskin karena malas selalu diperolokan dengan goet ini: "La'it merkani , hang perkakas (jilat kontol, makan anus / dubur/pantat/ anu) .
Orang Manggarai adalah orang yang mengakui dan menerima kemajemukan dan kekhasan dalam setiap satuan / unit / satuan hidup sosial / masyarakat. Setiap satuan masyarakat kampung itu unik / khas. Hal ini terungkap dalam goet: "Darat woleng tana poti woleng pong". Kita perlu percaya diri dan perlu waspada dan terus belajar, jangan menganggap remeh yang lain. Darat woleng tana manga rang, poti woleng pong manga rojo (peri berlainan tanah (tempat) memiliki kekuasaan / kewibawaan, setan berlainan mata air memiliki strategi). Juga dalam go'et: wai' woleng lampa, lime woleng wajong (kaki beda langkah, tangan beda ayunan).
(JPS, 11 Jan. 2014).
Orang Manggarai adalah orang yang berusaha mencari jalan keluar terhadap persoalan yang dialami. "Nepa paka bae krendan, poti paka bae gojing, darat paka bae wajak". (Ular sawah harus bisa diakali, setan harusnya bisa diobati, bidadari harus bisa diguyoni). Untuk orang Manggarai, berlaku prinsip ada masalah, ada solusi (manga masala, manga kole salang losan).
Orang Manggarai adalah orang yang secara budaya menganut prinsip patrilineal ada pemisahan yang tegas antara hak anak laki-laki dengan anak perempuan, dalam mana, laki-laki mendapat hak warisan dari orand tua, sedangkan anak perempuan tidak memiliki hak atas harta warisan peninggalan orang tua . Ini tercermin dalam goet: Ata one, ata pe'ang (orang dalam, orang luar). Goet
ini menegaskan bahwa ada pemisahan yang tegas antara anak
laki-laki dan wanita. Anak laki-laki (ata one)
merupakan orang dalam yang berhak atas apa harta warisan orang
tua (rumah, tanah, harta kekayaan, adat istiadat (seki)) sedangkan
perempuan adalah orang luar (ata pe'ang) yang harus
meninggalkan rumah serentak tak memiliki hak atas rumah, tanah dan
harta warisan orang tua. Perempuan akan mengikuti suami dan adat istiadat suaminya. (JPS 15 Jan. 2014 -).
Orang Manggarai adalah orang yang dianjurkan untuk percaya pada diri sendiri manakala berhadapan dengan berbagai tawaran dari orang lain. Ini dinyatakan dalam ungkapan berikut: Neka na' bajar data nia tutus kin nai rum (jangan ikut membeo apa yang orang katakan tetapi yakinlah akan pendirianmu sendiri). Goet ini mengajarkan betapa penting memiliki rasa percaya diri agar yakin dengan apa yang dipegang / dianuti. (JS 15 Jan.P 2014). (Kamis, 23 Oktober 2014 -. Saya dalam perjalanan dari Jakarta menuju Bekasi. Saya simpan motor di Stasiun Cakung. Saya datang dari Rawa Mangun. Saya numpang bis Metromini. Saya tanya kernet apakah bis Metromini 47 sampai di stasiun Kelender Baru. Dia bilang ya. Saya mau ubah pendirian. Saya mau turun di Buaran. Minggu lalu, saya pernah mengalami hal yang sama. Turun di Stasiun Buaran. Ada penumpang lain yang sarankan saya untuk turun di Jl. I Gusti ngurah Rai lalu naik mobil / angkutan yang lewat stasiun Cakung. Saya sudah berpengalaman turun di stasiun Buaran. Saya berani percaya diri putuskan turun di stasiun Buaran, Jakarta Timur. Sesama penumpang berusaha meyakinkan saya untuk menggunakan angkot dengan 2 alasan bahwa angkot cepat dan langsung stasiun Cakung, kedua, kereta tiba agak lama. Saya tolak karena saya pikir bahwa menggunakan bus / angkot biayanya lebih mahal daripada menggunakan kereta. Selain itu, kereta cukup cepat pada jam begini, sekitar pukul 21.00 malam. Saya putuskan dengan berani turun di Buaran. Saya melangkah dengan pasti ke stasiun. Saya langsung dapat kereta. Saya bayar Rp 2.000. Bila mengikuti anjuran sesama penumpang tadi belum tentu cepat dan lebih murah, mungkin lebih mahal dan lama. Perlu percaya pada diri sendiri.
Orang Manggarai adalah orang yang dianjurkan untuk percaya pada diri sendiri manakala berhadapan dengan berbagai tawaran dari orang lain. Ini dinyatakan dalam ungkapan berikut: Neka na' bajar data nia tutus kin nai rum (jangan ikut membeo apa yang orang katakan tetapi yakinlah akan pendirianmu sendiri). Goet ini mengajarkan betapa penting memiliki rasa percaya diri agar yakin dengan apa yang dipegang / dianuti. (JS 15 Jan.P 2014). (Kamis, 23 Oktober 2014 -. Saya dalam perjalanan dari Jakarta menuju Bekasi. Saya simpan motor di Stasiun Cakung. Saya datang dari Rawa Mangun. Saya numpang bis Metromini. Saya tanya kernet apakah bis Metromini 47 sampai di stasiun Kelender Baru. Dia bilang ya. Saya mau ubah pendirian. Saya mau turun di Buaran. Minggu lalu, saya pernah mengalami hal yang sama. Turun di Stasiun Buaran. Ada penumpang lain yang sarankan saya untuk turun di Jl. I Gusti ngurah Rai lalu naik mobil / angkutan yang lewat stasiun Cakung. Saya sudah berpengalaman turun di stasiun Buaran. Saya berani percaya diri putuskan turun di stasiun Buaran, Jakarta Timur. Sesama penumpang berusaha meyakinkan saya untuk menggunakan angkot dengan 2 alasan bahwa angkot cepat dan langsung stasiun Cakung, kedua, kereta tiba agak lama. Saya tolak karena saya pikir bahwa menggunakan bus / angkot biayanya lebih mahal daripada menggunakan kereta. Selain itu, kereta cukup cepat pada jam begini, sekitar pukul 21.00 malam. Saya putuskan dengan berani turun di Buaran. Saya melangkah dengan pasti ke stasiun. Saya langsung dapat kereta. Saya bayar Rp 2.000. Bila mengikuti anjuran sesama penumpang tadi belum tentu cepat dan lebih murah, mungkin lebih mahal dan lama. Perlu percaya pada diri sendiri.
Orang Manggarai adalah orang yang tangguh seperti kerbau, namun dibalik ketangguhannya tampak kerapuhan / kelemahan antara lain lamban dan sering dijadikan pemikul beban, disuru-suruh berdasarkan tarikan cocockan hidung. (Kaba lorong irus) (JPS 15 Jan. 2014).
(JPS, 11 Jan. 2014).
Orang Manggarai harus berlaku adil bagi semua terhadap properti umum. Hal ini tampak dalam goet Pati gici arit, cingke gici iret (bagi
seadil-adilnya, belah dengan sebijaksana mungkin). Goet ini
mengajarkan keadilan sosial dalam hidup bermasyarakat. Sesuatu yang
menjadi properti umum harus dibagi seadil-adilnya. (18 Jan. 2014).---
Keadilan.......(menurut filsuf siapa?. Coba simak Keadilan menurut :
Aristoteles,, Plato,Thomas Aquinas, John Rawls).
Orang Manggarai adalah binatang berakal budi yang penuh dengan misteri / paradoks (tidak seluruh jati dirinya bisa diungkapkan secara tuntas. Untuk mengenal diri butuh waktu yang lama. Tak seluruh aspek dalam dirinya bisa dijelaskan. Bdkn 4 bgn jendela jauhari - psikologi..........).
Orang Manggarai memakai kerbau sebagai simbol budaya dirinya. Kerbau itu tangguh. Ini satu sisi. Sisi lain bahwa kerbau itu masa bodoh, cuek dengan realitas sekeliling, kadang hanya melihat ke depan, tak mau lihat ke sekitar. bila ada yang mengusik, dia marah, mengayunkan tanduk untuk seruduk. Orang Manggarai menyebut situasi ini dengan go'et songong / songong neho kaba sodo, jungung neho kaba rusuk (sombong / dungu seperti kerbau betina, tidak bersemangat seperti kerbau kurus ). Orang Manggarai yang tidak peka disebut dongok, selalu terlambat mengikuti perkembangan zaman.Kerbau kerap mengikuti cocokan hidungnya. Ke arah mana ditarik ke situ jalannya. Kerbau diatur oleh cocokan hidungya (kaba lorong irus)
Simbol kerbau yang kekar menggambarkan orang Manggarai yang kerap merasa diri besar, hebat diri. Karena itu kerap berperilaku jaga gensi (jaga image = jaim). Beberapa kasus yang terjadi di kampung -kampung sangat menjelaskan hal ini. Hanya karena memperebutkan tapal batas maka perkara hingga jaksa. Perangkat peradilan adat kerap dilecehkan padahal kebijakan adat tak kalah luhurnya daripada lembaga peradillan negara. Bila ditilik dengan cermat, biaya perkara jauh lebih besar daripada nilai ekonomi lahan / material yang disengketakan. Bahkan sengketa kerap berujung hilang nyawa. Ini hanya karena masalah gensi (harga diri).
Orang Manggarai dan filosofi kerbau
Kerbau merupakan salah satu binatang yang sangat populer dalam budaya Manggarai. Tak heran, kerbau dilihat sebagai salah satu simbol budaya.
Kerbau merupakan salah satu binatang yang sangat populer dalam budaya Manggarai. Tak heran, kerbau dilihat sebagai salah satu simbol budaya.
Filosofi kerbau:
Kerbau adalah gambaran / simbol
kekokohan, stabilitas, konsistensi, konvensional, patuh pada aturan, dan mapan.
Shio Kerbau jujur tanpa pamrih, rajin, dan tenang seakan tanpa ekspresi
menghadapi semua hal. Gerakannya lamban, tetapi bertenaga. Shio Kerbau
berwawasan luas dan bisa menjadi seorang pendengar yang baik, tetapi sulit
mengubah pendapatnya. Shio Kerbau terkesan sangat keras kepala dan cenderung
berprasangka buruk. Shio Kerbau memahami segala kewajibannya dan percaya bahwa
hanya dengan bekerja keras ia akan mencapai sebuah kesuksesan. Ia tidak percaya
bahwa kesulitan bisa terurai hanya dengan menunggu nasih baik. Namun, hanya
dengan tindakan nyata yang mampu mengubah keadaan, bukan nasib. (12 binatang dalam shio China).
ORANG Manggarai tdd:
Orang pribumi : Homo Florensiensis
Pendatang: Makasar, Minangkabau, Sumba, Mongoloid, Negroid, Timor ( di kawasan Wae Rana)
Dari kisah-kisah awal, mereka adalah orang yang:
- Kreatif: - Nggerang n keluarga, Wela Runus, Awang, Empo Golo Ronggot, Timung Te'
- Reflektif: Bambu / tebu / pisa / anjing :Bisa menolong diri sendiri
- Sombong: seperti ayam, tengdah
- Kolektif : Lonto leok (leong)
- Rohani - ayam - Rewung Ngoel - Nggerang - Hendang - Kuleng -
- Peka
- Lugu: Wela Longgar
- Terarah / berjalan menuju terang
- Berani: Motang Rua
- Jujur
** Orang Manggarai, laki-laki diharapkan pemberani. "Sama laki toto rani (sesama lelaki tunjukan keberanian), sama rona toto lokang ronca (sesama laki tunjukkan jejak tanah karya) / Dalam suatu pertikaian, seseorang kadang memancing keberanian lawan, lantas lawan membalasnya dengan tantangan puritanisme bahwa pantang bagi lelaki Manggarai untuk takut kepada siapapun. Adalah lebih baik masuk kembali ke rahim ibu daripada takut kepada siapapun. "Kusi kole one tuka de ende daripada rantang rani sama laki" (VMG n JPS 9 n 10 Peb. 2014).
** Manusia Manggarai adalah makhluk sosial, tak bisa hidup sendiri, butuh kehadiran dan bantuan orang lain. "Toe nganceng soket le ru lopat one mata" (serpihan benda asing di dalam mata (tanah, besi, daun) tak bisa dicungkil sendiri". Ini mengungkapkan kerendahan hari selaku makhluk individual, maka butuh bantuan / kehadiran sesama). (Kamar Mandi VMG, 17 Peb. 2014). Secara budaya, Manusia Mangarai adalah makhluk yang membangun jaringan. Mulai dari dirinya - secara oranik tubuh manusia terdiri dari jariangan, dari kepala hingga kaki, dalam kehidupan berkeluarga (kilo) hal itu dipertegas lagi dan selanjutnya hingga pada tingkat suku (wau' / uku) lalu pada kampung. Hal ini mengingatkan kita pada sistem lingko - lodok - sising - suatu bentuk sawah / kebun berbentuk jaring laba-laba (spider web). Kerja berjaringan akan sangat mendukung kesuksesan. Orang yang kerja sama jauh lebih sukses bila hanya bekerja sendiri (Betong setede toe nganceng pola hanang koe = bambu sepohon tak bisa dipikul sendiri karena sangat panjang dan berat). (VMG - JPS, 1 Agustus 2014, ide lopat one mata, muncul lagi pada 4 Oktober 2014 )
** Orang Manggarai adalah orang yang tahu diri (sadar) bahwa dirinya terbatas/ tidak sempurna. "Toe nganceng pola hanang koe betong se tede" (Tak bisa dipikul sendirian bambu sepohon) dan "Toe nganceng soket le ru lopat one mata ( serpihan benda asing di bola mata tak bisa dikeluarkan sendiri). Go'et - go'et di atas mengungkapkan keterbatasan diri serentak kerendahan hati. Dengan ini orang Manggarai mengakui bahwa hidup ini berdimensi sosial, saya membutuhkan kehadiran orang lain. (= Mose letok likang = hidup ibarat batu tungku yang dalam kebersamaan bisa berfungsi dengan baik; seorang diri tidak efektif untuk meraih kesuksesan. Karena itu perlu kerja sama antar satu dengan yang lain.). Karena terbatas, maka manusia Mangarai hidup dalam kelompok-kelompk (komunitas). Itu yang membentuk suku-suku (uku) di kampung-kampung Manggarai. Manusia Manggarai menekankan hidup berkomunitas. Hal ini tampak dalam kerja bersama: dodo / leles (gotong royong) dalam mengerjakan kebun, membangun rumah - baik rumah adat maupun rumah pribadi.
(VMG, 19 Feb. 2014, pkl 22.15 pm n JPS, 18 April 2014, 18 Oktober 2014.)
Masih berkaitan dengan bambu, manusia Manggarai adalah insan yang punya kesadaran intensional. Bambu pada waktu kecil, pucuk / ujungya menunjuk ke atas / langit. Begitu beranjak dewasa perlahan menatap tanah (lihat ke bawah). Ini merupakan simbol intensionalitas bahwa manusia pada tahap pertama terarah kepada obyek di luar dirinya, lalu pada tahap berikutnya lalu kesadaran itu kembadi ke dalam diri sendiri sebagai subyek. Dalam pengalaman komparasi itu manusia Manggarai menemukan dan mengenal serta mengevaluasi diri . Di sini manusia manusia sadar (tahu) diri akan posisinya di tengah kancar percaturan kehidupan. (VMG - JPS, 25 Oktober 2014). Berbasis kesadaran intensional ini orang Manggarai diajak untuk selalu mengenal dan menguji diri dalam percaturan pergaulan dalam lingkungan sosial kemasyarakatan. Ajakan untuk mengenal dan menguji serta mengevaluasi diri terungkap dalam goe't berikut: "Neka ngong ata lombong lala, kali ru lombong muku" (Harafiah: Jangan mengatakan orang lain pucuk "Lala", padahal sendiri pucuk pisang. Ini bahasa kiasan (metafora) yang mengungkapakan sindiran bagi orang yang lain yang sering kali latah, lupa diri dan tidak tahu diri karena 'mengatakan orang lain jelek, padahal diri sendiri lebih jelek. (JPS, 29 Desember 2014).
Masih berkaitan dengan bambu. Bambu adalah tumbuhan hidup berumpun, bersama. Bergerak bersama, seiring, sejalan. Kebersamaan, persatuan, harmoni menjadi salah satu elemen pokok kehidupan orang Manggarai. "Gurung sa pu' neka woleng curup". Selain itu, bambu adalah tanda kehidupan. Bambu memiliki akar untuk mengantar air ke dalam tanah. Akar kokoh pada bambu juga mampu merekatkan tanah. Buku - buku pada bambu sering dipakai untuk menyimpan air / tuak. Maka bambu merupakan simbol kehidupan. Fase-fase kehidupan manusia diwarnai bambu. Pada saat kehamilan, ibu hamil mimpi menimba air menggunakan bambu / timba di pancuran bambu. Pada saat kelahiran, tali pusat (ari-ari) dipotong dengan bilah / sembilu (lampek) yang terbuat dari bambu. Pada fase sekolah, menggunakan bambu sebagai alat musik (seruling), alat mainan ( sunta, perlengkapan oto - oto kalo), pada masa dewasa: bambu untuk buat rumah dan perabot rumah tangga, bambu untuk pagar, bambu untuk jembatan, tiang untuk panjat enau, kayu api, alat penyulingan moke, alat putar untuk membuat tali ijuk, temapat jemuran, alay untuk meyalurkan air, alat untuk tusukan sate, tempat bakar nasi yang kemudia dibakar. Pada akhir kehidupan manusia, pada saat meninggal, dibuat meriam bambu), . Bambu hadir sepanjang sejarah kehidupan manusia (JPS, 29 Des. 2014).
Bambu adalah kesimpulan hidup Orang Manggarai (Betong hitu dukut mose data Manggarai). Bambu muncul dari tanah lalu kembali ke tanah. Bambu adalah simbol manusia. Manusia berasal dari tanah dan akan kembali ke tanah. (VMG dan JPS, 19 Pebruari 2015). Berdasarkan uraian ini, kita dapat mengatakan bahwa orang Manggarai adalah manusia bumi.
** Eme wakak betong asa, manga wake nipu tae, eme muntung gurung pu' , manga wungkut nipu curup.
Betong (bambu) adalah lambang manusia dan juga kebudayaannya.Dalam kebudayaan termasuk bahasa. Orang manggarai percaya akan regenerasi, baik manusia maupun bahasa. Roh nenek moyang akan terus menyertai sehingga baik generasi manusia maupun kebudayaan (bahasa) tetap terpelihara. (VMG, JPS 19 Maret 2015).
Masih berkaitan dengan bambu, manusia Manggarai adalah insan yang punya kesadaran intensional. Bambu pada waktu kecil, pucuk / ujungya menunjuk ke atas / langit. Begitu beranjak dewasa perlahan menatap tanah (lihat ke bawah). Ini merupakan simbol intensionalitas bahwa manusia pada tahap pertama terarah kepada obyek di luar dirinya, lalu pada tahap berikutnya lalu kesadaran itu kembadi ke dalam diri sendiri sebagai subyek. Dalam pengalaman komparasi itu manusia Manggarai menemukan dan mengenal serta mengevaluasi diri . Di sini manusia manusia sadar (tahu) diri akan posisinya di tengah kancar percaturan kehidupan. (VMG - JPS, 25 Oktober 2014). Berbasis kesadaran intensional ini orang Manggarai diajak untuk selalu mengenal dan menguji diri dalam percaturan pergaulan dalam lingkungan sosial kemasyarakatan. Ajakan untuk mengenal dan menguji serta mengevaluasi diri terungkap dalam goe't berikut: "Neka ngong ata lombong lala, kali ru lombong muku" (Harafiah: Jangan mengatakan orang lain pucuk "Lala", padahal sendiri pucuk pisang. Ini bahasa kiasan (metafora) yang mengungkapakan sindiran bagi orang yang lain yang sering kali latah, lupa diri dan tidak tahu diri karena 'mengatakan orang lain jelek, padahal diri sendiri lebih jelek. (JPS, 29 Desember 2014).
Masih berkaitan dengan bambu. Bambu adalah tumbuhan hidup berumpun, bersama. Bergerak bersama, seiring, sejalan. Kebersamaan, persatuan, harmoni menjadi salah satu elemen pokok kehidupan orang Manggarai. "Gurung sa pu' neka woleng curup". Selain itu, bambu adalah tanda kehidupan. Bambu memiliki akar untuk mengantar air ke dalam tanah. Akar kokoh pada bambu juga mampu merekatkan tanah. Buku - buku pada bambu sering dipakai untuk menyimpan air / tuak. Maka bambu merupakan simbol kehidupan. Fase-fase kehidupan manusia diwarnai bambu. Pada saat kehamilan, ibu hamil mimpi menimba air menggunakan bambu / timba di pancuran bambu. Pada saat kelahiran, tali pusat (ari-ari) dipotong dengan bilah / sembilu (lampek) yang terbuat dari bambu. Pada fase sekolah, menggunakan bambu sebagai alat musik (seruling), alat mainan ( sunta, perlengkapan oto - oto kalo), pada masa dewasa: bambu untuk buat rumah dan perabot rumah tangga, bambu untuk pagar, bambu untuk jembatan, tiang untuk panjat enau, kayu api, alat penyulingan moke, alat putar untuk membuat tali ijuk, temapat jemuran, alay untuk meyalurkan air, alat untuk tusukan sate, tempat bakar nasi yang kemudia dibakar. Pada akhir kehidupan manusia, pada saat meninggal, dibuat meriam bambu), . Bambu hadir sepanjang sejarah kehidupan manusia (JPS, 29 Des. 2014).
Bambu adalah kesimpulan hidup Orang Manggarai (Betong hitu dukut mose data Manggarai). Bambu muncul dari tanah lalu kembali ke tanah. Bambu adalah simbol manusia. Manusia berasal dari tanah dan akan kembali ke tanah. (VMG dan JPS, 19 Pebruari 2015). Berdasarkan uraian ini, kita dapat mengatakan bahwa orang Manggarai adalah manusia bumi.
** Eme wakak betong asa, manga wake nipu tae, eme muntung gurung pu' , manga wungkut nipu curup.
Betong (bambu) adalah lambang manusia dan juga kebudayaannya.Dalam kebudayaan termasuk bahasa. Orang manggarai percaya akan regenerasi, baik manusia maupun bahasa. Roh nenek moyang akan terus menyertai sehingga baik generasi manusia maupun kebudayaan (bahasa) tetap terpelihara. (VMG, JPS 19 Maret 2015).
** Orang Manggarai adalah orang yang tahu menjaga keseimbangan kehidupan demi kehidupan yang wajar / tepat."Neka songa bail rantang paki bokak, neka tengguk bail rantang kepu tengu" (jangan terlampau tengadah awas leher tergorok, jangan terlalu tunduk awas tengkuk dipotong). Songa bisa mengungkapkan ekspresi kesombongan tapi bisa juga mengungkapkan sikapyang memiliki visi ke depan. Tengguk merupakan gerakan melihat ke bawah (tanah) /ke dalam diri untuk melihat realitas diri sekarang. Orang Manggarai harus mampu menjaga keseimbangan antara pengalaman masa lampau, realitas kini dan visi masa yang akan datang.
(VMG - kamar Mandi, 20 Peb. 2014 n JPS, 20 Peb. 2014,pkl 22.30).
** Orang Manggarai adalah orang yang menghargai martabat sesama. Sesama manusia petut dihargai, jangan dilecehkan';" Neka asu ngeng hae wa'um, neka kode ngeng hae olet, neka kaba jarang ngeng hae atam (jangan anjingkan saudara sesuku, jangan kerakan kawan sebaya, jangan kuda - kerbaukan sesama yang lain).
(VMG, 21 n 22 Peb. 2014).
** Orang Manggarai adalah orang yang reflektif dan rendah hati. Hal ini diungkapkan dalam goet: Ninik riti run hi empo "(Lihat pantat sendiri si leluhur). Ini kiasan untuk pohon bambu yang ketika sudah mulai dewasa dan tua pucuknya merunduk (mengarah) ke tanah / akarnya. Dalam mitos, orang manggarai dikisahkan berasal dari bambu yang pecah karena kena sinar matahari (Erb, The manggaraian p. 22).
**Orang manggarai
itu khas (unik): “Wa’i woléng lampa, limé
woléng wéjong. Kekhasan
ini terjadi bukan hanya
pada individu tetapi dalam
setiap komunitas / kampong. Hal ini diungkapkan dalam goét: Darat
woléng tana, poti
woléng
pong. (1 Maret 2014 - VMG, n JPS 3 Maret 2014).
** Orang Manggarai itu hidup selaras alam. Alam dan isinya bisa dijadikan dan dimanfaatkan sebagai tanda, termasuk untuk tapal batas. Tapal batas tanah selalu ada tanda, misalnya kali (ngalor), pohon / tumbuhan, gubuk (sekang), batu (watu) . Berikut dialog antara cucu (C) dan kakeknya (E) yang mencari tahu batas kebun yang mereka miliki.
C: Empo, nia langang uma dité?
E: Anak: Langang uma dité:
Waé langang salé
Nao / ngalor langang awo
Sékang langang étan
Haju Nangka langang wan
Watu langang laun
Watu langang laun
(VMG...., JPS 4- 5 Maret 2014, 19 Peb. 2015)
** Orang Manggarai itu percaya pada historisitas gen. Maksudnya ada pewarisan gen dan karakter dari keturunan terdahulu kepada ketutunan kemudian. "Dara hitu toé ngancéng mora, wa - wa na': Na' waén paké, na' utén kusé, na' ngerun tekur, na' rindon Ngkiong" (Darah itu tidak bisa dihilangkan, diwariskan ke generasi selanjutnya: katak tinggalkankan kuahnya, kepiting tinggalkankan dagingnya, tekukur sisanya baunya, Ngkiong wariskan nyanyiannya) - Jln. Bulevard Hijau - dekat danau - Warung Tobet JPS Harapan Indah - (di atas motor, pkl 19.10 am - JPS menuju Gereja St. Albertus HI, 7 Maret 2014, JPS, 20 Maret 2014- Na' rindon Ngkiong).
** Orang Manggarai itu pekerja keras: "duat gula-gula, wé' mané-mané" (VMG n JPS, 7 -3-2014)
Dalam hidup harian ditemukan juga permainan anak kecil yang memegang-megang ayam, mengelus sambil bernyanyi memanjakan ayam ini dengan nyanyian: Kekang-kekang manuk kekang, duat gula we' le mane kekang, kekang manuk kekang. "Pesa mata de kaka wela mata de manuk kekang.. kekang manuk kekang... (JPS, 7 Maret 2014).Ayam sebagai contoh yang baik bagi manusia, dalam soal konsistensi, disiplin (bangun dan tidur tepat waktu)....................JPS, 8 -3-2014)
** Orang Manggarai itu insan yang mengedepankan persekutuan (persatuan). Bagi orang Manggarai, persatuan adalah kekuatan. Hanya dengan bersatu maka hidup itu memiliki efek, resonansi dalam kehidupan sosial. Ibarat batu tungku, baru bisa efektif menyangga periuk / wajan apabila ketiganya berdiri kokoh. Orang Manggarai mengungkapkan hal ini dalam goet: Mose letok likang.
Eureka - temukakan arti goet: Mose letok likang : 8 Maret 2014). Sebelumnya pernah tanya orang, tapi tak menemukan jawaban. Asal mula saya dengar go'et ini dari buku. Maaf lupa judul dan pengarangnya).
** Orang Manggarai menyadari bahwa hidup memiliki pilihan dan setiap pilihan memiliki resiko. Tiap pilihan hidup memilik resiko, apa dan kapanpun, ibarat bermain air dengan resiko selalu kena basah. Ini diungkapkan dalam go'et: "Le-le tekal le-le mbetar, lau-lau lempo, lau-lau lembot" ( Hidup bagai bermain air yang senantiasa kena basah ke manapun melompat dan melangkah) -- VMG, 13 Maret 2014).
***
Orang Manggarai menyadari bahwa perubahan untuk hidup yang lebih lebih baik dan berdaulat serta bermartabat harus dimulai dari diri sendiri, saat ini dan di sini. "Eme toe ite ho' sei keta kole, eme toe leso ho' sepisa keta kole, eme toe no' nia keta kole" (Kalau bukan kita siapa lagi, kalau bukan sekarang kapan lagi, kalau bukan di sini, di mana lagi - JPS 26 Maret 2014. ICT room.
***
Orang
Manggarai adalah satuan masyarakat yang menganut sistem patrilineal dalam perkawinan yang mana laki-laki memiliki kewenangan untuk mendapat warisan berupa rumah, tanag dan harta berupa terna sebagai warisan orang tua. Ketika perkawina telah dilangsungkan maka pria harus membayar sejumlah belis kepada pihak perempuan lalu memboyong perempuan ke rumahnya. Bila belis tidak mampu dibayar maka laki-laki harus mengabdi kepada keluarga perempuan. Dalam konteks ini tampaknya kewibawaan laki-laki secara ekonomi dipertanyakan dan dirong-rong. Karena itu dia harus mengabdi di keluarga perempuan (anak rona) dulu sampai dirasa bahwa dia sudah membayar lunas belis. Dalam konteks ini orang manggarai menyebutnya dalam goet sebagai berikut: Gogong mata olo, dongge mata one" (tabung bambu (air) taruhan di depan, pering penjegal taruhan di dalam).
JPS 26 Maret 2014. ICT room.
JPS 26 Maret 2014. ICT room.
*** Orang Manggarai menyadari bahwa orang yang menyadari bahwa segala sesuatu di muka bumi ini ada masa berlaku / edar nya, suatu saat akan rapuh. Hal ini diungkapkan dalam go'et: "Loda loge, te' muku, lando teu, seru wohe" (dahan kering akan jatuh, buah pisang akan masak, tebu akan berbunga, cocokan hdung kerbau akan lapuk).Segala sesuatu akan mencapai masa kesudahannya, semuanya akan berakhir. Karena semuanya akan binasa, berakhir maka tak ada alasan untuk sombong, angkuh, sewenang-wenang terhadap sesama., VMG n JPS 27 Maret 2014. ICT room.
*** Orang Manggarai menyadari bahwa untuk mencapai hidup yang baik, berkualitas, perlu memiliki sikap yang wajar, normal, biasa-biasa saja. Tak usah tinggi hati dan rendah diri. Karena rendah diri dan tinggi hati mendatangkan resiko mematikan. Hal ini diungkapkan dalam goet Manggarai: Neka songa bail rantang kepu bokak, neta tengguk bail rantang kepu tengu,"
(JPS, 29 Maret 2014).
***
Orang
Manggarai menyadari bahwa hidup adil itu penting dalam hidup bersama. Hal ini diungkapkan dalam goet Manggarai: "Pati gisi arit, singke gisi iret" (bagi dalam potongan-potongan, belah dengan dalam bilah-bilah (bagian-bagian).
(JPS, 3 April 2014).
***
Orang
Manggarai menyadari pentingnya keteladanan dalam mengajar dan mendidik demi hasil yang maksimal. Hal ini diungkapkan dalam goet Manggarai: "Toing le toming, tae le pande." (Ajar melalui perbuatan, menegur dengan berbuat).
(JPS, 3 April 2014).
***
Orang
Manggarai menyadari pentingnya konsistensi dalam hidup. Dilarang untuk plin - plan. Hal ini diungkapkan dalam go'et berikut: Neka somor ngger olo, neka sumir ngger musi" / Neka jiri kope nggolong welak " ( Jangan mulut mengarah ke depan dan toleh ke belakang, jangan seperti parang bermata dua). - VMG n JPS 9 n 10 April 2014. -
*** Orang Manggarai adalah insan yang memiliki harapan. Hal ini diungkapkan dalam go'et berikut: Sala (dasor) dia' diang, jari tai (Semoga baik (sukses) besok, berhasil kelak) VMG - JPS 13 n 14-3-2014.
(Nirip dalam Latin: Dun spiro, spero = selagi bernapas, berharap - JPS, J Ganuari 2015)/
*** Orang Manggarai adalah insan yang diharapkan memiliki pendirian / prinsip hidup. Masukan orang lain patut dipertimbangkan tapi pada akhirnya diri kita yang harus memiliki prinsip untuk menentukan langkah hidup. Hal ini diungkapkan dalam goet: "Neka na' tombo data, nia tutus kin nai ru" (Jangan mengamini apa yang orang katakan, ikutilah suara hatimu sendiri)--- VMG, 17 April / Kamis Putih, 17 April 2014).
***
Orang
Manggarai adalah insan yang kadang paradoks, misterius, tidak disiplin, lain yang dipikirkan / direncanakan lain yang dibuat. Hal ini diungkapkan dalam goet: Tombo eta golo, pande wa mangkeng // Tura eta wulang, gega wa belang (Ide / gagasan setinggi gunung, prakteknya menukik lembah / palungan; Nuk sampi eta bubung, gori wa pu' kopi . Bicara sampai langit, buatnya di pohon kopi. Ada kesenjangan antara kata / pikiran dan perbuatan. (Gagasan sampai di bubungan, perbuatan / pelaksanaan di pohon kopi). - Gagasan cerdas cemerlang - pelaksanaan kandas - berantakan -
So kudut pande disiplin? Pande du ho' agu ite ho'. "Eme toe ite ho' sei keta kole, eme toe leso ho' sepisa keta kole.
Orang
Manggarai adalah insan yang dipanggil untuk memberdayakan (memaksimalkan) / mengandalkan diri dan beraksi saat ini . Hal ini diungkapkan dalam goet (Eme toe ite ho' sei keta kole, eme toe leso ho' sepisa keta kole : "Kalau bukan kita siapa lagi, kalau bukan sekarang, kapan lagi).VMG n JPS , 17 April / Kamis Putih, 17 April 2014).
Orang Manggarai adalah insan yang dipanggil untuk cepat mengambil langkah / keputusan, jangan berlambat demi kehidupan yang lebih baik. Hal ini diungkapkan dalam go'et adat: "Neka mejeng hese, neka ngonde holes" ( Jangan lambat untuk berdiri, janglanlah malas untuk menoleh). Orang Manggarai itu harus sigap siap. (JPS, Jumat Agung, 18 April 2014).
Orang Manggarai adalah insan yang percaya akan regenerasi (pewarisan), baik fisik (gen) maupun sifat. Hai ini terungkap dalam go'et : Na' uten kuse, na' wa'en pake, na' ngerun tekur, na' tokon po, na bengen teke = udang tinggalkan / wariskan sayur, katakan wariskan air, tekukur wariskan aroma, burumg hantu wariskan tulang, cecak wariskan aromanya)., VMG n JPS, 18 April 2014.
Anak (muda) Manggarai adalah penerus tradisi dan nabi masa depan. - Ada warisan / peninggalan (tradisi) sekaligus fungsi profetik - ramalan untuk untuk membarui zaman demi masa depan yang lebih baik. Anak adalah gembala (penjaga / pembaru) tradisi dan nabi masa depan.
Orang
Manggarai adalah insan yang memiliki perhitungan (kalkulasi) dalam hidupnya. Kalkulasi ini bisa dari harapan terhadap generasi (anak) yang lebih baik dari generasi dirinya. Karena itu orang Manggarai melihat dan berusaha membaca peluang lebih awal agar bisa menggapai sukses. Kemampuan membaca dan memanfaatkan peluang masa lalu untuk masa depan yang lebih baik ini diungkapkan dalam goet: Danong pangong, mede pelet ("Danong pangong kudut jadi lalong bakok, mede keker kudut jiri ata mese =Dulu telah diingatkan untuk jadi ayam jantan putih, dahulu sudah dirancang untuk jadi orang besar / sukses).
Orang
Manggarai adalah insan yang memiliki pandangan bahwa hidup bersifat siklis (melingkar). Hal ini dibuktikan dalam beberapa acara yang menggunakan lingkaran (kila) dalam beberapa acara (tukar / paluk kila - perkawinan, serong kila - acara kematian; rumah berbentuk kerucut (niang), kebun berbentuk bundar / bulat - jaring laba-laba (lingko lodok), compang niang (bulat), lonto leok ( duduk melingkar).
Orang Manggarai adalah insan yang diajari supaya memiliki perilaku santun dalam bertutur. Hal ini diungkapkan dalam goet: "Inggos wale io, paes -paes wale toe (toe) / tae".
Orang Manggarai adalah insan yang diajari supaya memiliki keseimbangan dan kematangan antara raga dan jiwa (mental). Hal ini diungkapkan dalam goet toing: "Eta-eta tua', eta-eta nuk (Usia kian bertambah, pemikiran (jiwa) semakin tinggi / matang) , neka eta-ata tua' wa - wa nuk," (janganlah sebaliknya, usia bertambah tinggi tapi pemikiran (jiwa) semakin kerdil) - Bekasi - Jakarta, 27 April 2014.
Orang Manggarai adalah insan yang yakin akan ajaran leluhur yang mana pemimpin adat dilihat sebagai pemersatu warganya. Hal ini diungkapkan dalam goet: Tua adak ata nipu riwu ongko do, pukul pu' (ulu), pongo lobo (pemimpin adat sebagai pengingat dan penata aturan, pengumpul di hilir, pengingkat di ujung (pangkal / hilir).... Inspirasi ngobrol dengan Beny Jelami, Kamis / Jum'at, 24/25 April 2014, setelah Beny Jelami dan Hubert Ndarung dipanggil oleh 2 pemerintah: Manggarai dan Manggarai Barat di Golowelu, pada hari itu).
Orang Manggarai adalah insan yang diajari supaya mencintai kampung halaman sebagai tanah airnya. Hal ini diungkapkan dalam goet: "Neka hemong kuni agu kalo, neka oke ende agu ema" (Jangan lupa kampung halaman sebagai tanah air / tempat kelahiran, jangan melupakan ibu dan bapa) - Inspirasi dari Misa Manggarai, Melepas Mgr. Mikhael Angkur,OFM - Uskup Emeritus Keuskupan Bogor - dan menyambut Mgr. Paskalis Bruno Syukur,OFM - Uskup baru Keuskupan Bogor - Misa pada 27 April 2014 di Aula Vincentius Kramat, Jakarta Pusat. Misa diselenggarakan oleh IKAMADA - Ikatan Keluarga Manggarai JABODETABEK.
Orang Manggarai adalah insan yang diajari supaya memiliki perilaku santun dalam bertutur. Hal ini diungkapkan dalam goet: "Inggos wale io, paes -paes wale toe (toe) / tae".
Orang Manggarai adalah insan yang diajari supaya memiliki keseimbangan dan kematangan antara raga dan jiwa (mental). Hal ini diungkapkan dalam goet toing: "Eta-eta tua', eta-eta nuk (Usia kian bertambah, pemikiran (jiwa) semakin tinggi / matang) , neka eta-ata tua' wa - wa nuk," (janganlah sebaliknya, usia bertambah tinggi tapi pemikiran (jiwa) semakin kerdil) - Bekasi - Jakarta, 27 April 2014.
Orang Manggarai adalah insan yang yakin akan ajaran leluhur yang mana pemimpin adat dilihat sebagai pemersatu warganya. Hal ini diungkapkan dalam goet: Tua adak ata nipu riwu ongko do, pukul pu' (ulu), pongo lobo (pemimpin adat sebagai pengingat dan penata aturan, pengumpul di hilir, pengingkat di ujung (pangkal / hilir).... Inspirasi ngobrol dengan Beny Jelami, Kamis / Jum'at, 24/25 April 2014, setelah Beny Jelami dan Hubert Ndarung dipanggil oleh 2 pemerintah: Manggarai dan Manggarai Barat di Golowelu, pada hari itu).
Orang Manggarai adalah insan yang diajari supaya mencintai kampung halaman sebagai tanah airnya. Hal ini diungkapkan dalam goet: "Neka hemong kuni agu kalo, neka oke ende agu ema" (Jangan lupa kampung halaman sebagai tanah air / tempat kelahiran, jangan melupakan ibu dan bapa) - Inspirasi dari Misa Manggarai, Melepas Mgr. Mikhael Angkur,OFM - Uskup Emeritus Keuskupan Bogor - dan menyambut Mgr. Paskalis Bruno Syukur,OFM - Uskup baru Keuskupan Bogor - Misa pada 27 April 2014 di Aula Vincentius Kramat, Jakarta Pusat. Misa diselenggarakan oleh IKAMADA - Ikatan Keluarga Manggarai JABODETABEK.
Orang Manggarai adalah insan yang percaya pada mimpi. Hal ini diungkapkan dalam goet: Nipi manga isid (icid) -- (mimpi ada isi / pesannya) lihat JPS expereince 2, April 29 - 20, 2014 - dalam Daily Experience. Atau juga lihat orang yang menerapkan mimpi saat maen kupon putih. (VMG, April 30, 2014)
Orang Manggarai adalah insan yang diajari untuk mengalahkan kejahatan dengan kebaikan. Hal ini diungkapkan dalam goet: "Na ngger eta lemas, na ngger wa rak" (...taruh / simpan di atas, paru-paru simpan di bawah), maksudnya, kebaikan dikedepankan, kejahatan dikebelakangkan.(VMG, April 30, 2014)
Orang Manggarai adalah insan yang diajari bahwa pengalaman penting dalam menggapai sukses hidup. Suka dan duka pengalaman hidup memberikan makna demi kesuksesan dalam perjuangan. Hal ini diungkapkan dalam goet: "Lait pait detak nggera". (menyicipi kepahitan, mencoba / mencecap keasinan). (Bintaro - dalam perjalanan - Kereta Api - Bintaro - Jakarta - Bekasi, 4 Mei 2014)
Orang
Manggarai adalah insan yang diajari bahwa konsistensi itu penting agar bisa dipercayai dan diandalkan orang dalam hidup. Apa yang terucap dalam kata harus dipraktekkan dalam dalam perbuatan. Tentang sikap konsisten ini diungkapkan dalam goet: "Toe nganceng lait kole ipo wa banggang / tana" (Tidak bisa jilat kembali ludah di papan lantai (tanah). VMG 6 Mei, JPS 7 Mei 2014.
**La'it merkani hang perkakas.
Orang
Manggarai adalah insan
pemberani. Terutama kaum laki harus memiliki hal ini. Karena lelaki adalah pemimpin. Tentang keberanian ini, hal ini diungkapkan dalam go'et: "sama laki toto rani, sama adak toto rang (panggal), sama tua' toto wua." (sesama pria (jagoan) tunjukkan keberanian/ kebolehan, sesama pemimpin tunjukkan harga diri, sesama sesepuh tunjukkan hasil )." (VMG - JPS 10 Mei 2014).
Orang
Manggarai adalah insan yang sulit untuk dipercayai kata-katanya. Hal ini karena orang Manggarai dikenal sebagai pembual (ata joak / lapi lopet/ lope lapet). Klaim ata joak dikenakan masyarakat pada politisi dan politisi pada masyarakat. Klaim penipu ini kerap terjadi pada pemilu, karena tidak setia janji. (Inspirasi kisah PEMILU DPR 1999 n 2014 di Manggarai). (VMG, JPS 13 Mei 2014).
Orang Manggarai adalah insan yang sulit untuk membedakan antara yang serius dan guyonan ( witek / joak). Kadang hal serius diungkapkan secara dengan guyon sebaliknya guyonan diungkapkan secara serius. Hal ini diungkapkan dalam goet: Ba le joak jepek ba le jepek joak (Guyonan membawa / mengandung kebenaran, kebenaran membawa / mengandung penipuan). Dari mulut pembual ada kebenaran, dari mulut orang benar ada kebohongan. (VMG, JPS 13 Mei 2014).
Orang Manggarai mengandalkan memori dalam membuat suatu moment, misalnya hajatan keluarga / suku / kampung. Memori orang Kampung biasanya cukup kuat. Hal ini dikaitkan dengan peristiwa alam. (VMG, JPS 13 Mei 2014).
Orang Manggarai adalah insan yang percaya bahwa perkawinan merupakan pranata sosial untuk meneruskan generasi / keturunan fisik dan karakter orang tua . Hal ini dinyatakan dalam goet: " Tiru irus (isung), na' ranga, na waen pake, na' uten kuse ( meniru hidung, mengikuti wajah - orang tua -, katakan sisakan / wariskan kuah, kepiting sisakan / wariskan sayur), JPS, 13 Mei 2014, pkl 20.50 pm).
Orang Manggarai adalah insan yang sulit untuk membedakan antara yang serius dan guyonan ( witek / joak). Kadang hal serius diungkapkan secara dengan guyon sebaliknya guyonan diungkapkan secara serius. Hal ini diungkapkan dalam goet: Ba le joak jepek ba le jepek joak (Guyonan membawa / mengandung kebenaran, kebenaran membawa / mengandung penipuan). Dari mulut pembual ada kebenaran, dari mulut orang benar ada kebohongan. (VMG, JPS 13 Mei 2014).
Orang Manggarai mengandalkan memori dalam membuat suatu moment, misalnya hajatan keluarga / suku / kampung. Memori orang Kampung biasanya cukup kuat. Hal ini dikaitkan dengan peristiwa alam. (VMG, JPS 13 Mei 2014).
Orang Manggarai adalah insan yang percaya bahwa perkawinan merupakan pranata sosial untuk meneruskan generasi / keturunan fisik dan karakter orang tua . Hal ini dinyatakan dalam goet: " Tiru irus (isung), na' ranga, na waen pake, na' uten kuse ( meniru hidung, mengikuti wajah - orang tua -, katakan sisakan / wariskan kuah, kepiting sisakan / wariskan sayur), JPS, 13 Mei 2014, pkl 20.50 pm).
Orang
Manggarai adalah insan yang diarahkan berpikir jauh ke depan, memiliki mimpi besar. Hal-hal yang menghambat usaha untuk mewujudkan mimpi besar itu diharapkan dijauhkan. Berpikir positiflah dan tinggalkan pemikiran negatif. Situasi ini dilukiskan dalam goet: "Runi kaka muit (nuri) na' ngger musi, pohor de po na' ngger olo (nyanyian burung muit (nuir = elang) taruh / simpan di belakang, suara burung hantu pikir ke depan)". Burung hantu bagi Manggarai merupakan pewarta kabar sedih. Bila hantu berbunyi, orang harus siap mental untuk menerima kabar duka berupa kebunnya akan didatangi kawanan babi hutan atau juga kabar sedih lain berupa kehilangan anggota keluarga karena meninggal. VMG, n JPS 14 Mei 2014.
Orang Manggarai adalah insan yang dipanggil untuk hidup berkomunitas dan bersatu. Persatuan adalah kekuatan. Persatuan harus harus nyata dan lahir dari dalam diri. "Nai sa anggit, tuka sa leleng ( Hati seikat sesimpul, perut sepaham). Neka woleng tuka one, neka lewang tuka pe'ang" (Janganlah berbeda hati di dalam, janganlah berbeda perut di luar). JPS 14 Mei 2014.
Orang Manggarai adalah insan yang berpengharapan baik. Hal ini diungkapkan dalam goet berikut: Sala dia' diang sala jari tai "(Semoga baik di esok, semoga sukses di kemudian hari), JPS 16 Mei 2014.
Orang Manggarai adalah orang mencintai dan bangga daerah / kampung halaman. Kampung halaman merupakan tanah tumpah darahnya. Kampung halaman jangan pernah boleh dilupakan: "Neka hemong (oke) kuni agu kalo (jangan lupa kampung halaman). Pesan ini bisa disimak dalam nyanyian rakyat: "Ngkiong ". " Am lalen Ngkiong e... tana a... tana mbate de ame ta Ngkiong e.... Am ndusuk kiong e.. tana ya... tana rud ta ngkiong... neka one kuni agu kalo ta kiong... kiong e..." (Burung Ngiong... biar hanya ditumbuhi Sukun (Lale) tanah / kampungku, tanah warisan Bapa. Walaupun hanya ditumbuhi "ndusuk (=tanah kurus / kering / gersang, tidak subur) - asal tanah milik sendiri. Burung Ngkiong... burung Nkiong..., jangan lupa kampung halaman...).JPS 16 Mei 2014.
Orang Manggarai adalah orang yang mencintai bahasanya. Bila orang Manggarai bertemu sesamanya, pasti disapa dengan bahasa daerah Manggarai. Tak peduli apakah ada atau tidak ada orang lain di situ. Untuk orang lain mungkin terkesan egois, primordial. Namun, demikianlah adanya orang Manggarai.JPS 16 Mei 2014.
Orang Manggarai itu senang berkumpul, meskipun tak ada hal istimewa yang dibicarakan. Mereka berkumpul bisa untuk bincang-bintang, rekreasi, melepas rindu, arisan, dan lain-lain. Apalagi bila ada alasan kuat maka berkumpul dengan biaya konsumsi tinggi pasti tak terelakan. Ini misalnya terjadi pada peristiwa kelahiran, kematian, perkawinan, pesta sekolah.
JPS 16 Mei 2014.
Orang Manggarai adalah insan yang dipanggil untuk hidup berkomunitas dan bersatu. Persatuan adalah kekuatan. Persatuan harus harus nyata dan lahir dari dalam diri. "Nai sa anggit, tuka sa leleng ( Hati seikat sesimpul, perut sepaham). Neka woleng tuka one, neka lewang tuka pe'ang" (Janganlah berbeda hati di dalam, janganlah berbeda perut di luar). JPS 14 Mei 2014.
Orang Manggarai adalah insan yang berpengharapan baik. Hal ini diungkapkan dalam goet berikut: Sala dia' diang sala jari tai "(Semoga baik di esok, semoga sukses di kemudian hari), JPS 16 Mei 2014.
Orang Manggarai adalah orang mencintai dan bangga daerah / kampung halaman. Kampung halaman merupakan tanah tumpah darahnya. Kampung halaman jangan pernah boleh dilupakan: "Neka hemong (oke) kuni agu kalo (jangan lupa kampung halaman). Pesan ini bisa disimak dalam nyanyian rakyat: "Ngkiong ". " Am lalen Ngkiong e... tana a... tana mbate de ame ta Ngkiong e.... Am ndusuk kiong e.. tana ya... tana rud ta ngkiong... neka one kuni agu kalo ta kiong... kiong e..." (Burung Ngiong... biar hanya ditumbuhi Sukun (Lale) tanah / kampungku, tanah warisan Bapa. Walaupun hanya ditumbuhi "ndusuk (=tanah kurus / kering / gersang, tidak subur) - asal tanah milik sendiri. Burung Ngkiong... burung Nkiong..., jangan lupa kampung halaman...).JPS 16 Mei 2014.
Orang Manggarai adalah orang yang mencintai bahasanya. Bila orang Manggarai bertemu sesamanya, pasti disapa dengan bahasa daerah Manggarai. Tak peduli apakah ada atau tidak ada orang lain di situ. Untuk orang lain mungkin terkesan egois, primordial. Namun, demikianlah adanya orang Manggarai.JPS 16 Mei 2014.
Orang Manggarai itu senang berkumpul, meskipun tak ada hal istimewa yang dibicarakan. Mereka berkumpul bisa untuk bincang-bintang, rekreasi, melepas rindu, arisan, dan lain-lain. Apalagi bila ada alasan kuat maka berkumpul dengan biaya konsumsi tinggi pasti tak terelakan. Ini misalnya terjadi pada peristiwa kelahiran, kematian, perkawinan, pesta sekolah.
JPS 16 Mei 2014.
Orang Manggarai adalah orang yang berpengharapan dan pasrah kepada penyelenggaraan Ilahi (Tuhan). Bila ada hal yang sulit untuk dipecahkan harapan dan andalan hanyalah kepada Sang Ilahio. Hal ini diungkapkan dalam goet: "Maut toe baeng le Mori" (Mudahan-mudahan / Semoga Tuhan menolong). JPS 20 Mei 2014
Orang Manggarai adalah insan yang diajari / dididik dengan pengalaman nyata bilamana kata-kata sudah tak mempan. Untuk orang kerap bandel dengan didikan ayah dan ajaran ini, orang tua hanya bergumam begini:Bae lau se pisa lait pait detak nggera ( Kalian akan mencicipi kepahitan, mencecap keasinan). Melalui pengalaman pahit orang akan sadar untuk berubah, sengsara membawa nikmat.
Orang Manggarai adalah orang yang kadang mendidik orang dengan sarkas / olokan yang meremehkan kemampuannya. Kata-kata olokan bisa dijadikan pelatuk pendorong motivasi diri. Terhadap anak yang tidak realistis orang tua biasa berujar berikut: "Malon magot lempa kendong, malon magot palang naring lata". (Omongan besar yang tidak sesuai dengan kemampuan / kenyataan, omong besar / manis hanya supaya dipuji orang.). (ini olokan / cemohonan yang memcibir kemampuan seseorang, terutama untuk pembual (ata joak). Untuk penerima kritikan ini bisa menjadi pendorong maju: 'Kantis ati - rasang rak" (Pengasah hati, penajam paru-paru). Bagi orang tertentu yang lemah mentalnya kritikan ini mematikan namun bagi orang yang berjiwa besar dan bermental baja kritikan ini merupakan cambuk untuk memotivasi diri dalam berjuang.
Orang Manggarai adalah manusia reflektif yang dididik untuk tahun diri sendiri. Untuk mengetahui diri perlu refleksi. Segala perkataan dan perbuatan perlu direfleksikan. Sebelum menegur orang perlu buat refleksi. Tentang sikap reflektif ini, orang Mnaggarai mengajarkan dlam go'et berikut: Ngong ata lombong lala kali ru lombong muku. (Bilang orang pucuk "lala" padahal diri sendiri pucuk pisang = Bilang orang buruk padahal diri sendiri lebih buruk).
Orang Manggarai adalah manusia yang dalam situasi tertentu munafik dan tidak konsisten. Hal ini diungkapkan dalam goet: Ireng aku wiwed hang aku lawi (Tabu makan "wiwed" padahal tikus saja dikonsumsi / diembat = Orang munafik, yang tidak utama ditekankan, yang prinsipil diabaikan). JPS 20 n 23 Mei 2014.
Orang Manggarai adalah orang mengimpikan kehidupan sukses dalam berkarya. Hal ini disimbolkan dalam memanen padi. Ada goet yang sangat bagus yang mengungkapkan harapan kelimpahan hasil salam panen yakni: Ako neka lako, lalap neka lampa (panen jangalah cepat berpindah, babakan panen janglah cepat melangkah). JPS 22 Mei 2014
Orang Manggarai sebagai manusia bambu. "Songa du loas ndegut tekuk du rencu". Bambu, pada awal munculnya / kelahirannya , rebung itu mengarah ke atas (langit) - songa du loas - . Selanjutnya ketika sudah semakin tua hingga dewasa, bambu menunduk ke tanah ( ndegut tekuk du rencu). "Songa du loas, berarti bahwa manusia Manggarai merupakan makhluk rohani yang memiliki orientasi ke atas (Sang Pencipta). Di sini, orang Manggarai dipahami sebagai makhluk berjiwa yang beroreientasi bersekuti dangan Sang Pencipta sebagai roh murni. Selain unsur roh, manusia manggarai juga memiliki unsur materia (badan). Bambu tumbu dari tanah. Manusia berasal dari tanah. Tanah inilah yang membentuk badan. Ndegut tekuk du rencu mengandung pengertian bahwa manusia menatap tanah dan akan kembali ke tanah.
Sisi lain dari "Songa du loas ndegut tekuk du rencu" bahwa manusia Manggarai merupakan pemikir (songa) dan perenung (ndegut). Selain itu, goet "Songa du loas ndegut tekuk du rencu" mengungkapkan bahwa orang Manggarai adalah manusia idealis yang realis.
Bambu memiliki banyak kegunaan. Bisa buat rumah, perabot - kursi, meja, pelapis keranjang, bakul, nyiru - tabung air dan beras - kayu, pipa air / pancuran air, sayuran, tangga, perlengkapan caci. Bambu multi fungsi. Orang Manggarai diharapkan menjadi manusia multi fungsi, manusia kaya arti dan memelihara kokoh komunitas / persatuan, sebagaimana gerak bambu yang bergerak bersama ketika ditiup angin.
(JPS 23, 24 Mei 2014)
Orang Manggarai adalah insan yang menjaga moralitas kehidupan keluarga. Hal ini diungkapkan dalam dalam go'et: "Neka nggepo kebor, neka sau alu, neka kemu ngencung" (Jangan memeluk irus, jangan memegang alu, jangan memeluk lesung). Jangan tega menyerobot / mengklaim laki-laki / perempuan sebagai pasangan padahal mereka tidak berjodoh.). Hal senada dengan itu ada anjuran: "Neka senteng lewing teneng, neka waek lewing nare" (Jangan mengangkat periuk masak, jangan menarik periuk masak). Maksud goet ini bahwa jangan mengambil / mengganggu istri ipar.
JPS, 24 Mei 2014.
Orang Manggarai adalah manusia yang kental dengan kebudayaan lisan. Untuk khazanah budaya kerap direkam dalam memori otak. Para sesepuh adat diharapkan memiliki memori yang baik. Para pemimpin adat diharapkan menginternalisasi hal ini dengan baik sehingga pada saat tampil pada saat yang tepat, misalnya saat memberikan ucapan selamat datang kepada tamu spesial (saat acara perkawinan, pemerintahan, urusan adat). Saat ada seremoni adat misalnya caci, nyanyian dibawakan secara spontan, mengandalkan hafalan memori. Saat seperti itu muncul kreativitas untuk berimprovisasi sesuai dengan situasi. Dengan ini kebudayaan bisa diwariskan. Sebagai salah satu contoh, bisa buka acara caci dalam situs berikut:
http://www.youtube.com/watch?v=Aw-iyMfANtc
JPS 29 Mei 2014 - Hari raya Kenaikan YX ke Surga.
Orang Manggarai adalah manusia yang kesadaran persamaan gender masih lemah, karena itu masih butuh perjuangan pelbagai pihak, baik golongan laki-laki mapun perempuan sendiri. Dalam acara adat kerap yang tampil dominan adalah laki-laki. Perempuan hanya urus dapur, memasak demi melayani kepentingan kaum laki-laki. Dalam permainan caci, perempuan hanya sebagai penonton dan penabuh gong gendang. Padahal perempuan bisa dilibatkan untuk berpartisipasi dalam melayani tamu, menyanyi saat danding / sanda.
JPS 29 Mei 2014 - Hari raya Kenaikan YX ke Surga.
Orang Manggarai adalah mansuia dengan memori berbasis peristiwa (alam: gempa bumi, letusan gunung gunung berapi dan serangkaian gejala dan resikonya, tempat : rumah, kebun, hutan, mata air, kegiatan: pembukaan kebun baru (uma lokang), perayaan kenegaraan / keagamaan / adat (penti), dll. (Cikarang, 2-6.2014, JOS 4 Juni 2014)
Orang Manggarai adalah mansia yang kerap mengandalkan fisik daripada mengandalkan otak dalam bekerja. Orang Manggarai cenderung berpikir bahwa mencari uang harus memeras keringat / kerja fisik. Pekerjaan ringan yang bisa mendatangkan duit tak masuk hitungan dalam kerja. Sesuatu dikatakan kerja bila melibat energi fisik yang cukup banyak. Karena itu Orang Manggarai sering dijumpai sebagai pekerja kasar (buruh), satpam. Pekerjaan yang agak ringan tetapi bisa mendatangkan duit tak terlalu disentuh seperti tukang sepatu, tukang vermak pakaian, penjual makanan, .
JPS, 4 Juni 2014.
Orang Manggarai adalah manusia yang dalam soal makanan, mengutamakan jumlah (kuantitas) daripada kanduangan (zat). Bagi orang Manggarai yang terpenting adalah kenyang. Untuk gizi tak terlalu dipikirkan. Asupan karbohodrat kerap diprioritaskan daripada zat lain.
JPS, 4 Juni 2014.
Orang Manggarai adalah manusia yang emosional / temperamental (?) / cepat marah.
Orang Manggarai adalah insan yang kerap mengandalkan tanda-tanda alam. Karena Kejadian alam dipelajari dan dimaknai. Misalnya bila posisi bulan dan bintang derdekatan maka itu simbol anjing dan babi hutan. Bintang simbol anjing, bulan simbol babi hutan. Bila pada malam itu pergi berburu maka akan mendapat hasil buruan. Penampakannya ada di langit. Juga bunyi-bunyi burung tertentu, misalnya hantu. Bila hantu bersuara pada sore / malam hari berarti ada babi hutan yang masuk kebun. Bila hantu berbunyi pada pagi hari berarti ada arwah orang yang pamit mau meninggalkan buni menuju ke pangkuan Ilahi.
(VMG, 4 Juni n JPS 5 Juni 2014)
Orang Manggarai melihat hutan sebagai ibu (rahim) kehidupan. Hutan dipandang sebagai sumber berkat / hidup. Kayu / tiang utama (siri bongkok) pada rumah adat (mbaru gendang / tembong) dipahami anak gadis yang orang tuanya adalah hutan. Tiang utama (Siri bongkok) dipinang oleh kampung (golo). Maka ada relasi yang erat antara kampung dengan hutan. Kampuung dan warganya harus memberikan respek yang pantas kepada hutan sebagai sumber hidup (anak rona) agar hidupnya berkelimpahan. "Siri bongkok" (tiang utama) dikenal dengan nama molas poso (poco). Saat mengambilnya dari hutan disebut roko. (Roko molas poco. ** Orang yang belum lahir )masih dalam rahim) disebut masih di hutan ( le puar kin).....:Neka oke towe botek koen te jadi lapo lain, nana maksi o.. nana maksi o... ho de wulang meka le mai puar e....- dere de roeng).
JPS, 5 Juni 2014.
Orang Manggarai adalah insan yang cara pikirnya agak unik, misalnya suatu kegiatan dikataan kerja apabila melibatkan fisik secara intens (tendi seli pola pering, to' lo's pola bokong). Orang Manggarai tidak berminat menekuni pekerjaan yang butuh fisik ringan untuk mendapatkan duit misalnya jahit sepatu, perbaik arloji/ TV/ tape/ radio, jahit pakaian, jualan / dagang (Puncak, Jawa Barat, 11 Juni 2014, disalin di JPS, 21 Juli 2014).
Orang Manggarai adalah insan (makhluk) simbolis. Dalam mengungkapkan realitas budayanya kerap menggunakan bahasa simbol (lambang). Sebagai contoh, wanita dan laki-laki yang akan kawin / menikah disimbolkan dengan sebutan kala agu rasi. Kala (sirih) simbol jenis kelamin perempuan, rasi (pinang) simbol jenis kelamin laki-laki. Masih dalam dunia perkawinan, laki-laki disimbolkan dengan kope (parang), perempuan disimbolkan dengan sarungnya (bako kope). Hal ini diperluas dalam alat rumah tangga: lewing (periuk) agu kebor (irus). Periuk simbol perempuan, irus simbol laki-laki. Kelok kebor, nggerit lewing. Hal lainnya adalah lose agu tange . Lose simbol perempuan, tange (bantal) simbol laki-laki. Selain itu masih ada ungkapan lain: lesung (ngencung) agu alu. Lesung simbol perempuan, alu simbol laki-laki.
Orang Manggarai menyimbolkan diri dengan matahari. Sebagaimana matahari terbit lalu perlahan meninggi lalu mencapai puncak kemudian perlahan turun lalu terbenam, usia hidup manusia juga demikian. Tak heran orang tua memberikan wejangan kepada sesamana: "Sale main leso ge" (Matahari sudah condong ke barat, sebentar lagi terbenam). "Mane tana sale, lurang lawe de tungku mane" ---- lagu Daniel Anduk,
(Diingat dalam bis / kapal -perjalanan Manggarai - Bima - Lembar - Benoa - Denpasar - Surabaya - Jakarta, 3 - 6 Juli 2014, dicatat di JPS, 10 Juli 2014); JPS 16 Juli 2014 - Manusia Manggarai sebagai Matahari; JPS 17 Juli 2014 - dere Daniel Anduk).
Orang Manggarai adalah insan (makhluk) yang percaya pada tanda-tanda alam. Tanda-tanda alam itu misalnya benda-benda di angkasa (langit). Posisi tertentu benda - benda angkasa membawa pesan tersendiri bagi manusia Manggarai. Misalnya ketika hendak berburu (napat) pada malam hari. Bila d langit tampak bulan dan bintang berdekatan, persisnya bulan seperti dikejar bintang, itu melambangkan anjing (bintang) dan binatang buruan (babi hutan, rusa, dll) yang saling berkejaran. Bila posisinya seperti itu, sangat dianjurkan agar malam itu pergi berburu karena ada tanda bahwa perburuan itu bakal sukses. Di Wela, para pemburu (Bertolomeus Ngapuk)menggunakan ilmu perbintangan ini. ( VMG, jogging pagi di lapangan blok B, VMG, Selasa, 21 Juli 2014, diketik di JPS, 23 Juli 2014).
Orang Manggarai adalah insan (makhluk) yang secara budaya ibarat sekeping uang dengan dua sisi berbeda yang saling melengkapi. Dua sisi itu adalah pemberi pengantin perempuan (pemberi pengantin perempuan (anak rona) dan sisi yang lain adalah pemberi pengantin laki-laki (anak wina / woe). Dua sisi itu ada pada semua orang Manggarai. Dalam setiap urusan adat terutama yang berkaitan dengan upacara adat (perkawinan, kematian, penti) posisi ini sering ditegaskan. Ini berkaitan dengan lalulintas mahar / belis. Biasanya anak wina (woe - pemberi pihak laki-laki - membayarkan mahar itu kepada pihak pemberi pengantin perempuan (anak rona). VMG, 24 Juli 2014 - kamar mandi, JPS 24 Juli 2014, 07: 00).
Orang Manggarai adalah insan (makhluk) yang berbudaya. Sejak lahir hingga mati terbentang serangkaian budaya. Pada saat lahir misalnya ada ucapara Kepok peang mai lawir du poro putes: ata peang ko ata one, avara sear sumpeng, wuat wai' (du eme ngo sekola / mbeot), taeng wina, mbukut,/ pongo, weda rewa tuke mbaru, kawing, wagal (reha lesak, penong pa'ng // sikat sai kina - wagak sai kaba), sida, saung ta'/ seki telu, kelas, - penti, ' kaer ulu wae, paki kaba bakok, paki jarang bolong, kando nipi da't, tadu loma, leba, hambor, we' mbaru, songko lokap. Karena manusia memiliki budaya maka orang Manggarai memiliki nilai (harga) diri. Itu yang harus disadari oleh setiap orang Manggarai. Dalam kaitan dengan acara teing hang / sida, orang Manggarai percaya bahwa pihak pemberi pengantin wanita (anak rona) merupakan pemberi rahmat, kesuburan, pemberi umur panjang, maka penting untuk menghormati anak rona, terutama anak rona ulu. Bila lupa melakukan hal ini maka ada hukuman adat yang bakal menimpa keluarga itu bisa berupa hukuman kematian beruntun dalam satu keluarga atau kematian pada usia muda (rekok lebo roe ngoel). Ini yang orang Manggarai sebut sebagai iteng (nangki) - itang diang // nangki tai". ( VMG 25 Juli 2014, JPS 26 Juni 2014).
Orang Manggarai adalah insan yang jaim (jaga image) atau gengsian . Bila ada tamu datang ke rumah, meski tak memiliki sesuatu, diusahakan demi menghormati tamu dan nama baik keluarga, meski dengan itu barang yang disuguhkan - gula, kopi, beras, tikar, bantal, selimut harus bon / pinjam sama tetangga. Demi tamu, orang Manggarai rela ngobon. Prinsipnya: –
Toe tura tuda toe tombo sokol (pinjaman takdikisahkan, kredit tak dibicarakan) (Wela, Rumah Bp Tia, pertemuan keluarga Baduk –
rapat pemantapan panitia kelas Emas Yakobus Laluk, Kamis, 26 Juni 2014).
Orang Manggarai adalah insan peziarah yang terarah menuju ke kesempurnaan . Hal ini bisa dilihat dari simbol kehidupannya berupa Kebun "Lingko Lodok", Rumab "Mbaru Niang" dan cara musrawarah "Lonto Leong" yang semuanya berbentuk lingkaran. Lingkaran adalah simbil kesempurnaan suatu titik.
(Jakarta, VMG, JPS, 27 Juli 2014)
·
Orang Manggarai adalah orang yang bangga dengan
tanah air / kampung halamannya. Demi kampung halaman, dia rela berkorban. Demi kampung halaman orang
Manggarai rela berantem. Gensi kampung
memotivasi orang untuk berjuang. Hal ini sangat tampak dalam permainan
caci, pertandingan sepak bola. Orang Manggarai mengedepankan adagium:”maram
lalen tana ya… tana mbate
dise ame…., maram rusuk/ ndusuk
….tana ya…tana ru…”, neka oke kuni agu
kalo ….” (remember when drive motor cycle , position: Jl. Bulevard (front
JPS) – Harapan Indah -, August 3, 2014, write di JPS, 5 August 2014).
·
Orang
Manggarai adalah orang yang konsumtif,
terutama untuk uang yang berkaitan dengan
adat (kenduri / kelas). Uang itu dihabiskan tanpa
ditabung. (remember when drive motor cycle , position: Jl. Bulevard (front
JPS) – Harapan Indah -, August 3, 2014, write di JPS, 5 August 2014).
Orang Manggarai yang insan yang bekerja secara team (bersama). Dalam menggarap lahan komunal (lingko), dalam suatu kampu antara saudara dan suadari harus bahu membahu mengerjakannya. Antara saudara (nara) sebagai pihak pemberi perempuan (anak rona) dan (pihak pemberi laki-laki (anak wina / woe) harus ada kerja sama. Masing-masing memiliki peran. Anak rona (nara) bertugas di pusat (lodok), weta (woe) ada di di garis lingkar luar - periferi - (sising). Saudara (nara) berperan sebagai pemimpin / pengatur di pusat (lodok), saudari sebagai pelaksana / pelancar - wai agu lime - di periferi (sising. Hal ini diungkapkan dalam goat adat: "Nara kapu landuk, weta pepe lance (saudara memegang tahta kepemimpinan) saudari pemegang tiang pancang di lapangan / periferi (sising). VMG - JPS, 10 - 8 - 2014.
Orang Manggarai sebagai manusia "tikung" . Tikung adalah bangsa ulat yang hidup di tanah. Banyak dijumpai saat berkarya di kebun ( kebun kopi, kebun ubi, kebun buah, dll). Ketika menemukan ulat ini pada saat bekerja, orang berhenti sejenak, mengaso. Bila bekerja bersama - anak-anak - biasanya tikung dijadikan sebagai juru ramal tentang sesuatu termasuk pacar dari anak-anak . Biasanya orang tua memegang ulat ' Tikung" lalu bertnya kepadanya seperti berikut ini: "O...Tikung, nia wina diha Longos o Tikung?" . Biasanya Tikung langsung berinsut bergerak, pemutar-mutar kepalanya lalu berhenti ke arah suatu kampung. Ke arah mana kepalanya berhenti, di situlah jawaban Tiukung tehadap pertanyaan kita. Sejauh ditanya, Tikung selalu bergerak mencari dan memberikan jawaban. Untuk soal benar atau salah itu persoalan kemudian. Yang terpenting ketika ditanya langsung ada respons, mencari dan memberi jawaban.Hidup orang Manggarai adalah ziarah mencari dan memberi jawaban. (JPS, 10-8- 2014), Sunday)
Orang Manggarai sebagai manusia "mbolia". "Mbolia" itu suatu suatu ucapan yang mengungkapkan sikap mental bagaimana memberikan yang terbaik kepada orang lain, terutama antara orang tua dengan anak. Dalam permainan saat masih kecil di sekitar rumah, bila dijumpai ayam kecil yang sakit, maka akan diantar ke lubang lesung lalu disitu dirawat sambil disampaikan kata-kata jampi berikut: "Mbolia, mata ine, mose anak". Kata -kata ini diucapkan berkali-kali, sampai, lalu ayam kecil ini dilepas ke kawanannya. Sikap mental "mbolia" itu salah satu karakter mental orang manggarai yang menghendaki suapaya anaknya / keturunannya / generasi setelah menjadi lebih baik dari dirinya. Untuk maksud itu, dia rela berkorban. Untuk membiayai sekolah misalnya orang Manggarai rela berutang yang terpenting anak sukses. "Toe tura tuda, toe tombol sokol (pinjaman dengan bunga majemuk tak dibicarakan - dipersoalkan, kredit tak disampaikan). (JPS, 10-8- 2014), Sunday).
Dalam bidang perkawinan orang Manggarai menganut bipolar kutup hubungan, ibarat sekeping mata uang, yakni satu sisi anak rona (pihak pemberi pengantin laki-laki) dan sisi yang lain anak wina (pihak pemberi pengantin perempuan). Bagi orang Manggarai, anak rona merupakan pembawa berkat bagi anak wina. Karena itu anak rona harus dihormati anatara lain segala perintah adat melalui sida (beban partisipasi - -berupa uang, binatang - hajatan adat misalnya perkawinan, sekolah, kematian, selamatan suku / kampung) harus dijawab oleh pihak anak wina (woe). Respons ini penting demi mengalirnya berkat, kesuksesan (pekawinan, perekonomian) bagi pihak anak wina. Dalam banyak pengalaman, anak wina yang menghormati anak rona, kehidupan mereka banyak mengalami kesuksesan dalam hidup, baik perkawinan, sosial (karier kerja). Pada titik ini, orang Manggarai melihat anak rona sebagai pembawa berkat bagi anak wina. Sebaliknya, anak wina merupakan saluran kehidupan, ibarat bank / ATM bagi anak rona. Kondisi ini diungkapkan secara padat dalam go'et : Anak rona ata worang momang, anak wina ata wintas dia' (Busway, Pulo Gadung - Harapan Indah - Cakung/ Tman Modern / Kayu Tinggi, 23 -8-2014 dan padang ilalang, belakang VMG, saat jogging, 24 Agustus 2014, JPS 24 Agustus 2014).
Orang Manggarai adalah orang yang untuk sebagian orang nama belakangnya diawali dengan suku kata je, misalnya jelita, jemen, jelami, jemian, jelata, jelahut, jemabut, jehadut, jeharut, dll. Nama -nama dengan awalan je ini merupakan modifikasi nama Jermelo, salah satu imigran Turki yang secara tidak sengaja masuk ke Manggarai pada abad ke 13 ketika perang Aceh. Raja Aceh meminta bantuan Turki (sesama kerajaan Muslim) untuk membantu mereka berperang melawan Portugis (Katolik). Ada 200perahu yang dikirim ke Aceh. Namun tak semua perahu tiba di Aceh. Ada yang terdampar di tempat lain, termasuk yang terdampar di Pantai Bondei / Kisol - Borong. (STFD, 26 Agustus 2014, - saat ngobrol dengan Redemtus - dari Kefa NTT; JPS 30 Agustus 2014. Sumber: Damian Toda, Manggarai mencari pencerahan Histografi, Nusa Indah, Ende, p........)
Orang Manggarai adalah insan yang suka berpesta, termasuk pesta sekolah. Ketika tamat SMA, orang Manggarai menyelenggarakan pesta untuk anak yang sudah tamat it dalam rangka mencari dana untuk kuliah lanjut di perguruan tinggi. Hampir semua kampung di Manggarai mengalami hal ini. Hal ini marak terjadi tahun 1980 - an hingga 1990 - an. Di beberapa tempat, kebiasaan ini masih berlangsung. (Pulo Gebang / Taman Modern , 31 Agustus 2014 dan JPS, 1 September 2014)
Orang Manggarai adalah insan yang suka menjalin cinta / mencari jodoh di tempat pesta (sekolah, kenduri, penti, dll). Saat pesta terjadi, muda -mudi bisa menenukan tambatab hati, lalu sepakat kawin lari (roko). Untuk urusan adat dan agama menyusul.
(JPS,1 September 2014)
Orang Manggarai adalah insan yang percaya bahwa ada kehidupan baru setelah kematian. Kematian merupakan awal kehidupan baru. Hal ini bisa disimak dalam acara pedeng bokong (persiapan /pemberian bekal) kepada orang yang meninggal menjelang upacara penguburannya. Tiga hari setelah penguburan diadakan upacara saung ta' (daun hijau) sebagai tanda bahwa orang yang sudah meninggal ini menginjak / memasukki fase kehidupan baru. (JPS - Stasiun Cakung - drive motor Suzuki Smash - Cakung - VMG - HI Bekasi, 7 September 2014. Pakai Kreta pulang misa dari G. Katedral - Jakarta, pkl 22.00 - 22.30 pm).
Orang Manggarai adalah insan bangga diri sebagai pemberani yang menang. Simbol mbaru Niang (rumah adat bundar / bulat) dengan tanduk kerbau (simbol lingga - tanda kelelakian) membicarakan hal ini. Menurut mitos, orang Manggarai berasal dari Minangkabau, Padang. Orang manggarai mempelesetkan Minangkabau dengan kata Menang Kerbau. Berdasarkan mitos / legenda, leluhur orang manggarai berasal dari Minangkabau, Padang, Sumatra Barat. Pada masyarakat Padang sendiri ada kisah pertarungan kerbau dari Kerajaan besar Majapahit dengan kerbau dari kerajaan Pagarujung, Padang Sumatra Barat. Majapahit merupakan kerajaan besar di Nusantara. Kesohoran sampai di luar negeri. Kekuatan dan kesaktiannya sulit untuk dikalahkan. Majapahit mau menaklukkan Pagarujung. Menyadari kekuatan pasukkannya, kerajaan Pagarujung mencari taktik bagaimana cara mengalahkan Majapahit kerajaan besar. Mereka menemukan ide. Mereka mengalihkan cara perang dari perang manusia melawan manusia dengan cara baru yakni binatang melawan binatang, dalam hal ini kerbau. Mereka mengajukan pertarungan kerbau Majapahit dan kerbau Pagarujung. Team lobi majapahit terima. Jauh-jauh hari sebelum hari H, team dari Pagarujung sudah mengutus mata-mata untuk mengamati persiapan kubu Majapahit. Majapahit menyiapkan kerbau jantan gemuk, besar. Bagaimana strategi Pagarujung untuk mengalahkan kerbau Majapahit. mereka menggunakan kerbau kecil yang sedang menyusui pada induknya. Beberapa hari sebelum hari H, mereka sudah sapihkan (pisahkan) anak kerbau itu dari induknya. Anak kerbau yang sedang menyusui ini lapar. Waktu yang ditentukan pun tiba. Ke-2 kerbau ini dibawa ke arena. Team Majapahit tertawa sinis melihat kerbau kecil yang dibawa oleh team Pagarujung. Team majapahit merasa mereka akan menang telak kareana mereka mengandangkan kerbau jantang yang gemuk dan besar. Team Pagarujung diam saja. Pertarungan dimulai. Kerbau kecil Pagarujung bergerak lincah mencari susu. Melihat kerbau gemuk besar di sebelahnya, dia berpikir tentu itu induknya. Dia berjuang sedemikain rupa untuk menyusui. Dia berpikir, alat kelamin (scrotum) kerbau jantan itu merupakan susu induknya. Dia berjuang meraihnya dan ....dapat. Kerbau jantan ini tak mampu menghalaunya. Kerbau kecil menarik-narik scrotum kerbau besar ini sambil tanduknya menyundul peruk kerbau gemuk besar ini. Darah bercucuran karena serudukan tanduk kerbau kecil pada kerbau besar. Kerbau besar Majapahit mati. Majapahit kalah. Pagarujung menang. Mereka mengklaim diri sebagai pemenang. Mereka menamakan diri sebagai kelompok Meang Kerbau yang kemudian menjadi Minangkabau. Keturunan kelompok inilah yang merantau, termasuk merantau ke manggarai, Flores. (Kisah ini 2 kali saya dengar dari orang Padang di Jakarta, Juni dan Agustus 2014). (JPS - Stasiun Cakung - drive motor Suzuki Smash - Cakung - VMG - HI Bekasi, 7 September 2014. Pakai Kreta pulang misa dari G. Katedral - Jakarta, pkl 22.00 - 22.30 pm).
Lelo ga Rangga kaba one Mabaru Niang Manggarai : Lihatlah tanduk kerbau pada rumah bundar Manggarai
Mbaru Niang Manggarai - Flores |
Orang Manggarai adalah insan yang diajarkan bahwa dalam hidup ini penting untuk cepat mengambil keputusan, tidak boleh lamban dalam bersikap: "Neka mejeng hese, neka ngonde holes" (Jangan lamban berdiri, jangan malas menoleh / bersiasat)" VMG - JPS, 13 Sept. 2014.
Orang Manggarai adalah insan yang melihat tujuan perkawinan untuk melanjutkan keturunan dengan melahirkan anak yang banyak. Anak banyak dilihat sebagai berkat. Perihal tujuan perkawinan ini orang Manggarai merumuskannya: "Beka agu buar, haos neteng kampong, has neteng tana, ras baling rasap, res baling lele, tai' sala wai' borek sala bosel" (Berkembang dan bertambah, bertambah di setiap kampung, bermekaran di setiap tempat, berjejeran di sisi / rusuk, berjejalan di samping ketiak, melahirkan banyak hingga repot merawat bahkan saking repotnya, kakipun kena kotoran anak) . Orang Manggarai tidak mengenal selibat. Tidak punya keturunan dalam hidup dianggap aib. VMG - 14 Sept. , JPS 15 Sept. 2014.
Wada sebagai cara orang Kecil mencari Keadilan
Orang Manggarai adalah insan yang percaya pada kebenaran Wada. Kebenaran selalu berpihak kepada yang empunya, terlepas dari apa dan siapapun dia. Orang yang benar selalu menang, meski kebenaran itu dimanipulasi oleh kekuasaan / kekuatan uang / kepintaran. Orang kecil sekalipun, asal benar, maka dia bisa mengalahkan orang yang kuat (secara ekonomi, sosial, politik). Kekuatan orang kecil dalam mencari kebenaran adalah kejujuran via tilir /gesar / idik / pidik (perhatikan kasus Largus G n K di GK Lembor. Largus, Kamis, 21 Januari 2011 pernah meminta tanah jatahnya kepada K, kakaknya. Namun K mengingkarinya. K tidak mengaku tanah itu sebagai tanah hasil perjuangan / usaha bersama. Largus, orang sederhana secara ekonomi hanya tilir / pidik / gesar kepada yang maha kuasa yang melibatkan nenek moyang). Dia bersumpah wada (tilir/gesar).Dia membuka tangan ke atas (nggelak nata) sambil mengucapakan dua sumpah. Setelah itu K sakit. Pada 20 September 2014, pkl 15.00 waktu setempat, K meninggal. Apakah karena Wada - nya L?. Kubu L. percaya. Meski kita yakin bahwa soal mati hidup manusia ada di tangan Tuhan.
(JPS, 22 Sept.2014)
Orang Manggarai percaya bahwa nama itu sakral karena itu jangan disebut sembarangan. Bila mau dipanggil perlu panggil pakai nama anak (ngasang ame), jangan panggil langsung nama.
(JPS, 22 Sept. 2014).
Orang Manggarai adalah orang yang cenderung verbalis, banyak berkata-kata, hanya sedikit yang berbuat. Karena itu orang Manggarai cenderung kumpul-kumpul untuk berdiskusi. Dalam forum adat duduk diskusi untuk berembuk disebut: Lonto Leok (urun rembuk).
Orang Manggarai adalah orang yang memahami kosmos secara siklis (lingkaran). Itu disimbolkan dalam mbaru niang (rumah bulat kerucut), Lingko - lodok sising - , kila, yang dipakai dalam perkawinan dan upacara kematian, Dalam perkawinan disebut paluk/tukar kila, pasang kila, dalam kematian disebut seha kila. (Muncul di ats Motoer - VMG - HI - Bekasi, - Busway, Bekasi - Pulo Gadung, 4 Oktober 2014
Orang Manggarai adalah orang yang mengkonsumsi makanan dalam jumlah banyak. Bila makan cenderung menggunakan porsi "jumbo" (besar). Porsi makan dengan porsi jumbo ini dikenal dengan sebutan: sudah gunung bukit lagi". Maksudnya, saat ambil pertama penuh piring, bagaikan gunung tingginya. Namun, itu juga belum puas. Masih tambah lagi yang porsinya hampir setinggi bukit dalam piring. Itu makanna orang sering sebut sudah gunung bukit pula. Orang manggarai itu ata bara mese (orang perut besar). Inspirasi dari omongan Mr. Harnoto dan Dimas (anak 3 tahun). "Makannya banyak banget - Di,as - , wow porsi Jumbo" - Mr. Garnoto , VMG 5 Oktober 2014).
(VMG - JPS, 5 Oktober 2014).
Orang Manggarai sentimen kesukuannya tinggi. Bila orang sesuku disakiti maka itu bisa membangkitkan ego kesukuannya untuk membela.
(VMG - JPS, 5 Oktober 2014).
Orang Manggarai adalah orang ingin agar hidupnya aman, termasuk aman dari gangguan roh-roh jahat. Bila ada ganguan roh jahat, maka di bawah bantal/ tikar, tempat tidur ditaru pisau, jarum, halia, bawang. VMG, 3 Okt. 2014.
Orang Manggarai adalah orang yang untuk beberapa kasus kerap menggunakan bahasa metafora / simbolis. Misalnya dalam ucacara adat perkawinan. Dialog antara juru bicara pihak calon pengantin pria (tongka /pateng tiba) dan wanita (tongka / pateng teing) selalu dalam bahasa metafora/ simbolis. Beberapa ungkapan itu misalnya:
Rokang pante (harafiah: berkarat pisau pengiris enau / tuak / lontar) = arti metafora: kedaluwarsa fungsi kepriaan karena tak dipakai. Teing wae sawa (harafiah: mengairi sawah) = arti metafora: perkawinan; laki-laki dan perempuan yang menjalankan fungsi perkawinan biologis.
Nggepo kebor - kemu senduk
Sau alu - kemu ngencung
Waek lewing nare
Senteng lewing teneng
Watu tana lau - Nampe tana sale - ngampang tana wa : pemisahan. Kamu di seberang sana, kami di seberang sini.
Ngawe wae ngampang tana:
Lahos lonto don tombo, don taung rongko
Lahos lako don ita, manga dia'
JPS, 6 Oktober 2014.
Orang Manggarai adalah orang seniman. Dalam satu keluarga entah sadar atau tidak ada keindahan dalam sebutan (tutur) karena ada padanan bunyi yang menarik. Padanan bunyi yang menarik ini dalam Bahasa Manggarai disebut durit. Contoh durut untuk nama dalam sebuah suku. Di Wela, ada beberapa suku. Beberapa suku iitu ada durit yang terkandung di dalamnya, misalnya:
- Welo 1: Jaling - Aji - Maji -
- Welo 2: Ngabu - Sawul - Abut - Naul - Dajus- Nganul - Abu - Hangul - Habun - Manggu
- Welo 3: Jeharut - Jemabut -
- Welo 4: Epong - Beong -
- Welo 4: Jangu - Mandu - Harus
- Welo 5: Dahi - Wardi - Panis - Bahadi- Gonsali -
- Welo 6: Jalu - Jebabun -
- Nua 2: Mau' - Tarung - Baduk - Garu - Ngganggu - Ngatul - Habut - Babur
- Nua2a': Garu - Balu - Jebaru -
- Nua 2 -a: Ngganggu - Jenaut - Jelahut -
- Nua 2 -b: Habut - Gawut - Daud - Mamut - Dangur - Ndarung - Jemamun - Pandu
- Ker: Jehadut - Jehalu - ........(Udis) - Anur - Anggul - Danggur -
- Nua 1: Mantol - Kaso - Asong - Laho - Banor -
- Nua 1 - a: Mantol - Janor - Danor - Wangor - Wanggor
- Nua 1-b: Naru - Jehabur - Papu - Adur - Magung -
- Nua 1-c: Kaso - Aron -
- Nua 1 d: Laho - Ambor
- Nua 1 e: Bandur - Barung
- Nua 1 f: Bakal - Jeramat
- Karot 1: Tanuk - Ngapuk - Jaru - Waru - Marut
- Karot 1a: Parut - Mandu -
- Karot 1b: Jehau - Kantur - Danggur
- Karot: Legem - Ngewe - Gem - Men -
- Karot 1c: Jaru - Bandur - Jebaru - Gandur - Tagur -
- Wangkung: Lagam - Pamar - Aman -
- .........: Gau, Mamu, Mandu, Malut
- Ndiwar: Ngatur - Gabu - Jeharut -
- Ndiwar a: Jeharut - Nanul - Magul - Jehanu -
- Dese: Galut - Magut -
- Cireng: Apul - Nandus -
Selain ciri khas durit, nama orang Manggarai ditandai dengan awalan Je di awal kata belakang, misalnya:
- Nua 2-a: Jenaut, Jelita, Jemen, Jelami, Jemian, Jelata, Jelahut
- Welo: Jeharut - Jemabut - Jebabun
- ................
- .............................
- Jemparus
- Jebarus
- Jemali
- Jemalin
- Jehola
- Jehata
- Jenia
- Jehadut
- Jegadut
- Jemalur
- Jebada
- Jehamat
- Jehana
- Jehanat
- Jetia
- Jemada
- Jemadu
- Jemahu
- Jelahu
- Jebatur
- Jelatu
- Jeratu
- Jehanus
- Jemalut
- Jehatu
- Jeramu
- Jelau
- Jehemo
- Jegeot
- Jekong
- Jemana
- Jenau
- Jematu
- Jemalur
- Jehadin
"Ngasang toto tana"
Letak kesenian orang Manggarai itu pada durit dan nama keluarga (belakang) , ngasang tu'ng / nama ayam yang diawali dengan awalan je
Letak kesenian orang Manggarai itu pada durit dan nama keluarga (belakang) , ngasang tu'ng / nama ayam yang diawali dengan awalan je
......................
JPS, 9 Oktober 2014
Kesenian orang Manggarai nampak juga pada bahasa, pegolahan tanah (lingko: lodok sising) dan bentuk rumah (niang: bundar).
Orang Manggarai menyimbolkan orang yang sudah meninggal dengan batu. Bila ada orang meninggal, saat dikuburkan, pada bagian atas kubur pasti ditanam batu. Orang yang meninggal di luar kampung, dan dimakamkan di luar kampung - karena satu dan lain l hal, maka perlu bawa batu kubur dari tempat ia dimakamkan ke kampung kelahirannya. "Ba watu" (bawa batu). Batu itu simbol orang dan arwah orang yang meninggal.
JPS, 10 Oktober 2014.
Orang Manggarai adalah orang yang berpengharapan baik. Hal ini diungkapkan dalam goet, seperti: Sala dia' diang, sala jari tai' (semoga / kiranya sukses di hari esok, kiranya berhasil di kemudian hari). Dalam permainan memanjakan ayam pada saat kecil, harapan ini sering didengungkan, seperti dalam nyanyian berikut: "Kekang... kekang manuk kekang, duat gula we'mane kekang, kekang manuk kekang; Kekang... kekang manuk kekang, buta mata de kaka, wela mata de manuk, kekang, kekang manuk kekang...... (Ayam, ayam, kiranya mata elang buta tertutup, semoga matamu terbuka). Ayam merupakan simbol manusia. Ayam merupakan hasil perkawinan cahaya ilahi dengan manusia (perempuan).
JPS 10 and 11 Oktober 2014.
Orang Manggarai adalah orang yang menjadikan nasi sebagai makanan pokok. Bila mengkonsumsi sesuatu yang bukan nasi maka disebut belum makan. Makan untuk orang Manggarai harus mengkonsumsi nasi. Makanan yang lain dianggap sebagai sarapan. Orang Manggarai bisa serentak sarapan dan makan pagi/siang. Orang Manggarai memiliki perut yang "elastis dinamis". Bisa makan banyak. Bisa mengkonsumsi makanan dalam porsi jumbo.
JPS 12 Oktober 2014
Orang Manggarai adalah orang yang pada musim panen agak boros, sampai-sampai gumpalan nasi dijadikan pengganti bantu saat melempari anjing sebagaimana orang mengatakan: peke le kongko asu. Ungkapan ini menyiratkan bahwa manusia Manggarai kadang boros, menyia-nyiakan materi yang diperoleh dengan bekerja keras. Saat mengusahakannya dilakukan dengan berpeluh keringat dalam waktu yang lama namun untuk menghabiskannya dalam dalam waktu yang singkat. Orang Manggarai perlu belajar efisien dan efektif, termasuk belanja saat saat pasca panen.
JPS 12 Oktober 2014 dan 5 Juli 2017.
Orang Manggaai adalah insan yang kadang dan kerap mencari hiburan dengan sarana yang tidak tepat, misalnya berjudi. Ketika orang Manggarai sedang berduka karena kematian keluarga, orang Manggarai berkumpul untuk menghibur dengan mengadakan permainan kartu. Mereka duduk berjaga sambil main kartu dengan uang sebagai taruhannya. Hal ini hampir terjadi di semua kampung di Manggarai. Hal ini pernah menjadi keprihatinan agama(Katolik) dan negara (pemerintah). Agama dan negara melarang, namun sejauh ini belum ada hasil yang signifikan. (Micky Pandu - ketika berkunjung ke Jakarta pada, 14 Oktober 2014 bertutur bahwa, di Labuan Bajo, Manggarai Barat, Flores, seorang polisi yang dikenal luas meninggal. Dia adalah Simpel (?). Pada malam harinya, orang menggelar meja judi. 10 meja dibuka. Polisi dan tentara tak berani menangkap mereka itu. Uang duka yang terkumpul Rp 3 juta.
Gang Bacang - kelurahan Rawasari, CPB, Jakarta 14 Oktober 2014. Hasil obrolan dengan saudara-saudara: Micky - Festo - Yos dan saya.
Orang Manggaai adalah insan yang kadang dan kerap mencari hiburan dengan sarana yang tidak tepat, misalnya berjudi.
Orang Manggarai adalah insan yang teis, percaya bahwa Tuhan ada. Keyakinan ini dianut oleh setiap generasi, baik arkais maupun modern, baik elit mapun alit. Keyakinan mereka berkait erat dengan kepercayaan dinamisme dan animisme (anima: jiwa). Dalam kehidupan modern, spirit anisme dan dinamisme tetap dibawa mesti menganut agama modern (Katolik, Kristen Protestan, Islam, Hindu, Budha). Untuk agama modern, secara kuantitatif, mayoritas orang Manggrai beragama Katolik (.......%), menyusul Islam (.........%.), Protestan (......%), Hindu(......%), Budha (.....%). Kong fuchu (....%).
JPS, 18 Oktober 2014
Orang Manggarai adalah insan yang memiliki etika / adat sopan santun. Meski kadang ada juga yang tampak temperamental, banyak bicara (kemampuan verbal tinggi), kemampuan teknik (untuk menerapkan ide) kecil / rendah.
JPS, 18 Oktober 2014
Orang Manggarai adalah insan yang berusaha mengungkapkan agama dalam karya seni, misalnya dalam songket, tikar, bantal, keranjang, nyiru, rumah, tanah (lingko).
VMG, 19 October 2014 - inspiration from Mr. Harnoto
Orang Manggarai adalah insan yang meruapakan hasil perkawian Bapa langit dan ibu bumi.
VMG, 19 October 2014 - inspiration from Mr. Harnoto
Orang Manggarai adalah insan yang sadar bahwa dirinya dan orang di daerah lain punya persamaan derajat (equality) dan keunikan. Hal ini diungkapkan: Darat woleng tana, kokong woleng pong, poti woleng mori. Karena itu pantas bersikap wajar terhadap sesama, tak usah takut /cemas, inferior / rendah diri, karena setiap orang punya derajat yang sama dan kekhasan tersendiri.
VMG and JPS 21 October 2014.
Orang Manggarai adalah insan yang percaya pada predestinasi. Predestinasi ( kata Bahasa Yunani “proorizo” yang memiliki pengertian “ditentukan sebelumnya,” “ditetapkan,” “diputuskan sebelumnya) adalah nasib seseorang-apakah sukses atau gagal, umur pendek atau panjang - sudah ditentukan sebelum dia dilahirkan. Bagi orang Manggarai, mimpi merupakan "wahyu" predestinasi itu. "Wahyu" itu dinyatakan dalam mimpi ketika seorang ibu mengandung. Bagi orang Manggarai, mimpi-mimpi pada saat hamil meramalkan apa yang akan terjadi pada janin / bayinya di kemudian hari ketika dewasa. Mimpi menimba air misalnya. Bila menimba air di pancuran (air yang disalurkan bambu / tadah pakai bambu), itu tanda bahwa anak yang dilahirkan berjenis kelamin laki-laki. Namun bila menimba air di sumur / sungai, maka bayi yang kan dilahirkan itu berjenis kelamin perempuan. Selain actifitas menimba air, sarana lain yang dipakai untuk menunjukkn jenis kelamin adalah parang (golok) atktifitas keranjang / tikar / anting. Bila menerima golok (parang) berarti nak laki-laki. Bila menerima keranjang / tikar / anting berarti anak perempuan. Bila yang diterima adalah anting dengan motif dan warna menarik, artinya anak perempuan itu nanti bakal meraih kesuksesan, misalnya dapat jodoh yang ganteng dan banyak harta serta baik hati. Bila menimba air batu cadas tanda bahwa janinnya / anak itu nanti tidak berumur panjang. Bila menimba air di pancuran, anak itu nanti akan sehat dan umur panjang. Bila menimba air keruh /kotor, suatu ramalan bahwa anak itu bakal banyak mengalami duka dalam hidupnya, misalnya sakit penyakit datang menimpa anak itu.
(Refleksi, baca dan ngobrol dengan Mm Regina Jenaut dan Saudari Justina Jelita di Golo Karot Lembor, 24 Oktober 2014. Mama Regina asal Wela sedang maen ke Golo Karot Lembor. Saya telepon dari Bekasi - JPS, Harapan Indah, Bekasi, Timur Jakarta).
Lampu merah Jembatan Serong, Rawasari, Cempaka Putih Barat, Jakarta Pusat, 23 Oktober 2014.
Selesai kuliah Filsafat Budaya - ngobrol bersama Pa Adri Rusmin - orang Lembor, kakak tingkat program Magister F., sambil menunggu bus 47 , pkl 20.10 pm.
NB: KS Kristen kuat dengan gagasan Prestinasi, misalnya: Roma 8:29-30 (sumber: http://www.gotquestions.org/Indonesia/predestinasi.html)
JPS, 24 Oktober 2014
Orang Manggarai adalah insan yang meyakini bahwa kosmos bersifat siklis (circle = lingkaran). Pandangan ini turut mempengaruhi mentalitas dan cara pikir orang Manggarai yang melihat waktu itu selalu ada dan tersedia, sehingga ini memnuat pola hidupnya agak santai, suka menunda-nunda pekerjaan karena berpikir bahwa waktu itu selalu teredia dengan melimpah. Cara pandang siklik ini kita temukan dalam simbol lingko lodok, rumah niang (kericut) yang menjadi rumah adat Manggarai, dalam acara perkawinan (tukar kila / tukar cincin), dalam acara kematian (serong /seha kila pada malam menjelang seki telu /lima), bahkan pada acara hiburan main kartu (judi?) dan menyelesaikan masalah (lonto leok) juga menggunakan pola siklis.
Lampu merah Jembatan Serong, Rawasari, Cempaka Putih Barat, Jakarta Pusat, 23 Oktober 2014.
Selesai kuliah Filsafat Budaya - ngobrol bersama Pa Adri Rusmin - orang Lembor, kakak tingkat program Magister F., sambil menunggu bus 47 , pkl 20.10 pm.; ditulis di JPS, 25 Oktober 2014).
Orang Manggarai adalah insan yang meyakini bahwa kebenaran itu bersifat korenponden. Secara umum, kebenaran dipahami sebagai kesesuaian antara pikiran dan realitas. Dari definisi ini, atampak bahwa ada 2 hal yang bisa berpasangan (berkorespondensi), yakni pikiran dan realitas. Kebenaran dengan sifat korenpondensi ini dianut juga oleh rang Manggarai. Ketika orang mengatakan bahwa benar, perlu dicek apa yang dikatakan dengan realitas. Ketika seseorang mempersengketakan tanah tapal batas dan masing-masing mengklaim sebagai miliknya, maka perlu dicek perkataan itu dengan realitas di lapangan dengan kembali kepada norma yang berlaku yakni adat untuk menentukan tapal batas. Apa yang dikatakan diuju dalam realitas. Dalam urusan sengketa tanah, adat merupakan pengadilan terbaik. Tetua adat (tua' teno) bersama sataf akan turun ke lapangan untuk memeta ulang tanah itu. Tua' teno dan stafnya akan menjatuhkan putusan di lapangan. Namun, bila sengketa tanah antar kampung, misalnya merebut tanah ulayat, kebenaran ditentukan oleh kemenangan dalam perang tanding di tanah sengketa. Kampung (suku) yang lebih banyak jatuh korban (meninggal) merekala yang kala. Kampung yang sedikit (nihil) korban dinyatakan sebagai dan pihak yang benar. Mendahului "perang tanding" kedua kubu bisanya menyampai "doa sumpah" yang disebut wada. Roh tanah (semesta) akan mendengar doa sumpah itu. Bisananya roh tanah (semesta) akan memenangkan yang benar. Pihak yang salah akan diganjari dengan kematian satu atau lebih pasukan perang tandingnya. Kebenaran subyektif diuji dengan realitas (aturan adat) sehingga menghasilkan kebenaran obyektif. Contoh lsin misalnya, bila orang mengatakan bahwa saya memiliki uang, maka perkataan itu perlu diuju dengan menunjukkan bakti real uang itu.
(VMG dan JPS , 25 Oktober 2014)
Orang Manggarai adalah insan yang meyakini bahwa sedikit banyaknya masalah dalam hidup sebagian besar ditentukan oleh diri sendiri atau orang terdekat. Persoalan sulit diselesaikan karena diri kita atau rang dekat kita menjadi bagian dari persoalan. Orang Manggarai mengungkapkannya dalam go'et: dintuk saru siku (wingkul), tepo saru regot, pengges saru sembe, akit saru sai, tier saru lime, pelambar saru mata, rutek saru utek."
(VMG dan JPS , 25 Oktober 2014)
Orang Manggarai adalah insan yang meyakini bahwa sepanjang hayat kehidupannya, sejak dalam kandung, lahir hingga mati dihubungkan dengan bambu.
Bus way (tranjakarta TJ 0039, Pulau Gadung - Kalideres - Galur - Senen - RSPAD - MONAS - Istiglal - Katedral - Juanda, 26 Oktober 2014, pkl 19:30 - 20.00
Orang Manggarai adalah insan yang meyakini dan mengajari serta mengamini bahwa manusia merupakan bagian dari alam, karena itu merusak (melukai) alam berarti melukai diri sendiri (manusia). Bila alam dan rohnya dilukai (disakiti) maka manusia juga turut terluka (sakit). Ini nyata dalam cara pandang tentang rudak (ngelong) . Rudak (ngelong) adalah cara pandang equilibrium orang Manggarai yang melihat bahwa sakit penyakit yang diderita seseorang merupakan akibat melukai alam dan rohnya. Derita yang dialami alam dicerminkan kepada manusia atau keluarga yang melukai alam dan rohnya itu. Agar bisa sembuh maka perlu dibuat upacara pemulihan hubungan berupa persembahan hewan pada tempat kejadian. Upacara pemulihan hubungan ini disebut ngelong. Bahan yang dipersembahkan berupa ayam atau telur. Tentang warna ayamnya tergantung "penglihatan" dukun (para normal). Pada saat dilaksanakan diucapkan kata-kata berikut: Denge le hau manuk / ruha. Eme beti diha ... wajol poka haju reu ko rempe sala kakar tana wiga beti laing agu dendang jejek hia ko ise one tara beti dendang diha...... Ho de manuk takung te tura sala agu te hambor. Tiba le manuk / ruha ho. Ho manuk agu ruha te hambor kudut tanggang lasa, wear pempang, oke sopel, wur rusuk, kando dango. Denge lite Mori agu Ngaran, sangged empo tana." Ho manuk takung latang sanggep gauk ata toe gancu agu toe naud. (Inspirasi ngelong one keluarga Hila Gudin du beti de hae kilon Sisilia Sangur (mm Megy). Itan lata mata gerak wajol rudak (hena kaka - ular / balak/ kakar tana) du poka pao wa bangka te pande banggang / balok, one wulang September 2014. Mm Megi beti one bulan Oktober. Tanggal 27 Oktober padong awo RSU Ruteng. Itan lata mata gerak ga wajol rudak du poka haju pau wa uma Bangka / ko pande kios lupi one Natas mbaru gendang. Itan le dokter ga, diabetes. Gula darah mencapai 400. Welet waset mata (mata bakok) wajol kekurangan cairan one weki. Mu' reu: tobang one mu' / lema). Rencana ngelong le mane ho' to'ng (Selasa, 28 Oktober 2014). Se tu'n ho cara data Manggarai te tombo tentang lino mosen (Inilah cara orang Manggarai menjelaskan fenomena alam / kehidupannya, yang belum tentu benar dari perspektif ilmiah. Benar atau salah menurut perspektif ilmiah, ini urusan lain) - hasil ngobrol agu hia kae Beny Jelami agu hia Enu Mery Jemen). Du beti de ended Megy manga do nipi daat, neho: nipi wadal hia ended Megy, Nipi Ela ata ngai weo/ pongo, kudut teke te mbelen kali, nipi tondek liha ema Nober one mbaru. Nipi daku, nipi sapu peang natas neho kudut te pari kopi.
.: korban memiliki makna untuk menyembuhkan / mendamaikan
Orang Manggarai adalah insan yang meyakini bahwa kematian bukan akhir dari kehidupan tetapi awal kehidupan. Karena itu orang Manggarai, begitu perpisahan dengan orang yang meninggal - mengjelang diantar ke pekuburan, saat pedeng reweng / bokong, mereka memberikan pesan bahkan memberikan bekan berupa benda bahkan uang. Ada yang Rp 200.000, ada yang Rp 50.000, Rp 10.000, ke dalam peti bahkan di atas pekuburan orang yang meninggal itu (Saat Sisilia Sangur / Esy / mamad Megy meninggal, dan dimakamkan pada 30 Oktober 2014, keluarga memberikan uang. Saudaranya Tian Rp 200.000, kakak ipar, Beny Rp 50.000). (JPS, 3 Nopember 2014).
Orang Manggarai adalah insan yang mengingat / mengangkat / memuji kebaikan / kehebatan orang lain saat orang itu meninggal. Dalam tangisan, dalam pembicaraan, litani kebaikan orang itu disebutkan, diingat saat tangisan / pembicarran saat duka itu. (Contoh, ketika Sisilia Sangur / Esy / mamad Megy meninggal, rangkaian kisah kebaikannya dituturkan, misalnya, Esy orangnya sabar, murah senyum, ramah, komunikatif, murah hati, penyayang, dll. Esy meninggal 29 Oktober 2014 di RSU Ruteng lalu dimakamkan 30 Oktober di pemakaman Wela, kecamatan Ruteng, Manggarai).(JPS, 3 Nopember 2014).
Dalam kaitan dengan kematian, orang manggarai percaya bahwa hidup ini hidup ini ada awal dan akhir. Awal kehidupan berasal dari Tuhan dan akan kembali kepada Tuhan. Hidup ini merupakan ziarah. Berapa lama ziarah itu tergantung kemurahan Tuhan. Manusia sudah diwariskan kehidupan. Saat awal pembentukan kehidupan manusia (wantang) saat itu melalui mimpi sudah disampaikan ramalam tentang manusia itu, berupa mimpi tentang timba air. Ada yang meyakini bahwa air kehidupan itu diberikan dalam bentuk tempurung untuk gayung air untuk mandi. Setiap orang mendapat itu. Ada yang mendapat air dengan tempurung kelapa besar berarti usianya panjang, ada yang dapat tepurung kelapa yang sedang, umurnya menengah, ada yang dapat tempurung kelapa dan airnya yang kecil, pertanda umurnya singkat / pendek. Umur manusia diungkapkan dalam air yang ada dalam tempurung kehidupan itu (leke sebong)
Dalam tataran ini ada persamaan budaya Manggarai dengan Jawa untuk soal kelapa, pada ritus kehamilan / kelahiran. (JPS, 3 Nopember 2014).
Orang Manggarai adalah insan yang percaya akan daya supranatural. Hal supranatural membicarakan awal dan akhir sesuatu. Orang Manggarai menyakini hal ini. Tentang manusia, orang Manggarai percaya bahwa awal dan akhir kehidupannya ada dalam Tuhan. (JPS, 4 Nopember 2014).
Orang Manggarai adalah insan menyimbolkan dirinya dengan bambu. Bambu itu tumbuhan serbaguna. Maka manusia Manggarai segoyanya serba guna. Kapan dan di mana saja tetap dipakai, memberi manfaat, baik sejak kecil maupun ketika sudah tua.
(JPS, 4 Nopember 2014; inspirasi toilet lantai I, gedung Pasca Sarjana STF Driyarkara, 3 Nopember 2014).
Orang Manggarai adalah insan menyimbolkan dirinya dengan bambu. Bambu pada fase awal hingga periode tertentu, bertumbuh ke atas, mengarah ke langit. Selanjutnya pada fase tertentu akan tunduk runduk melihat tanah. Ini suatu simbol bahwa manusia Manggarai itu idealis, namun serentak realistis. Maka manusia Manggarai adalah insan yang idealis namun juga realis. (JPS, 9 Nopember 2014)
(JPS, 4 Nopember 2014; inspirasi toilet lantai I, gedung Pasca Sarjana STF Driyarkara, 3 Nopember 2014).
Orang Manggarai adalah insan yang membuat proyeksi dengan intensitas yang cukup tinggi. Hal ini terutama berlaku untuk masayarakat kelas menengah. Proyeksi (pencerminan) adalah mekasnisme memindahkan persoalan dari diri sendiri kepada orang lain, sehingga orang lain dianggap sebagai masalah yang menimpa dirinya. Hal ini berkaitan dengan peristiwa duka atau kegagalan yang dialami. Dalam peristiwa kematian misalnya, orang Manggarai masih sangat percaya bahwa penyebab kematian itu karena orang lain, berupa "ilmu sihir" yang dipakai untuk mendukakan orang lain, sehingga bisa menderita berkepanjangan bahkan meninggal atau juga menderita sakit berkepanjangan, misalnya sakit fisik: gila, buta, lumpuh. Dengan ini orang Manggarai tampaknya melarikan diri dari masalah dan tanggung jawab. Padahal kalau direfleksi bahwa masalah ini ada dalam diri sendiri, misalnya tak telaten merawat kesehatan, kurang pengetahuan. (Refleksi berinspirasi kematian Mm Megy, 29 Oktober 2014, Refleksi di atas motor, Kampung Bogor - Jl. Bulevar - Harapan Indah - stasius Cakung - Kereta Api, 11 Nopember 2014. JPS 12 Nop. 2014).
Orang Manggarai adalah insan yang percay bahwa mimpi memiliki makna untuk meramalkan. (lihat blog - dream dalam Nevergiveupgambaru.blogspot.com).
JPS, 12 Nopember 2014.
Orang Manggarai Sebagai Manusia Bambu
Orang Manggarai itu mengutamakan musyawarah untuk mufakat. Ini dinyatakan dalam lonto leok pada saat mengambil keputusan. (JPS, 15 Nop. 2014)
Orang manggarai percaya pada asterologi (ilmu perbintangan). Dalam soal berburu, terutama pada malam hari, orang Manggarai bisa memanfaatkan posisi benda-benda langit, terutama posisi bintang dan bulan. Bintang dan bulan simbol anjing (binatang peliharaan manusia) dan binatang milik roh-roh alam (darat) seperti babi hutan, landak, dan binatang hutan lainnya. (JPS, 15 Nop. 2014)
Orang Manggarai adalah insan yang belajar melalui toing (ajar) dan toming (berbuat). Orang Manggarai mengajar melalui praktek langsung (learning by doing) . Misalnya anak perempuan membantu ibu mengurus pekerjaan di dapur (memasak, mencuci piring / pakaian), anak laki-laki membantu ayah bekerja di kebun (mengolah kebun, membuat tali / pote wunut, pande mbaru, dll). (JPS, 15 Nop. 2014)
Orang Manggarai adalah insan yang memiliki rasa komunitas klan (suku) tinggi. Solidaritas suku sangat tinggi, terutama berkaitan dengan peristiwa kelahiran, sekolah dan kematian. Orang Manggarai merasa dirinya sebagai bagian dari anggota suku / klan itu. Bila ada istri saudara meninggal, maka saudaranya bisa mengawini istri saudaranya itu. Ini yang disebut "Lili". Lili ini untuk membantu satu sama lain, baik dirinya atau juga keturunan, bila ada anak, biar tak terlantar. (JPS, 15 Nop. 2014).
Orang Manggarai adalah insan yang meski duka sedang menimpanya, dia tetap tampil sebagai seniman, seniwati. Ini terungkap dalam peristiwa kematian. Saat meratapi jenasah ada goet-goet yang diucapkan tentang kenangan orang yang meninggal. Goet-goet lorang itu misalnya: lingot para kilo, longar para loang, ramut para mbaru, (umumnya perempuan yang meratap spt ini) ; sedangkan kaun laki biasanya dalam torok pemberian lain putih (wuwus / kain bakok). (JPS, 16 Nop. 2014).
Orang Manggarai adalah insan yang menghargai jenasah saat melayat dengan memberikan kain putih sebagai kaif kafan. Ini merupakan lambang harapan dan doa bahwa keluarga melepaskannya dengan rela, segala salah dimaafkan dan kiranya dia pulang / kembali ke alam baka (abadi) dengan suasana hati yang putih, jernih. Dia memulai lembar kehidupan baru dengan hati putih bersih. (JPS, 16 Nop. 2014).
Orang Manggarai adalah insan yang menghargai jenasah / mayat dengan cara memakamkannya secara pantas. Makan kadang tampak lebih baik daripada rumah orang hidup. Di banyak tempat di Manggarai, kita jumpai bahwa makam lebih mewah daripada rumah. Makam bisa terbuat dari keramik. Rumah orang hidup belum tentu. Mungkin berlantai tanah dan berdinding bambu. Tapi untuk soal makam, bisa terbuat dari tembok (batu-pasir -semen - air). Ada kesan bahwa orang Manggarai lebih orang mati daripada orang hidup. Mengapa? Mungkin karena dilandasi kekuatiran bahwa bila makam tidak diurus baik maka jiwa (wakar) orang yang sudah meninggal bisa marah lantas mengganggu mereka yang masih hidup. Maka, untuk menghindari kemarahan dilakukan "sogok" dengan membuat kubur yang baik baginya / mereka. Jiwa orang yang sudah meninggal dianggap bisa mendatangkan kebaikan dan keburukan bagi manusia. Bila tidak diperhatikan jiwa mereka bisa mendatangkan malapetaka. (VMG - Jl. Bulevar - Harapan Indah - Stasiun Cakung, 20 Nop. 2014 dan JPS 21 Nop. 2014).
Orang Manggarai adalah insan simbolis. Ada banyak kehidupan yang disimbolkan. Misalnya bambu sebagai lambang / simbol manusia; Air simbol hidup. (VMG 20 Nop. 2014, JPS 21 Nop. 2014).
Orang Manggarai adalah insan sederhana dan rendah hati. Hal ini bisa disimak dari ungkapan verbal dalam awal percakapan": "neka rabo" (harafiah: jangan marah). Dengan ini orang Manggarai menyatakan kerendahan hati agar dimaafkan bila mengganggu lawan bicara untuk kerelaan mendengarkan dia. (sumber inspirasi: tulisan Kraeng Frans Borgias, dalam
https://www.facebook.com/notes/fransiskus-borgias-m/ole-neka-rabo-ta/10152710950829733?pnref=story, dilihat pada Sabtu, 22 Nop. 2014.
Orang Manggarai adalah insan yang bersahabat dengan alam dan mengandalkan dan mendengarkan alam. Contoh ketika berburu dan menenam , lihat rasi bintang. Ketika pulang kerja dari kebun, dengan bunyi nuri dan kokak. Bila bangun pagi dengar usara ayam. Ayam, nuri dan kokak menadi buru penjaga waktu.
JPS, 22 Nop. 2014.
Orang Manggarai adalah insan pribadi / makhluk pribadi. Sebagai pribadi tentu ada keunikan. Keunikan ini dungkapkan dalam go'et: "wai' woleng lampa, lime woleng wajong." (langkahan kaki berbeda, lenggangan tangan tak sama.)
Orang Manggarai adalah makhluk sosial : Betong setede toe nganceng pola hanang koe. (bambu satu pohon tak mungkin bisa dipikul sendiri).
JPS, 26 nop. 2014
Orang Manggarai adalah insan yang percaya bahwa segala sesuatu ada masa berlakunya. Hal ini diungkapkan dalam dalam go'et berikut: "lando teu, te' muku, seru wohe" (tebu berbunga, pisang masak /matang, cocokan hudung kerbau akan lapuk") - Karena tak ada yang abadi, tak ada alasan untuk bermegah diri dan sombong.
VMG, Kamis, 27 Nop. 2014.
Orang Manggarai adalah insan yang percaya bahwa hidup ini terus berjalan, berubah, bergerak ibarat pergerakan matahari dari terbit hingga terbenamnya. Dalam banyak nasihat orang sering menyadarkan sesama akan hal ini."Oe.... sale main leso ge, neka temo,, Halo, matahari sudah mudah condong ke barat (mau terbenam), jangan terlena. (VMG, Kamar mandi, 29 Nop. 2014).
Orang Manggarai adalah pekerja keras dan jarang memilih pekerjaan. Semua jenis pekerjaan dirambah, termasuk pekerjaan yang membutuhkan dan menyedot energi cukup banyak. Dalam rangka menyelesaikan pekerjaan itu, orang butuh energi banyak juga. Karena itu tak heran bila orang Manggarai mengkonsumsi makanan dalam takaran yang lebih banyak bila dibandingkan dengan orang dari suku lainnya, misalnya Jawa. Orang Manggarai kerap mengonsumsi makanan dengan porsi "jumbo" dengam frekuensi tiga kali sehari, dengan dengan nasi sebagai sumber karbohidrat utama. (VMG, awal Desember, 1- 5 Desember 2014).
Orang Manggarai adalah insan yang memiliki pandangan yang khas tentang manusia. Perihal manusia, orang Manggarai, dari kosmologi, baik kosmologi rumah maupun kebun melihat manusia sebagai puncak dan pusat kosmosnya. Hal ini bisa dilihat dari gambar rumah adat Manggarai (Mbaru Niang) dan kebun komunal adat Manggarai (Lingko) seperti tampak berikut ini.
VMG dan JPS , 7 Desember 2014
Orang Manggarai adalah insan yang memiliki berusaha mempertahankan keberlangsungan diri dan suku melalui tindakan perkawinan. Dalam kaitan dengan perkawinan, orang Manggarai berpikir secara komunal bahwa istri saudara meruapakan bagian milik bersama sebagai suatu suku karena itu pantas untuk saling bantu membantu untuk meringankan beban hidup. Pola hidup bergotong royong dominan mewarnai kehidupan. Dalam perkawinan, dalam batas tertentu, saudara dalam suku bertanggung jawab atas keberlangsungan hidup saudara, termasuk bila saudara meninggal, bisa mengawini istri saudarinya. Kesatuan dan keberlajutan suku suku sangat diutamakan dalam hidup orang Manggarai sebagaimana goet: tiru irus, na' ranga (meniru hidung, merekam wajah); na waen pake // na' uten kuse (katak meninggalkan air kuah; kepiting meninggalkan / mewariskan sayur). Proses mengawini istri saudara yang sudah meninggal disebut lili. VMG dan JPS 13 Des. 2014).
Orang Manggarai adalah insan yang kreatif dan fleksibel ibarat air yang menjadi habitat kehidupan bagi diri manusia yang disimbolkan dalam wujud katak, teripang sebagaimana ungkapan goet berikut: Ipung setiwu neka woleng wintuk, pake se wae neka woleng tae (Teripang sekolam jangan berbeda perilaku, katak seair jangan berbeda kata). Air yang merupakan habitat kehidupan manusia sangat fleksibel, bisa menyesuaikan diri dengan dengan berbagai forma yang ditempatinya. Dimasukkan dalam botol, menjadi botol, dimasukkan dalam kuali bentuknya menjadi kuali, dimasukkan ke dalam bambu bentuknya menjadi seperti bambu, dll. (JPS, 16 Desember 2014).
Orang Manggarai adalah insan yang mengutamakan praksis. Praksis bagi orang Manggarai merupakan aksi berbuat melakukan yang terbaik bagi diri dan orang lain. Praksis ini sangat boleh jadi jauh dari yang ideal / sempurna tapi harus dilakukan sebagai upaya ada dan menjadi manusia. Spirit ini terlihat dari frase perintah dan penegasan berikut ini: "Ta de pande kaut e" (buat sajalah). "Ta de pande kaut e" adalah spirit Manggarai di mana kesempurnaan bukanlah ideal seorang manusia tetapi sebuah determinasi tanpa pretensi, sebuah upaya terus-menerus untuk membuat yang lebih baik dan mencobakannya dalam praktek. Ta de pande kaut menegaskan agar dengan talenta yang ada, seorang manusia melakukan yang optimal bagi kemungkinan yang lebih baik, bagi dirinya dan terlebih bagi yang lain. Ta de pande kaut juga menunjukkan kepercayaan tanpa syarat ( Gerard Bibang, https://www.facebook.com/groups/163390083735934/permalink/741989695875967/ diunduh 22 Desember 2014, pkl 19:03); Sebastian Lalong Rombeng, dalam coment pada Gerald Bibang, mengenang kepergian Pater Remi Sene, SVD, meninggal di Jakarta,
• BUAT SAJA adalah eulogi yang dibacakan pada misa arwah Pater Remi Sene SVD di Aula Marsudirini, Jakarta, Minggu 21 Desember 2014, pk.18.00 -----
Berkaitan dengan spirit orang Manggarai yang mengutamakan praksis, orang mengabadikannya dalam lagu, yang kesannya nyeleneh, tidak serius, tanpa sesungguhnya itu mengungkapkan salah satu spirit orang Manggarai yang mengedepankan praksis. Berikut cupilkan lagunya: "Apa gunan benta kesa... benta kesa benang kin wetan, apa gunan benta kesa" (Apa sih gunanya panggil abang, bila tidak mengizinkan saudari untuk menikah denganku). Di sini, panggil kesa (abang) harus disertai praksis mengizinkan saudari untuk nikah dengan seseorang. Bila itu dilakukan baru layak panggil abang (kesa). Jangan ngomong doang tapi harus ada aksi / bukti. (VMG - JPS, 24 Des. 2014).
Orang Manggarai adalah insan yang berpikir holistik . Ini terungkap dalam goet: "anggom kudut rangko" (merangkul supaya kebagian).
Spiritualitas anggom kudut rangko memandang dunia dengan gembira tanpa prasangka, tanpa kekangan dan kecurigaan dangkal, yang memandang memandang hidup selalu mulia dan tidak pernah hina, yang memandang seni selalu indah, yang memandang kata adalah puisi indah bagi Tuhan.
( Gerard Bibang, https://www.facebook.com/groups/163390083735934/permalink/741989695875967/ diunduh 22 Desember 2014, pkl 19:03)
BUAT SAJA adalah eulogi yang dibacakan pada misa arwah Pater Remi Sene SVD di Aula Marsudirini, Jakarta, Minggu 21 Desember 2014, pk.18.00 -----
Orang Manggarai adalah insan yang berbagi. Pati gisi arit agu singke gisi iret. Ini terlihat dari pembaduan tanah komunal (lingko). JPS, 22 Desember 2014.
Orang Manggarai adalah insan yang kadang cepat puas .
Lihat dialog Bone dengan Jaoano Baptista berikut ini.
Bonefasius Jehandut
Saya punya saudara sepupu namanya Aven Nundi.Sekarang ia sedang berada di Denpasar Bali untuk antar anaknya yang alami benjolan di punggung, sebesar telur ayam..Mengapa dirujuk ke Sanglah Denpasar? Karena di Manggarai tidak ada Rumah Sakit dan dokter yang mampu menanganinya.Bayangkan,ia seorang petani sederhana harus keluarkan biaya banyak untuk menolong anaknya harus ke Denpasar.
Saudara saya ini sebelumnya,kurang lebih dua(2) tahun lalu alami appendix dan pecah.Dia harus ke Bajawa untuk mendapatkan pertolongan.
Amat miris ya.Kemanakah pemerintah dan Gereja Katolik Manggarai raya?
Mengapa hingga kini belum ada rumah sakit yang mumpuni dan tenaga dokter yang handal di Manggara?
Apa yang anda pikirkan mengenai hal ini?Salam.
https://www.facebook.com/groups/163390083735934/
Juano Babtistha Amang, saya turut prihatin e. Moga operasinya berhasil.
Budaya buruk orang Manggarai yaitu cepat puas. Tahun 2002 RSUD Ruteng sudah naik kelas ke RS Tipe C. Jadi sudah 12 tahun belum jelas perbaikan statusnya dengan peningkatan infrastruktur dan jumlah tenaga dokter spesialisnya. Manggaraians anggap diri selalu sehat, pantas terlelap aman dalam ketidaknyamanannya.
Orang Manggarai adalah insan memiliki harapan baik. Ini nyata dari goet: "Eme lalong bakok du lakom, porong lalong rombeng du kolem; eme lalong rompok / pondong du ngom, porong lalong rombeng du kolem" (Bila ayam putih saat berangkat, mudah-mudahan ayam beragam warna saat kembali; bila ayam bulu pendek ketika berangkat, semoga ayam berbulu pangjang saat kembali. ) Ada harapan, semoga kesuksesan dibawa pulang ke rumah / kampung seplepas merantau.
(JPS, 22 Desember 2014).
Orang Manggarai adalah insan yang menjujung tinggi prinsip tiada kebahagiaan tanpa penderitaan " no pain no gain" yang dalam goet Manggarai: alang lahen. Spirit alang lahen menggaribawahi bahwa untuk pengorbanan menjadi taruhan untuk mendapat sesuatu. Untuk mendapat sesuatu orang harus berkorban (fisik, tenaga, waktu, harta / uang, perasaan, dll). Contoh, seseorang yang mau menikmmati keindahan bangunan asli Wae Rebo harus berkorban berjalan kaki sekitar 4 - 5 jam untuk sampai di sana. Lelah tentu. Orang tergoda untuk jatuh dalam keluhan: alang lahen lako ho' e.... ( perjalanan ini sungguh suatu pengorbanan; lelah fisik karena jalan kami dalam sekian jam.). VMG n JPS, 24 Des. 2014.
Orang Manggarai adalah insan yang tidak takut merantau. Orang Manggarai ada di mana-mana di Indonesia juga di luar negeri. Orang Manggarai hampir berada di semua benua. Mengapa orang Manggarai suka merantau? Mungkin karena pengaruh sekolah dan Gereja yang mengajarkan agar berani untuk melintas batas (passing over) jangan hanya tinggal dan mengenal daerah (kebudayaan) sendiri. Orang yang merantau bnyak yang diketahui. Hal ini diungkapkan dalam goet adat: "Do lako do ita , do bae" (Banyak jelajah banyak yang dilihat, banyak yang diketahui". Hal ini penting untuk menghindari pandangan sempit (katak di bawah tempurung / pake wa mai leke)... JPS, 24 Des. 2014
Orang Manggarai menyimbolkan orang yang sudah meninggal dengan batu. Bila ada orang meninggal, saat dikuburkan, pada bagian atas kubur pasti ditanam batu. Orang yang meninggal di luar kampung, dan dimakamkan di luar kampung - karena satu dan lain l hal, maka perlu bawa batu kubur dari tempat ia dimakamkan ke kampung kelahirannya. "Ba watu" (bawa batu). Batu itu simbol orang dan arwah orang yang meninggal.
JPS, 10 Oktober 2014.
Orang Manggarai adalah orang yang berpengharapan baik. Hal ini diungkapkan dalam goet, seperti: Sala dia' diang, sala jari tai' (semoga / kiranya sukses di hari esok, kiranya berhasil di kemudian hari). Dalam permainan memanjakan ayam pada saat kecil, harapan ini sering didengungkan, seperti dalam nyanyian berikut: "Kekang... kekang manuk kekang, duat gula we'mane kekang, kekang manuk kekang; Kekang... kekang manuk kekang, buta mata de kaka, wela mata de manuk, kekang, kekang manuk kekang...... (Ayam, ayam, kiranya mata elang buta tertutup, semoga matamu terbuka). Ayam merupakan simbol manusia. Ayam merupakan hasil perkawinan cahaya ilahi dengan manusia (perempuan).
JPS 10 and 11 Oktober 2014.
Orang Manggarai adalah orang yang menjadikan nasi sebagai makanan pokok. Bila mengkonsumsi sesuatu yang bukan nasi maka disebut belum makan. Makan untuk orang Manggarai harus mengkonsumsi nasi. Makanan yang lain dianggap sebagai sarapan. Orang Manggarai bisa serentak sarapan dan makan pagi/siang. Orang Manggarai memiliki perut yang "elastis dinamis". Bisa makan banyak. Bisa mengkonsumsi makanan dalam porsi jumbo.
JPS 12 Oktober 2014
Orang Manggarai adalah orang yang pada musim panen agak boros, sampai-sampai gumpalan nasi dijadikan pengganti bantu saat melempari anjing sebagaimana orang mengatakan: peke le kongko asu. Ungkapan ini menyiratkan bahwa manusia Manggarai kadang boros, menyia-nyiakan materi yang diperoleh dengan bekerja keras. Saat mengusahakannya dilakukan dengan berpeluh keringat dalam waktu yang lama namun untuk menghabiskannya dalam dalam waktu yang singkat. Orang Manggarai perlu belajar efisien dan efektif, termasuk belanja saat saat pasca panen.
JPS 12 Oktober 2014 dan 5 Juli 2017.
Orang Manggaai adalah insan yang kadang dan kerap mencari hiburan dengan sarana yang tidak tepat, misalnya berjudi. Ketika orang Manggarai sedang berduka karena kematian keluarga, orang Manggarai berkumpul untuk menghibur dengan mengadakan permainan kartu. Mereka duduk berjaga sambil main kartu dengan uang sebagai taruhannya. Hal ini hampir terjadi di semua kampung di Manggarai. Hal ini pernah menjadi keprihatinan agama(Katolik) dan negara (pemerintah). Agama dan negara melarang, namun sejauh ini belum ada hasil yang signifikan. (Micky Pandu - ketika berkunjung ke Jakarta pada, 14 Oktober 2014 bertutur bahwa, di Labuan Bajo, Manggarai Barat, Flores, seorang polisi yang dikenal luas meninggal. Dia adalah Simpel (?). Pada malam harinya, orang menggelar meja judi. 10 meja dibuka. Polisi dan tentara tak berani menangkap mereka itu. Uang duka yang terkumpul Rp 3 juta.
Gang Bacang - kelurahan Rawasari, CPB, Jakarta 14 Oktober 2014. Hasil obrolan dengan saudara-saudara: Micky - Festo - Yos dan saya.
Orang Manggaai adalah insan yang kadang dan kerap mencari hiburan dengan sarana yang tidak tepat, misalnya berjudi.
Orang Manggarai adalah insan yang melihat bahwa manusia sebagai pusat kehidupan. Hal ini bisa dilihat struktur tanah ulayat (lingko) dan struktur rumah adat (mbaru niang). Dalam struktur lingko, ada 2 unsur penting: Lodok (pusat) dan sising (jari-jari/batas terluar). Pada Lodok (pusat) ditanam kayu Teno. Konon Kayu Teno awal mulanya manusia. Kisahnya singkatnya sebagai berikut: Di Manggarai ada sepasang suami istri yang punya 13 anak, 6 orang laki-laki, 6 orang perempuan, 1 orang banci. Terjadi kelaparan hebat. Mereka merana. Suatu malam ayah mereka mendapat mimpi bagaimana cara mengatasi kelaparan. Dalam mimpi itu dia diminta untuk membunuh anaknya yang banci. Darahnya ditumpahkan di tanah. Dia melakukan hal itu. Beberapa hari kemudian, muncul berbagai jenis tanaman, seperti padi, jagung, kestela, mentimun. Di tempat itu ada juga pohon........(Teno). Lalu mereka mambagi tanah itu. Kayu Teno dijadikan sebagai pusat. Dalam budaya Manggarai, orang yang membagai tanah ulayat disebut Tua' Teno. Kayu Teno dan beberapa tanaman lain seperti padi, jagung, kestela, mentimun, dan lain-lain bersaudara dengan manusia. Dalam struktur rumah adat (mbaru niang), pada bagian atas ada gambar kepala manusia. Gambar itu dihubungka dengan tiang utama (siri bongkok) yang menjadi pusat mbaru niang.
siri bongkok itu dipercayai sebagai perempuan / gadis gunung (molas poco) yang diambil dari gunung (hutan) untuk dipersunting menjadi ratu kampung.
siri bongkok itu dipercayai sebagai perempuan / gadis gunung (molas poco) yang diambil dari gunung (hutan) untuk dipersunting menjadi ratu kampung.
(JPS, 15 dan 16 Oktober 2014)
Sumber: http://www.sunspiritindonesia.com/2014/07/12/muasal-pangan-legenda-dari-manggarai.php)
Orang Manggarai adalah insan yang memiliki konsep pembagian yang tegas terhadap wilayah "hegemoni" kehidupan antara laki-laki dan perempuan . Laki-laki ada di kebun, perempuan ada di rumah. Laki-laki bekerja mencari nafkah di kebun, perempuan mengatur rumah. Karena itu perempuan kerap diberi predikat ibu rumah tangga.
(JPS, 15 dan 16 Oktober 2014)
Orang Manggarai adalah insan yang teis, percaya bahwa Tuhan ada. Keyakinan ini dianut oleh setiap generasi, baik arkais maupun modern, baik elit mapun alit. Keyakinan mereka berkait erat dengan kepercayaan dinamisme dan animisme (anima: jiwa). Dalam kehidupan modern, spirit anisme dan dinamisme tetap dibawa mesti menganut agama modern (Katolik, Kristen Protestan, Islam, Hindu, Budha). Untuk agama modern, secara kuantitatif, mayoritas orang Manggrai beragama Katolik (.......%), menyusul Islam (.........%.), Protestan (......%), Hindu(......%), Budha (.....%). Kong fuchu (....%).
JPS, 18 Oktober 2014
Orang Manggarai adalah insan yang memiliki etika / adat sopan santun. Meski kadang ada juga yang tampak temperamental, banyak bicara (kemampuan verbal tinggi), kemampuan teknik (untuk menerapkan ide) kecil / rendah.
JPS, 18 Oktober 2014
Orang Manggarai adalah insan yang berusaha mengungkapkan agama dalam karya seni, misalnya dalam songket, tikar, bantal, keranjang, nyiru, rumah, tanah (lingko).
VMG, 19 October 2014 - inspiration from Mr. Harnoto
Orang Manggarai adalah insan yang meruapakan hasil perkawian Bapa langit dan ibu bumi.
VMG, 19 October 2014 - inspiration from Mr. Harnoto
Orang Manggarai adalah insan yang sadar bahwa dirinya dan orang di daerah lain punya persamaan derajat (equality) dan keunikan. Hal ini diungkapkan: Darat woleng tana, kokong woleng pong, poti woleng mori. Karena itu pantas bersikap wajar terhadap sesama, tak usah takut /cemas, inferior / rendah diri, karena setiap orang punya derajat yang sama dan kekhasan tersendiri.
VMG and JPS 21 October 2014.
Orang Manggarai adalah insan yang percaya pada predestinasi. Predestinasi ( kata Bahasa Yunani “proorizo” yang memiliki pengertian “ditentukan sebelumnya,” “ditetapkan,” “diputuskan sebelumnya) adalah nasib seseorang-apakah sukses atau gagal, umur pendek atau panjang - sudah ditentukan sebelum dia dilahirkan. Bagi orang Manggarai, mimpi merupakan "wahyu" predestinasi itu. "Wahyu" itu dinyatakan dalam mimpi ketika seorang ibu mengandung. Bagi orang Manggarai, mimpi-mimpi pada saat hamil meramalkan apa yang akan terjadi pada janin / bayinya di kemudian hari ketika dewasa. Mimpi menimba air misalnya. Bila menimba air di pancuran (air yang disalurkan bambu / tadah pakai bambu), itu tanda bahwa anak yang dilahirkan berjenis kelamin laki-laki. Namun bila menimba air di sumur / sungai, maka bayi yang kan dilahirkan itu berjenis kelamin perempuan. Selain actifitas menimba air, sarana lain yang dipakai untuk menunjukkn jenis kelamin adalah parang (golok) atktifitas keranjang / tikar / anting. Bila menerima golok (parang) berarti nak laki-laki. Bila menerima keranjang / tikar / anting berarti anak perempuan. Bila yang diterima adalah anting dengan motif dan warna menarik, artinya anak perempuan itu nanti bakal meraih kesuksesan, misalnya dapat jodoh yang ganteng dan banyak harta serta baik hati. Bila menimba air batu cadas tanda bahwa janinnya / anak itu nanti tidak berumur panjang. Bila menimba air di pancuran, anak itu nanti akan sehat dan umur panjang. Bila menimba air keruh /kotor, suatu ramalan bahwa anak itu bakal banyak mengalami duka dalam hidupnya, misalnya sakit penyakit datang menimpa anak itu.
(Refleksi, baca dan ngobrol dengan Mm Regina Jenaut dan Saudari Justina Jelita di Golo Karot Lembor, 24 Oktober 2014. Mama Regina asal Wela sedang maen ke Golo Karot Lembor. Saya telepon dari Bekasi - JPS, Harapan Indah, Bekasi, Timur Jakarta).
Lampu merah Jembatan Serong, Rawasari, Cempaka Putih Barat, Jakarta Pusat, 23 Oktober 2014.
Selesai kuliah Filsafat Budaya - ngobrol bersama Pa Adri Rusmin - orang Lembor, kakak tingkat program Magister F., sambil menunggu bus 47 , pkl 20.10 pm.
NB: KS Kristen kuat dengan gagasan Prestinasi, misalnya: Roma 8:29-30 (sumber: http://www.gotquestions.org/Indonesia/predestinasi.html)
JPS, 24 Oktober 2014
Orang Manggarai adalah insan yang meyakini bahwa kosmos bersifat siklis (circle = lingkaran). Pandangan ini turut mempengaruhi mentalitas dan cara pikir orang Manggarai yang melihat waktu itu selalu ada dan tersedia, sehingga ini memnuat pola hidupnya agak santai, suka menunda-nunda pekerjaan karena berpikir bahwa waktu itu selalu teredia dengan melimpah. Cara pandang siklik ini kita temukan dalam simbol lingko lodok, rumah niang (kericut) yang menjadi rumah adat Manggarai, dalam acara perkawinan (tukar kila / tukar cincin), dalam acara kematian (serong /seha kila pada malam menjelang seki telu /lima), bahkan pada acara hiburan main kartu (judi?) dan menyelesaikan masalah (lonto leok) juga menggunakan pola siklis.
Lampu merah Jembatan Serong, Rawasari, Cempaka Putih Barat, Jakarta Pusat, 23 Oktober 2014.
Selesai kuliah Filsafat Budaya - ngobrol bersama Pa Adri Rusmin - orang Lembor, kakak tingkat program Magister F., sambil menunggu bus 47 , pkl 20.10 pm.; ditulis di JPS, 25 Oktober 2014).
Orang Manggarai adalah insan yang meyakini bahwa kebenaran itu bersifat korenponden. Secara umum, kebenaran dipahami sebagai kesesuaian antara pikiran dan realitas. Dari definisi ini, atampak bahwa ada 2 hal yang bisa berpasangan (berkorespondensi), yakni pikiran dan realitas. Kebenaran dengan sifat korenpondensi ini dianut juga oleh rang Manggarai. Ketika orang mengatakan bahwa benar, perlu dicek apa yang dikatakan dengan realitas. Ketika seseorang mempersengketakan tanah tapal batas dan masing-masing mengklaim sebagai miliknya, maka perlu dicek perkataan itu dengan realitas di lapangan dengan kembali kepada norma yang berlaku yakni adat untuk menentukan tapal batas. Apa yang dikatakan diuju dalam realitas. Dalam urusan sengketa tanah, adat merupakan pengadilan terbaik. Tetua adat (tua' teno) bersama sataf akan turun ke lapangan untuk memeta ulang tanah itu. Tua' teno dan stafnya akan menjatuhkan putusan di lapangan. Namun, bila sengketa tanah antar kampung, misalnya merebut tanah ulayat, kebenaran ditentukan oleh kemenangan dalam perang tanding di tanah sengketa. Kampung (suku) yang lebih banyak jatuh korban (meninggal) merekala yang kala. Kampung yang sedikit (nihil) korban dinyatakan sebagai dan pihak yang benar. Mendahului "perang tanding" kedua kubu bisanya menyampai "doa sumpah" yang disebut wada. Roh tanah (semesta) akan mendengar doa sumpah itu. Bisananya roh tanah (semesta) akan memenangkan yang benar. Pihak yang salah akan diganjari dengan kematian satu atau lebih pasukan perang tandingnya. Kebenaran subyektif diuji dengan realitas (aturan adat) sehingga menghasilkan kebenaran obyektif. Contoh lsin misalnya, bila orang mengatakan bahwa saya memiliki uang, maka perkataan itu perlu diuju dengan menunjukkan bakti real uang itu.
(VMG dan JPS , 25 Oktober 2014)
Orang Manggarai adalah insan yang meyakini bahwa sedikit banyaknya masalah dalam hidup sebagian besar ditentukan oleh diri sendiri atau orang terdekat. Persoalan sulit diselesaikan karena diri kita atau rang dekat kita menjadi bagian dari persoalan. Orang Manggarai mengungkapkannya dalam go'et: dintuk saru siku (wingkul), tepo saru regot, pengges saru sembe, akit saru sai, tier saru lime, pelambar saru mata, rutek saru utek."
(VMG dan JPS , 25 Oktober 2014)
Orang Manggarai adalah insan yang meyakini bahwa sepanjang hayat kehidupannya, sejak dalam kandung, lahir hingga mati dihubungkan dengan bambu.
- Saat dalam kandungan /awal pembentukan: mimpi mama tentang timba air menggunakan /memikul bambu, timba air di pancuran (bambu).
- Saat lahir: tali pusat diputus /dipotong menggunakan ..... lampek (kulit bambu yang diambil tipis, sangat tajam)
- Fase kehidupan: bambu untuk makanan (sayur), bambu untuk buat rumah (tiang, atap, alas (gedek /lencar), meja, kursi) dan perabot rumah tangga - meja - kursi, perabotan makan / masak: irus, senduk (sombek lait gola), perabot kerajinan: keranjang (besar dan kecil), bakul, nyiru; perabot kerja: parang: ragot (kekokohan /keberanian harus erpangkalkan kemanusiaan), bambu sebagai penyalur /pembawa dan penampung air (tuak), bambu sebagai jembatan dan tangga; alat suling tuak, alat musik (seruling), saat bermain: krangkuk alu / pering; bambu untuk buat aoi (soseng) dan kayu bakar; haju lewe du hese mbaru ; dipakai dalam nyanyian "sanda" gurun: alat keamanan ( tongkat/ senjata), dipakai saat gotong orang sakit / beban (rotong ata beti / rakang rapu),lemba gola, saat mengurus membersihkan jeroan hewan, pakai bambu (lampek) untuk memotong / membelah usus saat memcuci / membersihkan jeroan itu, meriam bambu (pewarta berita duka / bo. ***** Manusia Manggarai mengawali dan mengakhiri kehidupannya dengan bambu. (Bengkar one mai belang, bo one mai betong; lampet poro agu lampek lima; eme wakak betong asa, manga wake nipu tae, eme muntung gurung pu' manga wungkut nipu curup);
Bus way (tranjakarta TJ 0039, Pulau Gadung - Kalideres - Galur - Senen - RSPAD - MONAS - Istiglal - Katedral - Juanda, 26 Oktober 2014, pkl 19:30 - 20.00
Orang Manggarai adalah insan yang meyakini dan mengajari serta mengamini bahwa manusia merupakan bagian dari alam, karena itu merusak (melukai) alam berarti melukai diri sendiri (manusia). Bila alam dan rohnya dilukai (disakiti) maka manusia juga turut terluka (sakit). Ini nyata dalam cara pandang tentang rudak (ngelong) . Rudak (ngelong) adalah cara pandang equilibrium orang Manggarai yang melihat bahwa sakit penyakit yang diderita seseorang merupakan akibat melukai alam dan rohnya. Derita yang dialami alam dicerminkan kepada manusia atau keluarga yang melukai alam dan rohnya itu. Agar bisa sembuh maka perlu dibuat upacara pemulihan hubungan berupa persembahan hewan pada tempat kejadian. Upacara pemulihan hubungan ini disebut ngelong. Bahan yang dipersembahkan berupa ayam atau telur. Tentang warna ayamnya tergantung "penglihatan" dukun (para normal). Pada saat dilaksanakan diucapkan kata-kata berikut: Denge le hau manuk / ruha. Eme beti diha ... wajol poka haju reu ko rempe sala kakar tana wiga beti laing agu dendang jejek hia ko ise one tara beti dendang diha...... Ho de manuk takung te tura sala agu te hambor. Tiba le manuk / ruha ho. Ho manuk agu ruha te hambor kudut tanggang lasa, wear pempang, oke sopel, wur rusuk, kando dango. Denge lite Mori agu Ngaran, sangged empo tana." Ho manuk takung latang sanggep gauk ata toe gancu agu toe naud. (Inspirasi ngelong one keluarga Hila Gudin du beti de hae kilon Sisilia Sangur (mm Megy). Itan lata mata gerak wajol rudak (hena kaka - ular / balak/ kakar tana) du poka pao wa bangka te pande banggang / balok, one wulang September 2014. Mm Megi beti one bulan Oktober. Tanggal 27 Oktober padong awo RSU Ruteng. Itan lata mata gerak ga wajol rudak du poka haju pau wa uma Bangka / ko pande kios lupi one Natas mbaru gendang. Itan le dokter ga, diabetes. Gula darah mencapai 400. Welet waset mata (mata bakok) wajol kekurangan cairan one weki. Mu' reu: tobang one mu' / lema). Rencana ngelong le mane ho' to'ng (Selasa, 28 Oktober 2014). Se tu'n ho cara data Manggarai te tombo tentang lino mosen (Inilah cara orang Manggarai menjelaskan fenomena alam / kehidupannya, yang belum tentu benar dari perspektif ilmiah. Benar atau salah menurut perspektif ilmiah, ini urusan lain) - hasil ngobrol agu hia kae Beny Jelami agu hia Enu Mery Jemen). Du beti de ended Megy manga do nipi daat, neho: nipi wadal hia ended Megy, Nipi Ela ata ngai weo/ pongo, kudut teke te mbelen kali, nipi tondek liha ema Nober one mbaru. Nipi daku, nipi sapu peang natas neho kudut te pari kopi.
.: korban memiliki makna untuk menyembuhkan / mendamaikan
Orang Manggarai adalah insan yang meyakini bahwa kematian bukan akhir dari kehidupan tetapi awal kehidupan. Karena itu orang Manggarai, begitu perpisahan dengan orang yang meninggal - mengjelang diantar ke pekuburan, saat pedeng reweng / bokong, mereka memberikan pesan bahkan memberikan bekan berupa benda bahkan uang. Ada yang Rp 200.000, ada yang Rp 50.000, Rp 10.000, ke dalam peti bahkan di atas pekuburan orang yang meninggal itu (Saat Sisilia Sangur / Esy / mamad Megy meninggal, dan dimakamkan pada 30 Oktober 2014, keluarga memberikan uang. Saudaranya Tian Rp 200.000, kakak ipar, Beny Rp 50.000). (JPS, 3 Nopember 2014).
Orang Manggarai adalah insan yang mengingat / mengangkat / memuji kebaikan / kehebatan orang lain saat orang itu meninggal. Dalam tangisan, dalam pembicaraan, litani kebaikan orang itu disebutkan, diingat saat tangisan / pembicarran saat duka itu. (Contoh, ketika Sisilia Sangur / Esy / mamad Megy meninggal, rangkaian kisah kebaikannya dituturkan, misalnya, Esy orangnya sabar, murah senyum, ramah, komunikatif, murah hati, penyayang, dll. Esy meninggal 29 Oktober 2014 di RSU Ruteng lalu dimakamkan 30 Oktober di pemakaman Wela, kecamatan Ruteng, Manggarai).(JPS, 3 Nopember 2014).
Dalam kaitan dengan kematian, orang manggarai percaya bahwa hidup ini hidup ini ada awal dan akhir. Awal kehidupan berasal dari Tuhan dan akan kembali kepada Tuhan. Hidup ini merupakan ziarah. Berapa lama ziarah itu tergantung kemurahan Tuhan. Manusia sudah diwariskan kehidupan. Saat awal pembentukan kehidupan manusia (wantang) saat itu melalui mimpi sudah disampaikan ramalam tentang manusia itu, berupa mimpi tentang timba air. Ada yang meyakini bahwa air kehidupan itu diberikan dalam bentuk tempurung untuk gayung air untuk mandi. Setiap orang mendapat itu. Ada yang mendapat air dengan tempurung kelapa besar berarti usianya panjang, ada yang dapat tepurung kelapa yang sedang, umurnya menengah, ada yang dapat tempurung kelapa dan airnya yang kecil, pertanda umurnya singkat / pendek. Umur manusia diungkapkan dalam air yang ada dalam tempurung kehidupan itu (leke sebong)
Dalam tataran ini ada persamaan budaya Manggarai dengan Jawa untuk soal kelapa, pada ritus kehamilan / kelahiran. (JPS, 3 Nopember 2014).
Orang Manggarai adalah insan yang percaya akan daya supranatural. Hal supranatural membicarakan awal dan akhir sesuatu. Orang Manggarai menyakini hal ini. Tentang manusia, orang Manggarai percaya bahwa awal dan akhir kehidupannya ada dalam Tuhan. (JPS, 4 Nopember 2014).
Orang Manggarai adalah insan menyimbolkan dirinya dengan bambu. Bambu itu tumbuhan serbaguna. Maka manusia Manggarai segoyanya serba guna. Kapan dan di mana saja tetap dipakai, memberi manfaat, baik sejak kecil maupun ketika sudah tua.
(JPS, 4 Nopember 2014; inspirasi toilet lantai I, gedung Pasca Sarjana STF Driyarkara, 3 Nopember 2014).
Orang Manggarai adalah insan menyimbolkan dirinya dengan bambu. Bambu pada fase awal hingga periode tertentu, bertumbuh ke atas, mengarah ke langit. Selanjutnya pada fase tertentu akan tunduk runduk melihat tanah. Ini suatu simbol bahwa manusia Manggarai itu idealis, namun serentak realistis. Maka manusia Manggarai adalah insan yang idealis namun juga realis. (JPS, 9 Nopember 2014)
(JPS, 4 Nopember 2014; inspirasi toilet lantai I, gedung Pasca Sarjana STF Driyarkara, 3 Nopember 2014).
Orang Manggarai adalah insan yang membuat proyeksi dengan intensitas yang cukup tinggi. Hal ini terutama berlaku untuk masayarakat kelas menengah. Proyeksi (pencerminan) adalah mekasnisme memindahkan persoalan dari diri sendiri kepada orang lain, sehingga orang lain dianggap sebagai masalah yang menimpa dirinya. Hal ini berkaitan dengan peristiwa duka atau kegagalan yang dialami. Dalam peristiwa kematian misalnya, orang Manggarai masih sangat percaya bahwa penyebab kematian itu karena orang lain, berupa "ilmu sihir" yang dipakai untuk mendukakan orang lain, sehingga bisa menderita berkepanjangan bahkan meninggal atau juga menderita sakit berkepanjangan, misalnya sakit fisik: gila, buta, lumpuh. Dengan ini orang Manggarai tampaknya melarikan diri dari masalah dan tanggung jawab. Padahal kalau direfleksi bahwa masalah ini ada dalam diri sendiri, misalnya tak telaten merawat kesehatan, kurang pengetahuan. (Refleksi berinspirasi kematian Mm Megy, 29 Oktober 2014, Refleksi di atas motor, Kampung Bogor - Jl. Bulevar - Harapan Indah - stasius Cakung - Kereta Api, 11 Nopember 2014. JPS 12 Nop. 2014).
Orang Manggarai adalah insan yang percay bahwa mimpi memiliki makna untuk meramalkan. (lihat blog - dream dalam Nevergiveupgambaru.blogspot.com).
JPS, 12 Nopember 2014.
Orang Manggarai Sebagai Manusia Bambu
(Molor te tombo - Nggepuk te Gejur) : Manusia Kaya Makna (JPS, 15 Nopember 2014)
Orang Manggarai adalah manusia simbolis. Salah satu simbol orang Manggarai adalah bambu. Bambu itu tumbuhan multi fungsi. Maka, dengan mengusung bambu sebagai simbol hidupnya, orang Manggarai memiliki obesi / cita-cita / tujuan menjadi manusia kaya makna, "bijak berbicara, terampil melakukan".
Orang Manggarai itu mengutamakan musyawarah untuk mufakat. Ini dinyatakan dalam lonto leok pada saat mengambil keputusan. (JPS, 15 Nop. 2014)
Orang manggarai percaya pada asterologi (ilmu perbintangan). Dalam soal berburu, terutama pada malam hari, orang Manggarai bisa memanfaatkan posisi benda-benda langit, terutama posisi bintang dan bulan. Bintang dan bulan simbol anjing (binatang peliharaan manusia) dan binatang milik roh-roh alam (darat) seperti babi hutan, landak, dan binatang hutan lainnya. (JPS, 15 Nop. 2014)
Orang Manggarai adalah insan yang belajar melalui toing (ajar) dan toming (berbuat). Orang Manggarai mengajar melalui praktek langsung (learning by doing) . Misalnya anak perempuan membantu ibu mengurus pekerjaan di dapur (memasak, mencuci piring / pakaian), anak laki-laki membantu ayah bekerja di kebun (mengolah kebun, membuat tali / pote wunut, pande mbaru, dll). (JPS, 15 Nop. 2014)
Orang Manggarai adalah insan yang memiliki rasa komunitas klan (suku) tinggi. Solidaritas suku sangat tinggi, terutama berkaitan dengan peristiwa kelahiran, sekolah dan kematian. Orang Manggarai merasa dirinya sebagai bagian dari anggota suku / klan itu. Bila ada istri saudara meninggal, maka saudaranya bisa mengawini istri saudaranya itu. Ini yang disebut "Lili". Lili ini untuk membantu satu sama lain, baik dirinya atau juga keturunan, bila ada anak, biar tak terlantar. (JPS, 15 Nop. 2014).
Orang Manggarai adalah insan yang meski duka sedang menimpanya, dia tetap tampil sebagai seniman, seniwati. Ini terungkap dalam peristiwa kematian. Saat meratapi jenasah ada goet-goet yang diucapkan tentang kenangan orang yang meninggal. Goet-goet lorang itu misalnya: lingot para kilo, longar para loang, ramut para mbaru, (umumnya perempuan yang meratap spt ini) ; sedangkan kaun laki biasanya dalam torok pemberian lain putih (wuwus / kain bakok). (JPS, 16 Nop. 2014).
Orang Manggarai adalah insan yang menghargai jenasah saat melayat dengan memberikan kain putih sebagai kaif kafan. Ini merupakan lambang harapan dan doa bahwa keluarga melepaskannya dengan rela, segala salah dimaafkan dan kiranya dia pulang / kembali ke alam baka (abadi) dengan suasana hati yang putih, jernih. Dia memulai lembar kehidupan baru dengan hati putih bersih. (JPS, 16 Nop. 2014).
Orang Manggarai adalah insan yang menghargai jenasah / mayat dengan cara memakamkannya secara pantas. Makan kadang tampak lebih baik daripada rumah orang hidup. Di banyak tempat di Manggarai, kita jumpai bahwa makam lebih mewah daripada rumah. Makam bisa terbuat dari keramik. Rumah orang hidup belum tentu. Mungkin berlantai tanah dan berdinding bambu. Tapi untuk soal makam, bisa terbuat dari tembok (batu-pasir -semen - air). Ada kesan bahwa orang Manggarai lebih orang mati daripada orang hidup. Mengapa? Mungkin karena dilandasi kekuatiran bahwa bila makam tidak diurus baik maka jiwa (wakar) orang yang sudah meninggal bisa marah lantas mengganggu mereka yang masih hidup. Maka, untuk menghindari kemarahan dilakukan "sogok" dengan membuat kubur yang baik baginya / mereka. Jiwa orang yang sudah meninggal dianggap bisa mendatangkan kebaikan dan keburukan bagi manusia. Bila tidak diperhatikan jiwa mereka bisa mendatangkan malapetaka. (VMG - Jl. Bulevar - Harapan Indah - Stasiun Cakung, 20 Nop. 2014 dan JPS 21 Nop. 2014).
Orang Manggarai adalah insan simbolis. Ada banyak kehidupan yang disimbolkan. Misalnya bambu sebagai lambang / simbol manusia; Air simbol hidup. (VMG 20 Nop. 2014, JPS 21 Nop. 2014).
Orang Manggarai adalah insan sederhana dan rendah hati. Hal ini bisa disimak dari ungkapan verbal dalam awal percakapan": "neka rabo" (harafiah: jangan marah). Dengan ini orang Manggarai menyatakan kerendahan hati agar dimaafkan bila mengganggu lawan bicara untuk kerelaan mendengarkan dia. (sumber inspirasi: tulisan Kraeng Frans Borgias, dalam
https://www.facebook.com/notes/fransiskus-borgias-m/ole-neka-rabo-ta/10152710950829733?pnref=story, dilihat pada Sabtu, 22 Nop. 2014.
Orang Manggarai adalah insan yang bersahabat dengan alam dan mengandalkan dan mendengarkan alam. Contoh ketika berburu dan menenam , lihat rasi bintang. Ketika pulang kerja dari kebun, dengan bunyi nuri dan kokak. Bila bangun pagi dengar usara ayam. Ayam, nuri dan kokak menadi buru penjaga waktu.
JPS, 22 Nop. 2014.
Orang Manggarai adalah insan pribadi / makhluk pribadi. Sebagai pribadi tentu ada keunikan. Keunikan ini dungkapkan dalam go'et: "wai' woleng lampa, lime woleng wajong." (langkahan kaki berbeda, lenggangan tangan tak sama.)
Orang Manggarai adalah makhluk sosial : Betong setede toe nganceng pola hanang koe. (bambu satu pohon tak mungkin bisa dipikul sendiri).
JPS, 26 nop. 2014
Orang Manggarai adalah insan yang percaya bahwa segala sesuatu ada masa berlakunya. Hal ini diungkapkan dalam dalam go'et berikut: "lando teu, te' muku, seru wohe" (tebu berbunga, pisang masak /matang, cocokan hudung kerbau akan lapuk") - Karena tak ada yang abadi, tak ada alasan untuk bermegah diri dan sombong.
VMG, Kamis, 27 Nop. 2014.
Orang Manggarai adalah insan yang percaya bahwa hidup ini terus berjalan, berubah, bergerak ibarat pergerakan matahari dari terbit hingga terbenamnya. Dalam banyak nasihat orang sering menyadarkan sesama akan hal ini."Oe.... sale main leso ge, neka temo,, Halo, matahari sudah mudah condong ke barat (mau terbenam), jangan terlena. (VMG, Kamar mandi, 29 Nop. 2014).
Orang Manggarai adalah pekerja keras dan jarang memilih pekerjaan. Semua jenis pekerjaan dirambah, termasuk pekerjaan yang membutuhkan dan menyedot energi cukup banyak. Dalam rangka menyelesaikan pekerjaan itu, orang butuh energi banyak juga. Karena itu tak heran bila orang Manggarai mengkonsumsi makanan dalam takaran yang lebih banyak bila dibandingkan dengan orang dari suku lainnya, misalnya Jawa. Orang Manggarai kerap mengonsumsi makanan dengan porsi "jumbo" dengam frekuensi tiga kali sehari, dengan dengan nasi sebagai sumber karbohidrat utama. (VMG, awal Desember, 1- 5 Desember 2014).
Orang Manggarai adalah insan yang memiliki pandangan yang khas tentang manusia. Perihal manusia, orang Manggarai, dari kosmologi, baik kosmologi rumah maupun kebun melihat manusia sebagai puncak dan pusat kosmosnya. Hal ini bisa dilihat dari gambar rumah adat Manggarai (Mbaru Niang) dan kebun komunal adat Manggarai (Lingko) seperti tampak berikut ini.
VMG dan JPS , 7 Desember 2014
Orang Manggarai adalah insan yang memiliki berusaha mempertahankan keberlangsungan diri dan suku melalui tindakan perkawinan. Dalam kaitan dengan perkawinan, orang Manggarai berpikir secara komunal bahwa istri saudara meruapakan bagian milik bersama sebagai suatu suku karena itu pantas untuk saling bantu membantu untuk meringankan beban hidup. Pola hidup bergotong royong dominan mewarnai kehidupan. Dalam perkawinan, dalam batas tertentu, saudara dalam suku bertanggung jawab atas keberlangsungan hidup saudara, termasuk bila saudara meninggal, bisa mengawini istri saudarinya. Kesatuan dan keberlajutan suku suku sangat diutamakan dalam hidup orang Manggarai sebagaimana goet: tiru irus, na' ranga (meniru hidung, merekam wajah); na waen pake // na' uten kuse (katak meninggalkan air kuah; kepiting meninggalkan / mewariskan sayur). Proses mengawini istri saudara yang sudah meninggal disebut lili. VMG dan JPS 13 Des. 2014).
Orang Manggarai adalah insan yang kreatif dan fleksibel ibarat air yang menjadi habitat kehidupan bagi diri manusia yang disimbolkan dalam wujud katak, teripang sebagaimana ungkapan goet berikut: Ipung setiwu neka woleng wintuk, pake se wae neka woleng tae (Teripang sekolam jangan berbeda perilaku, katak seair jangan berbeda kata). Air yang merupakan habitat kehidupan manusia sangat fleksibel, bisa menyesuaikan diri dengan dengan berbagai forma yang ditempatinya. Dimasukkan dalam botol, menjadi botol, dimasukkan dalam kuali bentuknya menjadi kuali, dimasukkan ke dalam bambu bentuknya menjadi seperti bambu, dll. (JPS, 16 Desember 2014).
Orang Manggarai adalah insan yang mengutamakan praksis. Praksis bagi orang Manggarai merupakan aksi berbuat melakukan yang terbaik bagi diri dan orang lain. Praksis ini sangat boleh jadi jauh dari yang ideal / sempurna tapi harus dilakukan sebagai upaya ada dan menjadi manusia. Spirit ini terlihat dari frase perintah dan penegasan berikut ini: "Ta de pande kaut e" (buat sajalah). "Ta de pande kaut e" adalah spirit Manggarai di mana kesempurnaan bukanlah ideal seorang manusia tetapi sebuah determinasi tanpa pretensi, sebuah upaya terus-menerus untuk membuat yang lebih baik dan mencobakannya dalam praktek. Ta de pande kaut menegaskan agar dengan talenta yang ada, seorang manusia melakukan yang optimal bagi kemungkinan yang lebih baik, bagi dirinya dan terlebih bagi yang lain. Ta de pande kaut juga menunjukkan kepercayaan tanpa syarat ( Gerard Bibang, https://www.facebook.com/groups/163390083735934/permalink/741989695875967/ diunduh 22 Desember 2014, pkl 19:03); Sebastian Lalong Rombeng, dalam coment pada Gerald Bibang, mengenang kepergian Pater Remi Sene, SVD, meninggal di Jakarta,
• BUAT SAJA adalah eulogi yang dibacakan pada misa arwah Pater Remi Sene SVD di Aula Marsudirini, Jakarta, Minggu 21 Desember 2014, pk.18.00 -----
Berkaitan dengan spirit orang Manggarai yang mengutamakan praksis, orang mengabadikannya dalam lagu, yang kesannya nyeleneh, tidak serius, tanpa sesungguhnya itu mengungkapkan salah satu spirit orang Manggarai yang mengedepankan praksis. Berikut cupilkan lagunya: "Apa gunan benta kesa... benta kesa benang kin wetan, apa gunan benta kesa" (Apa sih gunanya panggil abang, bila tidak mengizinkan saudari untuk menikah denganku). Di sini, panggil kesa (abang) harus disertai praksis mengizinkan saudari untuk nikah dengan seseorang. Bila itu dilakukan baru layak panggil abang (kesa). Jangan ngomong doang tapi harus ada aksi / bukti. (VMG - JPS, 24 Des. 2014).
Orang Manggarai adalah insan yang berpikir holistik . Ini terungkap dalam goet: "anggom kudut rangko" (merangkul supaya kebagian).
Spiritualitas anggom kudut rangko memandang dunia dengan gembira tanpa prasangka, tanpa kekangan dan kecurigaan dangkal, yang memandang memandang hidup selalu mulia dan tidak pernah hina, yang memandang seni selalu indah, yang memandang kata adalah puisi indah bagi Tuhan.
( Gerard Bibang, https://www.facebook.com/groups/163390083735934/permalink/741989695875967/ diunduh 22 Desember 2014, pkl 19:03)
BUAT SAJA adalah eulogi yang dibacakan pada misa arwah Pater Remi Sene SVD di Aula Marsudirini, Jakarta, Minggu 21 Desember 2014, pk.18.00 -----
Orang Manggarai adalah insan yang berbagi. Pati gisi arit agu singke gisi iret. Ini terlihat dari pembaduan tanah komunal (lingko). JPS, 22 Desember 2014.
Orang Manggarai adalah insan yang kadang cepat puas .
Lihat dialog Bone dengan Jaoano Baptista berikut ini.
Bonefasius Jehandut
Saya punya saudara sepupu namanya Aven Nundi.Sekarang ia sedang berada di Denpasar Bali untuk antar anaknya yang alami benjolan di punggung, sebesar telur ayam..Mengapa dirujuk ke Sanglah Denpasar? Karena di Manggarai tidak ada Rumah Sakit dan dokter yang mampu menanganinya.Bayangkan,ia seorang petani sederhana harus keluarkan biaya banyak untuk menolong anaknya harus ke Denpasar.
Saudara saya ini sebelumnya,kurang lebih dua(2) tahun lalu alami appendix dan pecah.Dia harus ke Bajawa untuk mendapatkan pertolongan.
Amat miris ya.Kemanakah pemerintah dan Gereja Katolik Manggarai raya?
Mengapa hingga kini belum ada rumah sakit yang mumpuni dan tenaga dokter yang handal di Manggara?
Apa yang anda pikirkan mengenai hal ini?Salam.
https://www.facebook.com/groups/163390083735934/
Juano Babtistha Amang, saya turut prihatin e. Moga operasinya berhasil.
Budaya buruk orang Manggarai yaitu cepat puas. Tahun 2002 RSUD Ruteng sudah naik kelas ke RS Tipe C. Jadi sudah 12 tahun belum jelas perbaikan statusnya dengan peningkatan infrastruktur dan jumlah tenaga dokter spesialisnya. Manggaraians anggap diri selalu sehat, pantas terlelap aman dalam ketidaknyamanannya.
Orang Manggarai adalah insan memiliki harapan baik. Ini nyata dari goet: "Eme lalong bakok du lakom, porong lalong rombeng du kolem; eme lalong rompok / pondong du ngom, porong lalong rombeng du kolem" (Bila ayam putih saat berangkat, mudah-mudahan ayam beragam warna saat kembali; bila ayam bulu pendek ketika berangkat, semoga ayam berbulu pangjang saat kembali. ) Ada harapan, semoga kesuksesan dibawa pulang ke rumah / kampung seplepas merantau.
(JPS, 22 Desember 2014).
Orang Manggarai adalah insan yang menjujung tinggi prinsip tiada kebahagiaan tanpa penderitaan " no pain no gain" yang dalam goet Manggarai: alang lahen. Spirit alang lahen menggaribawahi bahwa untuk pengorbanan menjadi taruhan untuk mendapat sesuatu. Untuk mendapat sesuatu orang harus berkorban (fisik, tenaga, waktu, harta / uang, perasaan, dll). Contoh, seseorang yang mau menikmmati keindahan bangunan asli Wae Rebo harus berkorban berjalan kaki sekitar 4 - 5 jam untuk sampai di sana. Lelah tentu. Orang tergoda untuk jatuh dalam keluhan: alang lahen lako ho' e.... ( perjalanan ini sungguh suatu pengorbanan; lelah fisik karena jalan kami dalam sekian jam.). VMG n JPS, 24 Des. 2014.
Orang Manggarai adalah insan yang tidak takut merantau. Orang Manggarai ada di mana-mana di Indonesia juga di luar negeri. Orang Manggarai hampir berada di semua benua. Mengapa orang Manggarai suka merantau? Mungkin karena pengaruh sekolah dan Gereja yang mengajarkan agar berani untuk melintas batas (passing over) jangan hanya tinggal dan mengenal daerah (kebudayaan) sendiri. Orang yang merantau bnyak yang diketahui. Hal ini diungkapkan dalam goet adat: "Do lako do ita , do bae" (Banyak jelajah banyak yang dilihat, banyak yang diketahui". Hal ini penting untuk menghindari pandangan sempit (katak di bawah tempurung / pake wa mai leke)... JPS, 24 Des. 2014
Orang Manggarai adalah insan yang beradab, punya sopan santun. Hal ini antara lain bisa disimak dalam pola laku orang Manggarai dan juga dalam mitos-mitos kehidupan orang Manggarai. Salah satunya adalah mitos Orang Wali dalam Kisah Poco Kuwus (di Kecamatan Kuwus) dan Terjadinya (Golo Umpu di Labe, kecamatan Welak), Manggarai Barat. Konon, ada dua orang bersaudara, kakak beradik menghuni Poco Kuwus. Tabiat sang adik agak "nakal" menurut pandangan sang kakak, Poco Kuwus. Kelakuan yang rada nakal itu adalah Sang adik sering menggoda saudari. Sang kakak, Poco Kuwus marah. Dia meminta sang adik pergi dari hadapannya. Adikpun patuh. Dia berangkat. Ketika dia putuskan pergi, tiba-tiba sebagian Poco Kuwus runtuh / longsor. Pada kenyataannya memang, bagian Barat Poco Kuwus longsor (lus /luh) Sang adik berjalan dengan gugus "gunung" (sebagian Poco Kuwus). Dia tiba di Wae Wali. Di situ dia bertanya kepada sang kakak: "Ndo aku ko kae?" (Kakanda, apakah tempat kediamanku di sini? tanyanya. "Toe, lau-lau koe," jawab kakanda (Tidak, teruslah ke sana). Komunikasi minta izin itu beberapa kali terjadi, mulai dari Wae Wali, Pong Poru, Berang Nangis. ... Begitu melewati kampung Labe, sang adikpun bertanya sekali lagi. "Ndo aku ko kae?" (Kakanda, apakah tempat kediamanku di sini? tanyanya. Sang kakak tak menjawab. Sang adik berkesimpulan bahwa kakak menghendaki dia tinggal di situ. Boleh jadi sang adik perpikir bahwa dia menyetuji dia tinggal di situ. Di sini, diam berarti setuju. Kawasan dataran rendah orang Labe / Semang yang sedang ditumbuhi padi yang sedang menguning berubah diba-tiba di tengahnya ditumbuhi bukit / golo. Itulah Golo Umpu. Poco Kuwus dan Golo Umpu mereka merupakan kakak beradik. (JPS, 27 Desember 2014 --- kisah berasal dari Mm Regina Jenaut. Ngobrol via telepon hp, 25 Desember 2014).
1. Wae Wali - Lasang .
Nggo rei one kaen: "Ndo aku kae ko..." " rei diha. "Toe...lau-lau koe....." wale de kaen. Du teti pinda tempat..... manga temek / wae nitu. Hitu Wae Wali. Lako kole hia. Sai one sa tempat. Tempat te suan:
2. Berang Nangis (Pong Lasang ?):
Rei kole liha one kaen:: "Ndo aku kae ko..." " rei diha. "Toe...lau-lau koe....." wale de kaen. Du teti pinda tempat..... manga temek / wae nitu. Hitu Wae / Pong Berang Nangis. . Lako kole hia. Sai one sa tempat. Tempat te telun:
3. Pong Poru - Ranggu (?) Rei kole liha one kaen:: "Ndo aku kae ko..." " rei diha. "Toe...lau-lau koe....." wale de kaen. Du teti pinda tempat..... manga temek / wae nitu. Hitu Wae / Pong Poru. . Lako kole hia. Sai one sa tempat. Tempat te pat:
4. Bea Kalo - (Pong Bea Kalo) -
Rei kole liha one kaen:: "Ndo aku kae ko..." " rei diha. "Toe...lau-lau koe....." wale de kaen. Du teti pinda tempat..... manga temek / wae nitu. Hitu Wae / Pong Bea Kalo. . Lako kole hia. Sai one sa tempat. Tempat te liman:
5. Bea Kojong (Pong Bea Kajong) :
Rei kole liha one kaen:: "Ndo aku kae ko..." " rei diha. "Toe...lau-lau koe....." wale de kaen. Du teti pinda tempat..... manga temek / wae nitu. Hitu Wae / Pong Bea Kojong. Lako kole hia. Sai one sa tempat. Tempat te enem:
6. Watu Umpu (lau mai beo labe / Semang)
Rei kole liha one kaen:: "Ndo aku kae ko..." " rei diha. Toe manga walen le kae, Poco Kuwus ho'. "Tantu, eng liha kae te kaeng no' aku. Temapat ho' sendo liha te kaeng daku. One bea watu Umpu hitu reme te' woja data Labe / Semang. Tiba - tiba teti ngger eta taung woja te' situ. Nitu jiri golo. Hitu Golo Umpu.
Refleksi:
Watu Umpu - Poco Kuwus. Ise ase kae. Mensia. Manga hubungan golo - beo - wae / temek - watu.
So' tara perlu riang golo / poco? Golo / poco tempat kaeng de empo / leluhur
So tara perlu riang temek /po'ng ? Po'ng hitu wae / ) (keturunan / anak ) de empo. Pong ase kae de mensia.
So' tara perlu riang watu? - watu compang / boa ? Ai watu hitu rapang empo. Nitu kaeng de empo.
JPS, Minggu, 28 Des. 2014
Orang Manggarai adalah insan yang percaya bahwa kata itu berdaya, memiliki kekuatan. Kata-kata bisa mencipta. Perihal kata yang mencipta, ini bisa dilihat dari beberapa ritus adat, termasuk wada. Dalam wada, kata-kata memiliki kekuatan untuk mencipta / mengubah. Pada suatu kesempatan di musim liburan 2014, sahabat saya berkisah soal masa lalu nenek moyangnya yang menurut refleksinya mempengaruhi kehidupan mereka sebagai anak cucu. Konon, sang nenek moyang sempat kilaf. Entah apa alasannya, dia menyatakan tak mau menafkahi seorang perempuan yang sempat dijadikannya sebagai istri. Lantaran karena diterlantarkan, perempuan ini mengangkat sumpah wada. Dia mengambil ranting kayu "woing" (bahasa Manggarai) lalu dihujamkannya ke tanah seraya mengucapkan kata-kata kurang lebih sebagai berikut: " Kau yang begitu tega menceraikan aku dan tidak menerima saya sebagai istrimu, maka sebagaimana kamu memperlakukan aku, demikian juga akan terjadi pada anak cucumu: cerai dan cerai terus," .Lalu sang mantan suami berkata: " Yang terpenting jangan menimpa anak perempuanku," timpalnya. Perceraian kedua anak manusia ini terjadi. Dalam perjalanan waktu, keduanya menikah lagi. Keduanya beranak pinak. Apa yang terjadi dengan keturunan sang lelaki yang disumpahi "wada cerai" oleh mantan istrinya? Cucunya kerap bermasalah dalam hidup perkawinan. Perkawinan untuk bebrapa cucu bermasalah. Beberapa orang cucunya mengalami perceraian. Lalu menikah lagi. Sahabatku itu mencatat ada ada 4 orang yang mengalami nasib seperti ini. Di sini, "wada cerai" menjadi sakti. Kata itu berdaya. Ucapan itu bertuah. Karena itu, hati-hati dalam mengunakan kata karena kata memiliki kekuatan. Kalau berdaya positif, itu betapa diharapkan namun kalau sebaliknya, ini menyedihkan. (JPS, Minggu, 28 Desember 2014). - Hal yang sama juaga terjadi dalam wada : nampo / ngelong / rudak.
Orang Manggarai adalah insan yang mengajarkan perlu memberlakukan sesama secara pantas. Sesama manusia wajib saling menghormati, jangan saling melecehkan atau merendahakan martabatnya. Ini terungkap dalam go'et: : "neka asu ket ngong hae wau', neka ela ke ngong hae gega; neka kode ket ngong hae koe /lomes / jomel / joler / mose (jangan anjingkan sesama sesuku, jangan babikan sesama teman bermain, jangan monyetkan sesama teman hidup / bergaya, bercanda / .
VMG n JPS, 30 Desember 2014.
Dalam kaitan dengan adat, terutama hak dan kewaiiban Orang Manggarai adalah insan yang berada pada dua (2) sisi kehidupan yang bisa bergantian dari sekeping uang logam, sisi sebelah berperan sebagai anak rona (pemberi pengantin perempuan) dan sisi yang lain sebagai anak wina (pemberi pengantin laki-laki). Dua posisi ini memiliki hak dan kewajibannya sendiri dalam ritus-ritus adat, termasuk dalam ritus kelahiran, kematian, perkawinan, syukur (penti), dll.
JPS, 30 Desember 2014.
Orang Manggarai adalah insan yang melihat rupa manusia berharga. Setiap ruapa ada harga tersendiri. Ini lebih khusus berkaitan dengan mahar / belis perkawinan. Bagi orang Manggarai, berlaku prinsip: manga ranga manga harga, (ada wajah ada harga; ada rupa ada uang). Harga seseorang ditentukan oleh kemolekan kulit dan kerupaan wajah. Semakin baik wajah maka semakin mahal. Ini tercermin juga dalam lagu... Emu Molas...Nana Reba : "E molas enu e...a...e.... pitu tondol watu londo, lima ranting watu asi......, e rebam nana e...a...e... se sewak gelang emas....siap japi te rami kawing / jarang jampi te suru naim : Waduh.... cantikmu...., tujuh tumpukan batu dudukan, lima gundukan batu perhentian...... aduh.... kegentenganmu.... satu tempayan gelang emas..., siapkan sapi untuk jamuan nikah dan kuda putih untuk menyambut / mengambil hatimu). Semua itu menunjukkan kecantiakan dan tetampanan itu berharga. Untuk mendapatkannya butuh pengorbanan.
JPS, 31 Desember 2014.
Orang Manggarai adalah insan yang mendididk melalui kata dan perbuatan. Ada 5 T dalam : Toing, toming, titong, tatong, teing (Lihat penjelasan ada bagian lain).
JPS, 9 Januari 2015.
Orang Manggarai adalah insan yang melihat relasi perkawinan itu ibarat dialog (tanya jawab). Penanya adalah pihak pemberi pengantin wanita (anak rona) dan penjawab adalah pihak pemberi pengantin laki-laki(anak wina). Secara adat, anak rona memiliki kewajiban meminta mahar perkawinan kepada keluarga pengantin pria (anak wina) . Dialog ini leboh berkaitan dengan hak dan kewajiban. Dalam soal kewajiban, pihak anak wina harus membayar sejumalah mahar. Pihak anak wina harus berusaha untuk menjawab permintaan anak rona. "Kawe paeng agu seng te kawe / koleng anak rona".
JPS, 10 Januari 2015
Orang Manggarai adalah insan yang percaya bahwa kata-kata itu punya daya untuk mengubah / menggerakkan. "Bajar manga wakar, jaong manga aon, curup manga pucun, tae manga haen" (Pembicaraan ada jiwanya, perkataan ada gemanya, perkataan ada jantungnya, perkataan ada "yang lainnya". Ini bisa disimak pada byk hal, termasuk lagu-lagu ringan berikut: Pong Pere loda welu lonto, se se koe njieng lopo, seleke dea nderemg, semangko dea bakok, kakor kole hau lalong..."
PONG PERE --- dere tuluk welu
Pong pere... loda welu lonto (2x)
(Pong Pere (Batu cadas) dimintai bantuannya untuk menjatuhkan kemiri dan digarapkan kemiri tak jatuh jauh/ bergerak begitu jauh dari pohon kemiri, sehingga mudah ditemukan oleh pencari. Ini semacam doa / harapan orang Manggarai, meminta bantuan penjara batu cadas dekat pohon kemiri itu agar nenetik / menjatuhkan kemiri yang sudah matang sebagai oleh-oleh pulang ke rumah bagi orang Manggarai yang sedang mencari kemiri (tuluk welu).
NJIENG LOPO - dere deko Njieng
Wa..wa... koe... Njieng lopo (2x)
SELEKE DEA NDERENG
Seleke dea ndereng, semangko dea bakok.......
JPS, 12 Januari 2015.
(Antara manusia dan binatang berkomunikasi. Binatang (njieng) menuruti apa yang diminta oleh manusia.
Orang Manggarai adalah insan yang secara politik modal sosialnya lemah karena ada persaiangan yang ketat antara satu sama lain, sehingga tidak saling mendukung antara sesama sedaerah, malah bermusuhan sehingga tak sudi mendukung sesama, malah mendukung orang dari daerah lain. Fenomena PILKADA (Provinsi dan kabupaten) serta PILEG 2014 merupakan salah satu contoh jelas. Dalam satu kampung bisa berbeda partai / calon yang didukung. "PDIP mbaru le, GERINDRA mbaru sina; PPP (P tiga) mbaru sina, PKS mbaru see" demikian Pater Dr. Peter Aman, OFM melukiskan perpecahan orang Manggarai ini dalam kotbah misa Natal Manggarai pada tanggal 24 Januari 2015 di DISBINTALAD (Dinas Pembinaan Mental Angkatan Darat), Jl. Ksatrian - Berlan, Matraman, Jakarta Timur. Hal yang sama ditekankan oleh Bapak Rofinus Lahur. Orang Manggarai, modal sosialnya rendah. (JPS, 25 Jan. 2015)
Orang Manggarai adalah insan yang tidak terlalu kreatif dalam soal kuliner. Cara pengelolaan makanan orang Manggarai sangat tradisional. Orang Manggarai tidak tertarik untuk mempromosikan masakan daerahnya. Di Jakarta ataupun kota besar lainnya di Indonesia, susah sekali menemukan restoran orang dan masakan khas Manggarai. Cara pengelolaan makanan, terutama ikan / daging sangat tradisional. (JPS, 25 Jan. 2015)
Orang Manggarai adalah insan puitik / seni dalam mana bisa membuat goet / kata-kata yang indah. Orang bisa membuat puisi adalah tipikal orang yang cerdas" demikian Rofinus Lahur dalam sambutan Natal Bersama Manggarai, 24 Januari 2015. . (JPS, 25 Jan. 2015)
Orang Manggarai adalah insan yang (kadang) rendah hati. Hal ini diungkapkan dalam go'et: Tekur sai retuk, lawo sai bao" ( pendatang baru, tekukur tiba barusan, tikus tiba tadi). (JPS, 26 Jan. 2015).
Orang Manggarai adalah insan yang secara politis sangat rentan pecah karena cara pandang primordialisme yang mengutamakan orang sedarah (seketurunan), sesuku, sedaerah. Ini kerap dinyatakan dalam ungkapan "som pili ata de ru kaut ( biar pilih orang sendiri saja)". JPS, 30 Januari 2015.
(sumber: http://www.floresa.co/2015/01/24/muluskah-langkah-deno-menaiki-kursi-bupati/)
Orang Manggarai adalah insan yang dalam melakukan kegiatan, termasuk kegiatan bersama bisa diibaratkan dengan mesin diesel, tertlambat start (mulai / panas) namun bila sudah mulai makan akan semakin asyik sehingga kerap tak ingin cepat selesai / berhenti. Bila diibratkan dengan mesin, orang Manggarai itu mesin diesel, terlambat panas serentak terlambat dingin. Simak saja beragam aktivitas sosial / bersama orang Manggarai. Semuanya cenderung terlambat. Simak berbagai kegiatan bersama di tempat perantauan, misalnya Natal / Paskah, Rapat kelompok / alumni, pertemuan keluarga, rapat organisasi sekolah (alumni), rapat koperasi keluarga/ arisan. Umummya dimulai terlambat, tak heran, berakhirnyapun terlambat. Saya teringat RAT CUWM, 1 Peb. 2015, di Jombang, Ciputat, Bintaro. Dalam undangan, pertemuan jam 09:00, realisasinya pkl 14:00. Selesainya juga terlamabat sehingga harus pulang malam sekitar pkl 18:00
Orang Manggarai adalah insan cenderung menampilkan kesan baik kepada sesama karena itu memberikan yang terbaik, berkorban meski dengan itu merugi secara ekonomi karena berhutang. Orang Manggarai mengungkapkan hal itu dalam goet: tamat gerak ranga, toe tombol sokol, toe turas tuda (asalkan urusan beres, pinjaman tak diceritakan, kredit tak disampaikan /dikisahkan). JPS, 4 Peb. 2015.
Selasa, 3 Pebruari 2015.
Orang Manggarai adalah insan yang menarik.
Saya mampir di klinik Medikana - Jl.Raya Tarumajaya (depan Gerbang VMG), Pusaka Rakyat, Bekasi Utara - untuk berobat. Saat kumandang azan Magrib pukul 18:00 saya lihat di televisi tayangan gambar tentang budaya Manggarai yakni Sawah Jaring Laba-laba Lingko Lodok. Menarik sekali. Ternyata budaya Manggarai menarik. Budaya itu hasil buah pikir orangnya, maka orang Manggarai juga menarik. Selasa, 3 Pebruari 2015.
Orang Manggarai adalah orang yang memiliki cita-cita yang umumnya diungkapkan dalam moto yang tergambar dalam paci / pasi/ rait. Paci ini sering diungkapkan saat pekikan caci atau ketika mengeksprersikan diri dalam exorcisme dari suatu tekanan / pembebasan jiwa dari suatu pergulatan kehidupan. Paci / pasi / rait serentak melambangkan visi kehidupan dalam mana orang menyatakan muatan hidup / gambaran kekuatan atau kualitas hidupnya yang terungkap secara simbolis atau metafora. Paci misalnya, besi wara, lalong paan: (besi bara, ayam jantan dari Paan) (https://vinadigm.wordpress.com/menjajak-hari-demi-hari/menjadi-murid-lagi-bagian-25-surat-cinta-buat-nusantara/); Kala Rengga reba Rela; Msyur: Nera Beang Lehang Tana Bombang Palapa
Orang Manggarai adalah orang yang mengungkapkan kualitas / keberadaan hidupnya melalui bahasa metafora / simbolis melalui paci: misalnya: Sebastian Lalong Rombeng,
(JPS, 7 Februari 2015).
Orang Manggarai adalah orang yang memiliki harapan. Ini misalnya diungkapkan dalam goet: "Eme lalong bakok du lakom, porong lalong rombeng du kolem (Jika ayam putih saat berangkat, semoga ayam beragam warna saat pulang;
(JPS, 10 Februari 2015).
Orang Manggarai adalah orang yang kadang menggunkan bahasa slang (bahasa yang hanya dimengerti oleh orang atau kelompok tertentu),NB: Penjelasan dengan bahasa Slang:
Slang adalah ragam bahasa tidak resmi dan belum baku yang sifatnya musiman. Biasanya digunakan oleh kelompok sosial tertentu untuk berkomunikasi internal agar yang bukan anggota kelompok tidak mengerti.
Slang diciptakan dari perubahan bentuk pesan linguistik tanpa mengubah isinya untuk penyembunyian atau kejenakaan. Slang merupakan transformasi sebagian dari suatu bahasa menurut pola-pola tertentu.
Dalam Bahasa Manggarai, slang bisa ditemukan dalam frase berikut:
misalnya:
1. Leken suken = lewen susa.
2.
JPS, 22 Maret 2016
Orang Manggarai adalah orang yang kadang ngeyel ngotot (gangga /wedet). Tak mempan diyakinkan hanya dengan bicara, tetapi perlu dengan pengalaman. Dalam bahasa Manggarai: "lait pa'it detak nggera" (rasakan pahit cicipi asin).
JPS, 29 April 2016.
Mantap Bunq.
BalasHapusTerima Kasih untuk ulasannya Bung.
BalasHapusSukses buat karya selanjutnya.
#_salam NUCA LALE
amat penting utk dilanjutkan.... budaya manggarai masih menyimpan banyak hal....terima kasih ulasannya...kita masih tunggu nilai-nilai yg belum tergali....salam.
BalasHapusKaryanya bagus Kak.
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusada bukunya ka abang
BalasHapus