Kamis, 30 Januari 2014

NAMA ORANG MANGGARAI: HAL YANG SAKRAL

NAMA ORANG MANGGARAI: HAL YANG  SAKRAL.
Mengapa? Karena  disyahkan  dengan  darah (ayam).
Nama-nama  khas  Manggarai:
Jelata
Jemen
Jelami
Jelahut
Jemian
Jeramat
Jelatu
Jemau
Jemanu
Jelita
Jehola
Jemada
Jeharut
Jehadut
Jemabuk
Jemparus
Jegaut
Jerita
Jemali
Jemada
Jemalin
Jematu



(VMG - JPS - 31 Jan. 2014).


Ini  kekhasan  orang  Manggarai. Nama  belakang (sebenar / setu')  diawali dengan

Selasa, 28 Januari 2014

Filsafat Pante Mince / Tuak

Pante  mince  ting  ine
Pante banggeng (sowang) gebang / lontar ting ame
Pante  tuak  teing  ata  tu'a




Filosofi  pante  tuak:

  1. Manga  raping / weri  raping:  raping  do  gunan: wuan, saung, wunut, waken  guna  laing
  2. Manga  bae (skil)  pante  tuak.
  3. Manga  betong: (gogong, rede. Gotong  te  tong - wae tuak / mince; rede  te dengget / tuke). Wadah penampung.
  4. La't  gula  mane (continuitas)
  5. Embong (motivasi) raping  kudut  mai  wae
  6. Alat kerja: pante  agu kope. Pante agu  kope  te dawing  raping
  7. Sewa  gogong  te  tadu weang / usang
  8. Rudang (wadah  bambu  untuk  tampung  tuak / mince)
  9. Bila: wadah lege  tuak  te  nek  meka / ata  one  salang.
  10. ..................


Kudut  manga  reke  sangged  gori,  perlu  manga  rudang / joreng / labak

Rudang / joreng / labak / roto : lonto  leok / :
Lonto  leok  adak: riang  adak
Lonto leok  agama: riang  imbi
Lonto  leok pelitik: riang  pelitik / negara
Lonto leok sekola: riang sekola  kudut  mbiang  dila, tea  nera.

(JPS  29 Jan. 2014)

TEKNOLOGI KESEHATAN MANGGARAI

TEKNOLOGI KESEHATAN MANGGARAI:
  1. Sepa: kala- rasi  - tahang:
  2. Ngonggong:Nggonggong  adalah teknik perawatan gigi dalam mana, gigi  diberi  zat pewarna  hitam. Zat  pewarna  itu terbuat  dari kayu lokal (Puing)  atau  kopi  yang yang   ukuran   sebesar   jari  tangan  orang  dewasa. Kayu  itu  dikeringkan    hingga  setengah  basah / kering  lalu  dibakar. Di  bagian  bawah  dipasang   zat  yang  tahan  panas misalnya  zat  besi   atau  batu kuat  yang  sudah  dibersihkan. Cairan kayu  puing / kopi  itu  lalu  diolehkan / digosok  pada  gigi. Cairan  ini  bisa  menghambat  perkembangan  kuman / virus  yang  merusak  gigi. (VMG 27 Jan. 2014).

TEKNOLOGI MANGGARAI

Teknologi Manggarai  terdiri  dari:
  1. Mengayam  "Roto Matang". Roto  Matang  adalah   keranjang  yang berwarna  hitam - putih yang biasa dipakai  untuk  menaruh sesuatu (bahan makanan) di  rumah. Ubtuk membuat  RotoMatang  butuh  proses  yang  cukup  panjang karena  harus menyiapkan  daun pandan  (re'a)  lalumemprosesnya  hingga menganyam menjadi  keranjang. Selanjutnya,aga  kuat  keranjang  harus  dilapisi anyaman  bambu muda  yang  sudah  dikerisngkan dan  diwarnai.Untuk mewarnai  bambu muda kering itu  dibutuhkan zat  pewarna  yang  diambil  dari  kulit kayu (ngantol atau Uwu). Kulit  kayu  ini  berwarna merah, agak  lengket.Lalu  kulis itu  dibersihkan lalu dikikis. Hasil  kikisan  disimpan dalam tabung  bambu yangdiisi air  sedikit. Biarkan  beberapa  lama agar zat warna merah  dari  kulit kayu  ngantol  itu kelur lalu  membaur  dengan  air. Lagu cairan kulit  kayu  ini dicampur  dengan  asap jelaga ( nus lampu) yang  ditampung   hingga cairan itu  berwarna  hitam  pekat.Selanjutnya  dioleskan  pada ruas bambuh yangsudah dibersihkan. Bila  sudah  kering,  kulit bambu muda / pering muda (talok)  diambil (biasanya  dari  ujungnya)  lalu diolah  hingga  bisa ditusuk pada anyaman keranjang. Perpaduan antara yang hitamdan putih   kelihatan  indah.  Keranjang (roto)  selanjutnya  diberikan penyangga  dasarnya  agar kuat.Penyangga biasanya  terbuat  dari  akar pohon  waek.Penyangga ini disebut  lengge. Lengge  letakkan  pada  pantat  kerangjang,lalu  diikat  sehingga kokok  mengikat  pada  keranjang. Pada  bagian  atas  dan bawah keranjang  dibuatkan  tilung untuk menjaga  posisi  tali  keranjang  demi  memudahkan saat memikul beban. (VMG, 27 Jan. 2014, ngobrol  dengan  Ende  Gina  sekitar  pkl 9.00).
  2. Mengayam  joreng:
  3. Menganyam  Labak

Selasa, 14 Januari 2014

SIAPAKAH PEREMPUAN MANGGARAI ITU?

SIAPAKAH PEREMPUAN MANGGARAI ITU? - 1


SIAPAKAH PEREMPUAN MANGGARAI ITU?
Perempauan  Manggarai  adalah  wanita  pemberani. Lihatlah  Bengewuk.Bengewuk berani mengambil resiko.  Dia  berani  menempuh  perjalanan jauh dari  barat (kolep)  ke  Timur (Par)  demi  mendapatkan  kembali mahkota  yang  dicuri oleh  burung  gagak (Ka). Dalam perjalanannya  dia  berani  mempertaruhkan diri   untuk  dikawinkan  oleh orang  yang berhasil  mengembalikan  mahkota  kepalanya  kepadanya.
Perempauan  Manggarai  adalah  wanita  komitmen  (setia) . Lihatlah  Bengewuk. Dia setia  dengan  sumpahnya. Begitu ada  orang  yang  berhasil mengembalikan  mahkotanya, dia  kawin  dengan orang  itu. Ternyata Konca Reba  Goa  yang  berhasil  mendapatkannya  maka  ia  kawin  dengannya  meskipun  Konta  Reba  Goa  ternyata    raja  yang  ada  cacatnya (luka  besar /  boke).
Perempauan  Manggarai  adalah  wanita  konsisten / tidak  lupa  jati diri. Lihatlah  Mamanya  Rueng. Dia  kembali ke   langit  setelah  menemukan kembali  pakaiaan  parasutnya.

Perempauan  Manggarai  adalah  wanita  percaya diri Lihatlah  Nggerang. Dia  rela  mati karena  teguh   pada  pendirinannya  tidak  mau  menikah  dengan  siapapun  termasuk  raja Bima  dan   Todo.

Perempuan  Manggarai: tekun, ulet, kreatif, telaten. Dari tanagan  merekalah menghasilkan berbagai anyaman untuk songket, bakul, tikar, bantal,  keranjang, mbere.

Perempuan Manggarai adalah  penata, pengatur, pembersih: Wina = nawi  (bersih) -  teringat  Bp  Gaspar Ngganggu (VMG - JPS 9 -8 - 2014).

Perempuan Manggarai adalah  insan  creatif (dengka  agu  dangka  nuk). Gesit, cekatan ( JPS, 9-8-2014).

Perempuan Manggarai adalah  pemberi semangat, teutama kepada anggota  keluarga. Simbol  bunyi tambur (genderang) memberikan  semangat, terutama  bila  kaum lelaki  pergi berjuang. Tambur dibunyikan saat membaangkitkan semangat  jjuang  terutama  pada   masa  perang  zaman  dulu.  Wanita  Manggarai  kayak genderang  yang  bertalu-talu tanpa henti  mengobarkan daya  juang  keluarga.
Hal  sama  bunyi  gong. Ini simbol panggilan.Terutama  di  kampung. Bilaada  bunyi  gong, berarti ada panggilan untuk merapat / bersidang  untuk memutuskan / merumuskan sesuatu.  Perang  perempuan memanggil, memerintah,seperti  bunyi  gong.  "Tolos  runi nggong te  poto lawa  golo te  lonto  torok kawe  molor"



(JPS,25 April 2015)


Perempauan Manggarai adalah insan yang berani, kreatif dalam melakukan percobaan dalam mengolah makanan. Dalam rangka ketahanan pangan perempuan Manggarai  berani dan kreatif dalam mengolah apa yang ada, terutama bahan pangan yang ada misalnya keladi (teko), singkong (daeng), jagung, jewawut (mesak /pesi/hocu), jagung (latung) dan beras (dea). Pada musim paceklik,  dalam rangka ketahanan pangan, perempuan Manggarai bisa memadukan  bahan-bahan di atas sebagai makanan utama. Zaman dulu  beras merupakan  makanan yang  istimmewa dan langka karena persediaannya terbatas. Sawah tak sebanyak sekarang. Karena itu, makanan yang familiar adalah umbi-umbian dan jagung. Dalam rangka untuk membangkitkan gairah makan, perempuan Manggarai berusaha memadukan  makanan itu . Nasi olahan berbagai makanan itu disebut nasi campur (hang kabo). Percampuran (kabo) itu  bisa berupa  beras dengan jagung, beras dengan jewawut, beras dengan singkong, beras dengan pisang, beras dengan keladi.  Percampuran beras dengan singkong  atau keladi tidak seenak percampuran beras dengan jagung. Anak-anak berusaha menghindari  nasi campur singkong  atau keladi  (hang kabo daeng / teko) karena  aroma dan rasanya  agak  unik. Anak -anak menghendaki nasi murni ( dea li). Namun  karena persediaan beras terbatas, maka dalam rangka ketahanan pangan orang  perempuan Manggarai melakukan   rekayasa sederhana dalam mengolah  makanan. Orang Manggarai bisa  bertahan hidup  dengan proses ini.

JPS, 15  Januari 2019, inspirasi dari  status FB  Imadia Imadia, 14 Januari 2019 pkl 17:41pm.



Perempauan Manggarai adalah insan yang  harus memiliki harga diri, jangan menjadi perempauan murahan yang menjajakan  diri secara  murah merah, yang hanya  bisa  pasrah menerima tanpa punya posisi tawar, ibarat keranjang sampah. Terutama  dalam hubungan percintaan  perem-uan Manggarai diwanti-wanti supaya jangan menjadi seperti tempat sampah, yang selalu terbuka menerima dan menampung.Orang Manggarai selalu menasihati  anak permpuan tentang hal ini dalam ungkapan sebagai berikut: Janganlah menjadi keranjang terbuka dan keranjang menerima (Neka jiri  beka lenga, roto tong).

JPS, 5 Maret 2019.


****
Dalam aseroris perempuan Manggarai, salah satunya adalah balibelo. Balibelo  merupakan manik  hiasan yang lililitkan di kepala perempuan pada saat tertentu, terutama pada saat pesta. . Balibelo merupakan simbol  tangkai  dan buah padi yang bernas. Padi merupakan makanan pokok bagi orang Manggarai.   Maka menjadi perempuan Manggarai artinya harus mampu  menghidupkan diri sendiri dan orang lain. Selain itu,  hidup itu harus berbuah, menghasilkan. Lebih dari itu, hidup yang berbuah harus disertai semangat  kerendahan hati. Selain itu, sebagaimana pagi, pada  awalnya menengadah ke angkasa lalu ketika berbuah menatap ke tanah. Hidup manusia merupakan  ziarah  menuju angkasa melalui pijakan bumi.  menhadap ke angkasa dan menatap tanah merupakan jalan hidup hidup spirual yang  tetap berpijak pada bumi (tanah).  Hidup kita akan kembali tanah, maka tetaplah realistis. Dari tanah kita   menatap angkasa, Tuhan Yang Maha Kuasa.  Berikut  gambar Balibelo
Sumber  gambar: https://www.youtube.com/watch?v=YBVz-aKisYo






JPS,  13 Januari 2023.



Senin, 06 Januari 2014

FILSAFAT MANUSIA MANGGARAI

Filsafat  manusia  Manggarai

Dalam perspektif  filsafat  / budaya, manusia merupakan pusat  kehidupan, Ini tampak jelas dalam struktur tanah ulayat (lingko)  dan  rumah  adat (mbaru  niang).   Dalam struktur  lingko manusia,   

Filsafat  manusia  Manggarai  diungkapkan  dalam  goet:

Gendang  One  (Ine wai?) - Lingko  Peang (Ata Rona)

1. Gendang  One  (Ine  wai?)
Gendang  One (Rumah  Adat - Mbaru  Niang),  salah  satunya  "Niang  Wowang Todo"(lihat gambar di bawah  ini)

Megalitik Todo

 http://sailkomodo2013.nttprov.go.id/index.php/destinasi/2012-12-10-05-53-40/manggarai/166-megalitik-todo

Kampung Todo_1
Terletak di Desa Todo, Kec. Satar Mese Barat, Kab. Manggarai, Kampung tua yang memiliki halaman yang dikelilingi batu tersusun rapi merupakan asal muasal kerajaan Manggarai. Di sini terdapat Rumah Adat (Niang) bernama “NIANG WOWANG”, Tambur Kecil yang terbuat dari kulit perut seorang gadis (Loke Nggerang) dan meriam-meriam kuno. Satu-satu ciri khas kampung Todo adalah Niang Todo, sebuah rumah adat berbentuk bundar beratap jerami yang diketahui merupakan istana raja Todo tempo dulu.

Mbaru = mbau  ru  (ine  wai). Hanang  ine  wai ( ata loas  ata manga  mbau / ka'e / plasenta) - 9-1-2014.Wanita /perempuan identik dengan rumah, maka  seorang ibu yang sudah  berkeluarga disebut ibu rumah tangga. Tangga-tangga  kehidupan berkeluarga diketahu secara baik oleh seorang ibu.
 ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
2. Lingko  Pe'ang  (Ata  Rona?)



http://dananwahyu.com/2013/01/28/explore-timor-flores-2012-part-27-lingko-spiderweb-rice-field/

Dalam pikiran saya, Flores identik dengan sabana kuning gersang. Namun siapa sangka di Manggarai ada dataran luas dengan  hamparan sawah ijo royo-royo mirip foto karya Adi Wiratmo, salah satu foto terbaik Dji Sam Soe Potret Makaharya Indonesia.  Tidak mengherankan kabupaten Manggarai menjadi lumbung padi propinsi Nusa Tenggara Timur dengan surplus produksi hingga 30.000 ton per tahun.
Jika di Bali mengenal sistem persawahan Subak untuk mengatur irigasi. Maka dalam masyarakat Manggarai terdapat tradisi pembagian tanah , Lingko. Mereka menganalogikannya seperti gula dalam manisnya madu – tembong one, lengko pe’ang . Berarti gendang di dalam, tanah ulayat di luar.Di mana sebuah gendang yang menggantung di tiang utama sebuah rumah induk adat (Mbaru Gendang). Manifestasi kekuasaan adat beserta pemangkunya (dalu dan tua teno), satu ungkapan territorial kekuasaan.
Lingko wujud perkembangan budaya masyarakat Flores dari nomaden di hutan menjadi menetap bercocok tanam – agraris. Layaknya manusia, Lingko memiliki nama seperti nama tumbuhan. Status kepemilikannya hak komunitas  dan besaran tanah diatur dengan sistem Lodok. Luasnya tergantung jumlah penerima hasil,  relasi dengan para tuan tanah serta status dalam sebuah beo. Tu’a teno biasanya mendapatkan bagian terbesar karena memiliki banyak tanggung jawab.
Pada bagian tengah sawah ditanam teno – kayu titik pusat – yang menjadi poros pembagian lingko. Filosofinya sesuai dengan bentuk Mbaru Niang – rumah tradisional – di desa Wae Rebo atau Pu’u. Dimana setiap rumah memiliki siri bongkok – tiang pancang utama di tengahnya dan dikelilingi delapan tiang penyangga luar , siri leles. Di daerah Cancar , teno yang ada di tengah lingko ditanda oleh kayu berbentuk ketuhanan yaitu , mangka.
Akses menuju Cancar cukup mudah, berjarak 12 kilometer dari Ruteng.  jika sudah menemukan keramaian pertigaan pasar Cancar akan mudah mencari bukit tempat melihat Lingko.
Bersama guide – Bapak Blasius – kami mendaki bukit di belang rumahnya. Menapaki tanah merah  berbatu, jaraknya tidak jauh tapi tingginya cukup untuk memompa jantung bekerja keras. Hembusan dan tarikan nafas berpacu menghirup oksigen dan melepas gas  karbon dioksida  pagi hari. Segar tapi melelahkan.  Sepuluh menit kemudian terlihat 14 lingkaran besar  larik sawah berbentuk sarang laba-laba dengan panorama gunung dan langit. Lingkaran ini merupakan lingko yang dimilik masing-masing kampung. Kampung Dumu dan Meler masing-masing memiliki 3 lingko. Sedangkan kampung Cara, Veon, Laja, Mangge , Nggawang,  dan Sampar memiliki 1 lingko. Di dalam lingko terdapat lodok yang dimiliki oleh beo – pewaris tanah – dan pendatang yang menikah dengan masyarakat setempat.
Lingko memang unik dan indah , menjadi tempat ideal bagi pecinta fotografi mengabdikan “sarang laba-laba”  di bumi Flores. Namun sejogjanya kita  tidak hanya mengaguminya tapi merenungkan makna filosofinya lebih dalam. Bayangkan jika  sawah  di seluruh  nusantara  diatur dalam sistem adat seperti Lingko. Tidak akan ada  lagi areal persawahan beralih fungsi menjadi komplek perumahan atau pabrik. Dan negeri ini mampu mencapai swasembada pangan yang sesungguhnya.
***
Tulisan ini diikutkan dalam lomba blog Dji Sam Soe Potret Mahakarya Indoenesia. Inspirasi foto bertajuk ”Hijau Negriku” oleh Adi Wiratmo.






  1. Monisme. Neka  woleng  tuka  one, neka  lewang tuka peang.  ipung sa tiwu neka woleng wintuk (seia - sekata), Nai sa  anggit  tuka  sa leleng, (sehati sepaham),  - pake sa wae neka woleng  tae (ikan kecil sekali jangan berlainan perilaku, katak seair jangan berbeda kata), teu sa ambong neka woleng  jaong, muku sa pu' neka woleng curup (tebu serumpun jangan berlainan kata, pisang serumpun jangan berbeda tutur) . Kesatuan  jiwa  dan  raga. Ketika  raga  katakan  tidak, jiwa mengiyakan  tidak. Lihatlah  kisah  Nggerang. Karena  menolak  pinangan  Raja  Bima  dia dibunuh  dan  kulit  tubuhnya  dibuatkan  Gendang (Nggerang). Namun, ketika  gendang  itu  diantar ke  Bima, ombak  besar  menghadang perahu dan  rombongan. Arus  menyeret  rombangan  pengantar  Nggerang  dari  Gili  Banta   di  Laut  Flores  menuju  Laut  Sawu (Selatan  Flores). Lalu  arus  menghempaskan  mereka  di  Pulau  Sumba, gagal  tiba  di  hadapan  Raja  Bima  di Pulau Sumbawa. Jiwa  dan  badanya  Nggerang  sepakat, menyatu  untuk  menolak  Raja Bima. (JPS - 15 n 20 Jan. 2014)
  2. Na' waen pake,  na' uten  kuse, na' tibun  ipung (katak sisakan kuah, kepiting sisakan sayur, ikan sisakan bambu  balut bungkusan . Frase  ini  mau mengungkapkan bahwa  akan  ada pewarisan sifat  dari  leluhur(kakek / nenek  kepada keturunan  ( orang tua / anak). Roh  nenek  moyang  akan menyertai  keturunan.
  3. Toe  nganceng  pola  hanang  koe  betong  setede ( Tidak  bisa pikul seorang  diri  bambu satu pohon). Goet  ini mau menunjukkan  aspek  sosial (kolektif)  hidup  manusia  Manggarai  bahwa  hidup itu  perlu kehadiran  orang  lain  dalam rangka  menciptkan  kehidupan  yang  lebih  baik.
  4. Neka  ngong  ata  lombong  lala  kali  ngong  ru  lombong  muku (Jangan  bilang  orang  lain  jelek (lombong lala)  padahal  diri  sendiri lebih  jelek (lombong  muku). Goet  ini  mengajarkan  orang  Manggarai  untuk menggugat  diri  terus  menerus, melihat dan  membenah   diri  sendiri  dulu  sebelum  mengeritik  orang  lain.  Socrates: Gnoti Seauton  (JPS 15 Jan. 2014)
  5. Ata  one,  ata  pe'ang  (orang  dalam, orang  luar). Goet  ini  menegaskan  bahwa ada pemisahan yang  tegas  antara   anak  laki-laki  dan  wanita. Anak laki-laki (ata  one)  merupakan  orang  dalam yang  berhak atas apa  harta  warisan  orang  tua (rumah, tanah, harta kekayaan, adat  istiadat (seki))  sedangkan perempuan adalah orang luar (ata pe'ang)  yang  harus  meninggalkan rumah  serentak  tak  memiliki hak atas rumah, tanah dan harta  warisan  orang  tua. Perempuan  akan  mengikuti suami  dan adat  istiadat  suaminya. 
  6. Neka  na'  bajar  data  nia  tutus  kin  nai  rum  (jangan  ikut  membeo  apa  yang  orang  katakan tetapi yakinlah   akan  pendirianmu sendiri). Goet  ini  mengajarkan betapa  penting memiliki  rasa  percaya  diri  dalam menjalani kehidupan.
  7. Pati gici  arit, cingke  gici  iret  (bagi  seadil-adilnya,belah  dengan  sebijaksana mungkin). Goet  ini mengajarkan  keadilan sosial dalam hidup  bermasyarakat.  Sesuatu yang  menjadi properti  umum harus  dibagi seadil-adilnya.  (18 Jan. 2014).--- Keadilan.......(menurut filsuf  siapa?. Coba simak Keadilan  menurut : Aristoteles,, Plato,Thomas Aquinas, John Rawls).
  8. Wai'  woleng  lampa, lime   woleng  wejong  ( kaki berlainan langkah, tangan berlainan ayun = masing-masing  orang  khas. Keindahan  tampak  dalam  perbedaan  ibarat langkah kaki  yang  berlawanan dengan  gerak tangan. Paduan serasi bila tampak dalam langkah kaki kiri dipadukan dengan gerak tangan kanan, langkah kaki kanan, gerak tangan  kiri).(JPS - 20 Jan. 2014)
  9. Neka inung  toe  nipu (janganlah minum sembarangan), neka hang  toe  tanda (jangan makan tanpa mencoba terlebih dahulu), neka toko  toe  mopo (jangan  tidur sembarangan), neka  gega  toe  belar (jangan berbuat seenaknya). Neka lengga  wakas (jangan melangkahi gelaga), neka  lage  alu (jangan melangkaki  alu), neka wedi  repi, neka lage  sake (jangan melangkahi adat istiadat, jangan melanggar  adat).  Goet  ini mengajarkan  orang  agar  memiliki integritas  moral kehidupan.
  10. Toe  nganceng  lait  kole  ipo  wa  tana  (Tidak  bisa  jilat kembali ludah di tanah). Goet  ini  mau mengajarkan agar perlu  menjaga dan  mengontrol  kata-kata  yang terucap  melalui mulut  karena  kata-kata yang terlah terucap  tak  bisa  ditarik  kembali. 
  11. La'it  pa'it,   detak nggera, dempul wuku  tela  toni  (mencicipi kepahitan, merasakan keasinan;  kuku tumpul, punggung  terbakar - karena  bekerja).  La'it  pa'it  kudut jari, detak  nggera kudut menang / benar (mencicipi kepahitan demi kesuksesan, merasakan keasinan  untuk menang /benar);  kuku tumpul, punggung  terbakar - karena  bekerja). Goet  ini  mengajarkan  bahwa   untuk  sukses  harus melalui pengorbanan / penderitaan  (la'it  pait)  dan  perlu mengalami "asin"nya perjuangan. Tiada  kesuksesan  tanpa perjuangan, tiada  kebahagiaan tanpa penderitaan.
  12. Seru  wohe,lando  teu, te' muku (cocokan  hidung  kerbau akan lapuk, tebu akan berbunga - tanda  tua / uzur - pisang  akan masak  lagu hancur). Goet  ini  mengajarkan segala  sesuatu ada  masa  kedaluwarsanya. Hidup manusia  sepertimaterial lain, ada  masa  berlakunya, akan  tiba saatnya  untuk tak  berdaya. Karena  itu  penting  untuk tidak  menyombongkan  diri  tapi  milikilah  sikap  rendah  hati. (VMG n JPS  26 n 27 Jan. 2014).
  13. Silung  wintuk, saling  nai (Ubah  sikap, tata  hati). Go'et  ini mengajak  untuk  mengubah  perilaku  hidup  demi  meraih  hidup  yang  lebih  baik. ( VMG 27 Jan. 2014).
  14. Neka songa  bail  rantang pika  bokak, neka tenggu  bail rantang  kepu tengu (Jangan terlampau tengadah, biar   leher  tak digorok, jangan terlampau  tunduk, jangan  sampai tengkuk dipenggal). Go'et  mengajarkan  agar perlu hati-hati. Boleh  bangga  diri  tetapi  jangan  sampai berlebihan karena nanti dibilang  sombong. Orang  sombong cenderung  merusak, baik  bagi  dirinya  maupun orang  lain. Orang  model begini  berbahaya. Sebaliknya, jangan  terlalu  merendah, karena  nanti dianggap  hamba. Orang  yang  merendahkan diri  juga  berbahaya  karena  bisa  menrugikan  orang  lain  dan  dirinya  sendiri.

** Manusia Manggarai= Manusia  Bambu
Dalam mitologi  Manggarai, manusia Manggarai berasal dari bambu. Kisah kelahiran manusia dari bambu ini dikenangkan dalam tutur adat (goet): "Bok one mai betong, bengkar  one  mai  belang." (Tunggul / tunas  yang berasal dari bambu (betong), sosok yang mekar dari bambu (belang).  Bambu (betong) dalam pertumbuhannya memiliki  orientasi  menengadah ke atas (mulai dari tunas hingga masa tertentu,)  lalu  setelah  itu  tunduk runduk menatap tanah. "Betong  hitu du wangkan mana awang,  poli hitu   ndegut  mana  tana  (Bambu itu pada  awalnya menatap angkasa setelah itu  menatap tanah). Pesan yang mau disampaikan bahwa  manusia  manggarai adalah makhluk rohani (spiritual) yang erat  melekat  dengan realitas bumi. Orang  Manggarai adalah makhluk rohani (jiwa)  dan   jasmani. Kerohanian orang Manggarai  itu membumi, tidak  mengawang-awang.  Bambu  juga bergerak beriringan, kompak bergerak   ketika  ditiup angin / badai. Di sini, simbol yang hendak diungkapkan bahwa  orang Manggarai merupakan kommunio (komunitas), kelompok. Sulit  membayangkan  orang  Manggarai  tanpa  komunitas (kelompok).  Inilah dua   inti sari  Manusia Manggarai  sebagai  manusia  bambu. Pesan ini memiliki makna  yang  dalam. Untuk tetap mengaktualkan pesan ini, nenek  moyang Manggarai  mewarisinya dalam ajaran berupa lagu-lagu rakyat, berupa sanda. Dalam  nyayian adat dikenal dengan lagu "Sanda  Gurung". (VMG n JPS, 17 Mei 2016. Inspirasi di pagi hari hari  saat  jogging   di VMG).



Nama memiliki makna sakral (karena dimeterai dengan  darah)
Setiap  orang  memiliki  nama. Nama  merupakan  simbol  identitas diri (suku).  Orang  Manggarai  memiliki 3 nama:
  1. Nama  ayam (ngasang  manuk) / ngasang  setu'n  (sebenarnya): nama  yang diberikan  ketika  pengesahan nama  yang  disyahkan dengan  cara  membunuh ayam  jantan  dalam  acara  sear sumpeng (pembongkaran tungku api dari kamar  ibu  dan  bayi, sebagai  ungkapan  bahwa  si bayi  bisa diperlihatkan  kepada  dunia  dan ibu  bisa  melakukan pekerjaan lain  selain mengasuh bayi dan  anak  semakin kuat dan mandiri  dengan  diberi  nama. Untuk  mengesahkan  acara  pemberian  nama  ini,seekor ayam jantan  disembelih sambil nama  anak  itu  disebutkan  .Nama  ayam  misalnya   Ngganggu,Jenaut, Jelata, Jelami,Jelita, Jelahut, Baduk,  Namal. Nama (nama  ayam / sebenarnya (setu'n) bermakna  sakral.Mengapa karena disyahkan  dengan  darah (ayam). Maka  nama itu  harus dihormati, jangan  dipermainkan.Klau  disebut, disebut  dengan  hormat. Jangan dilecehkan (nggepas /loer).Untuk menyapa  harus  menggunakan nama  lain, jangan  sapa  langsung / lancang (nggepas).Siapa yang  menyapa  nama  ayam(setu'n)  apalagi  dengan  lancang (nggepas)  disebut sebagai orang  yang tidak kenal peradaban dan  sopan   santun adat  stiadat Manggarai.Hal itu menimbulkan  kemarahan bagi  pemilik nama.
  2. Nama  panggilan (ngasang benta /koe) /nama  baptis . Karena nama  ayam adalah  sakral,maka  tak  usah  disebut / dipanggil, maka   dalam rangka  kelancaran  komunikasi, orang  Manggarai menciptakan  nama panggilan (ngasang koe),yang   merupakan perhalusan  dari  nama  itu, misalnya Nemo(dari  Namal), Tenggong (Gaspar),Laluk (Babur), Habong (Habut). Bagi yang  Kristen  Katolik, nama  baptis (agama - Kristen) bisa  dipakai  sebagai  namapanggilan,misalnya  Gaspar,Maria (Mery), Lita, dll.
  3. Nama anak (ngasang  ema / ende). Nama anak adalah  nama  yang  diberikan kepada  seseorang bila mereka  sudah memiliki anak. Maka  mereka  dipanggil  berdasarkan  nama  anak,misalnya Bapa Jelita (Ema'd / Ende'd  Jelita-Bapanya  /mamanya  Jelita). Menyapa orang  Manggarai dengan  sebutan  nama  anak (ngasang ema / ende) menunjukkan bahwa  mereka  sudah  beralih  status sosial  dari  manusia pribadi (individual)  menjadi  manusia   kolektif  (keluarga). Penyapaan nama keluarga (ngasang  ame /ema /  ende) berdasarkan  nama  anak pertama,misalnyabila  nama  anak  pertama bernama Lita  maka laki-laki  yang  sudah  punya  anak  dipanggil  Ema'd Lita (bapanya  Lita), ibunya  dipanggil  Ende'd Lita  (mamanya  Jelita).



Dalam  satu  keluarga / suku  nama (nama  ayam /ngasang  tu')  orang  Manggarai  banyak  yang bersinonim. Sebagai  contoh  saya  ambil  sejumlah  Suku di Wela, Cancar, Kecamatan Ruteng ,Kabupaten  Manggarai:

Ngasang data wela one neteng uku:
  1. Welo:
          Serang - Newa
          Banul -Najul - Jangu- Jeharut -  Jalu - Jemabut -  Jebabun -  Makur -
          Jaling - Aji - Maji - Jaling - 
          Ngabu - Sawul - Abut - Naul - Dajus - Nganul-Abu-Hangul- Habun- Manggu
           Hutal - 
           Epong -
           Disam - Bidan - Jiman -
           Mandu - Harus - 
  1. Nua1 
           Namal -Hatal -
           Namal - Jaban - Aman -
           Naru - Jehabur - Papu - Adur - Magung -
           Hatal - Taman - Maman - Man - Jahan -
           Ambok - Banor - 
           Mantol - Janor - Danor - Wangor - Wanggor
           Bakal - Jeramat -
           Buker - Uhet -
           Dasor - Asong - Kaso - Aron -
           Jemali - Pait -
  1. Nua2 
          Rawung - Baduk- Garu - Ngganggu - Ngatul -  Habut - Laluk - * Madu - Sempaut -
          Ngganggu - Jenaut - Jelahut -
          Habut - Gawut - Daud -Mamut - Dangur - Ndarung - Banut / Lanut - Pandu.
          Ngatul - Banur - 
          Babur /Laluk - Jeramun -
          Apul - Nandus
          Baduk - Balu - Jelahut - Danur - Dangur -
  1. Kawong
          Aber - Nambes - 
  1. Karot
          Tanuk - Ngapuk - Jaru - Waru - Marut
           Tanuk - Ngarum - Janggut -
            Legem - Gem -
            Ngapuk - Jemanu - Matul - Jelau -
            Marut - Damus -  Parus -Tadur -
            Janggut - Dadul - Yus Banul ? - Banut -
            Gem - Men - 
            ........Parut - Jehau - Rasul -
             Parut - Mandur -
             Jehau - Danggur -
             Jaru - Bandur - Jebaru - Gandur - Tagur
             

           Karot - Mbohang:
            Ragam - Selamat -
            Salut - Mandur -  Manggu - 
  1. Wangkung
           Lagam - Pamar -
           Kako - Agos - Agot -
           Agos - 
           Makung - Patut - - Waru - Gadut
           Kama - Aman -
           Babur - Parut - 
  1. Manu 
          Ambur - Jau - Gau - Anut - Mamu - Mandut - Malut
      ...................
         1. Suku Tanggar : Bakul - Padut - ...................
       
  1. Teno:
          Longos - Lompo -
          Hadut - Daduk - .......Jemaun
          Wela - Ena - 

     Ker:
      Jehadut - Jehalu - Anur - Danggur - Anggul - Gantur -
      Thomas Joho- Anus Sandur - Theres......... 

     Ndiwar:
     Ngantur - Gabu -Jeharut -Magul -
Tanggar:
Bone Bakul - vs Sebet Padut: Clara - Bosco - Ali - Nobert Kombek (Sema) - Mar - Lasa Belit - Anus Ndereng
Martinus Kamut (Lida) 
Dese:
Linung - :
Galut - Magut - ......
Nua Taga:
Martha.......
Rerok -  Mago
Tal - Ragan -


NB: Ada juga  orang  yang memiliki  nama lain,  yakni:  paci (nama samaran) ,yakni  nama  yang mengungkapkan  muatan /kandungan  makna  dalam  dirinya  berupa kekuatan  batin (supranatural /rohani)  atau   keahlian  dalam  bidang  tertentu,misalnya  dalam  permainan  caci. Beberapa  nama  paci   itu  misalnya:
  1. Masyur  Nera  Beang Lehang Tana Bombang  Palapa (Masyur Cahaya Semesta menembus Bumi  Gelombang Palapa) - nama  penguasa  suku  Todo -  Pongkor
  2. Kode  Rae  Radi  Ngampang  Bali (Kera  kuning  tua .... Jurang sebelah  menyebelah)
  3. Motang  Rua  Lalong  Tana Manggarai  (Motang  Rua  Pahlawan Manggarai)
  4. Lalong  Lino
  5. Ntangis  Lami  rahit
  6. .................
  7. .........................

Paci, apa hitu?
Dot paci data,  neho:

Kala rengga - reba Wela
Mesin Cetak - reba Wela / Tengka / Pengka
Selendang merah - reba Wela (Edu Sanor)
Tiang - Bilas
Sarung Bantal - reba  / anak Pangga
Kapal Selam - reba Rehak
Jangka Lolang - .........(reba -.... Lolang?)
Tekur lelap / Tewa-  Sewar.
Tekur tewa  -  reba  Sewar / Rewas
Gadis  Maning  - ...................... (one dere Mai Porong Caci).
Gadis Tenar -reba Wela (Edu Sanor)
Piring kosong: reba Ngkor
Ntangis = lami rahit - Guru SMA 1
Yoker Merah reba Tengka
Tembak enak reba Tenda
Woja Kelang - Reba Wela (Alfons  Jaban - Wela, saat caci di Teras-Rahong, 13-14 Sept. 2013).
Rata Lelap: Reba Wela
 .....................................(pasi di Hila)
Garis Paning ( http://www.youtube.com/watch?v=hriDloV8ONU&list=PL50A98363FD7CE394)
Larik  lepar: reba (anak) Golo Sepang
Ntala Gewang, reba Lentang (Lelak)







ETIKA LINGKUNGAN ORANG MANGGARAI


Etika  adalah  cabang Filsafat   yang mempelajari baik - buruknya  tindakan manusia. Dalam  kaitan  dengan  lingkungan, manusia  memiliki  pandangan  bahwa  dirinya  merupakan  bagian  dari  alam. Dalam5 pilar kehidupan  orang  manggarai, alam berupa  wae bate teku ( mata  air  sumber  hidup)  merupakan   satu  bagian  untuh  dengan 4 elemen  lainnya : rumah (mbaru bate  kaeng), halaman, ( natas bate labar), compang  bate  dari (compang  mezbah persembahan),  kebun (uma bate  duat). Mata  air  diyakini bersumber  di  hutan (puar)   atau  padang (satar). Orang Manggarai  diminta  untuk  melindungi  kedua  kawasan  ini. Ini  terungkap dalam syair  yang  sering  dibawakan  dalam  lagu adat: "Neka  poka  puar  rantang  mora  usang, neka  tapa  satar  rantang  mata  kaka puar, kudut kembus  kid  wae  teku, mboas  kid  wae  woang,  (jangalah membakar  hutan agar jangan  sampai hujan  hilang, jangan  membakar  padang  agar  agar  jangan mematikan binatang hutan, supaya air   minum tetap  membual dari sumbernya   dan air kehidupan tetap tersedia dengan melimpah)

Hutan  bagi  Manggarai  dipandang  sebagai  ibu - bapa  kehidupan. Anatara  kampung - tempat  manusia  hidup - dengan  hutan  memiliki  hubungan  erat. Manusia  dan kampung  merupakan   hasil perkawinan  kosmos. Nenek  moyang  Manggarai  percaya  bahwa roh leluhur  yang  menurunkan manusia  -  yang  tinggal di  kampung  -  tinggal  di hutan  yang  berada  di  gunung-gunung. Karena  itu, hutan  dan  gunungnya  dipandang  sebagai  Ibu dan  bapa  kosmos  yang  memberikan  kehidupan, terutama  air. Karena  itu  hutan  dipandang  sebagai  anak  rona (pemberi  wanita)  sekaligus  pemberi kehidupan. Dalam  ritus mendirikan  rumah  baru, ada   bagian  acara  mengambil tiang  utama (siri bongkok)  di  hutan  untuk  dijadikan tiang  utama (siri bongkok) rumah adat. Kegiatan mangambil  kayu   tiang  utama  ini  untuk  dibawa ke kampung  disebut "Roko molas  poco" (Membawa  lari  gadis  gunung). Kayu  dipercayaai sebagai perempuan  yang  dipinang oleh  kampung (beo) untuk bersama-sama merawat, menagsuh  anak  mausia  di  kampung. Maka  bagi  orang  Manggarai, rumah  adalah  simbol  manusia. Bagian kayu  utama  merupakan simbol  perempuan, sedangkan  bagian kepala (ngando)  adalah  laki - laki.


Dalam  bundu Manggarai  ada  ungkapan: Ninik  riti  run hi  empo, yang mau  dikatakan bahwa hidup selaku manusia  jangan  lupa diri. Kisah  awal penciptaan  manusia  adalah  dari  bambu.Bambu ketika  sudah  semakin  dewasa  dan  tua  akan  merunduk . melihak  ke  bawah  /ke  dalam  dirinya(ninik  riti  run).Ini mengisyaratkan suatu   pedoman  bagi  Manggarai  untuk  tahu  diri bahwa  awal muda  hidupnya  selaku  manusia  berasal  dari  tanah (tanah)  yang  dikombinasikan  dengan langit (awang). Bambu  pada  mulangnya menjulur  menuju  langit  lalu  kemudian menunduk  memandang  bumi.Bundu  Ninik  riti  run hi  empo  juga  sekalian  menggambarkan  bahwa   manusia manggarai  adalah  makhluk  rohani (bambu yang  terarah  ke  langit)  serentak  makluk  jasmani  ( pada saatnya  juga akan   tunduk ke  bumi). Filosofi bambu: tengadah memandang  angkasa  lalu tunduk menatap  tanah. Suatu  gerakan  kembali  ke  asal, yang  rahanian  sekaligus  yang  jasmaniah.


(JPS 6 Januari 2014)


Keharmonisan dengan lingkungan  menjadi elemen  penting  daalam hidup orang  Manggarai. Makhluk  infra human (binatang  dan  tumbuhan)  harus dihargai  sebagaimana  manusia. Siapa yang menyengsarakan  binatang atau tumbuhan maka dia atau  merka  juga  akan disengsarakan. Kisah 2 orang cacat dan  seekor anjing menjelaskan  hal  ini. Dua orang cacat - orang butan  dan lumpuh -  yang  secara  tidak sengaja menyengsarakan  anjing  dengan  mengikat puntung  apipada  ekornya,  dibinasakan dan dihancurkan bersama  kampung dalam kawah lumpur panas Ulumbu. Legenda  ulumbu  ini mengajarkan  kepada  orang  Manggarai betapa pentingnya hidup toleran dengan  binatang.

Selain  kisah  Ulumbu, kisah lain yang mengungkapkan  pentingnya memelihara keutuhan lingkungan adalah Nunduk Watu  Paung. Kisah /  Nunduk Watu  Paung  mengajarkan  kepada manusia  Manggarai bahwa orang  perlu belajar  katakan  tidak  pada  keserakahanDalam kisah ini  orang   yang  serakah terhadap lingkungan - air  dan isinya  -  maka ia akan mendapat kutukan  berupa menjadi  batu.

Tentang  keserakahan  ini, kisah Melombong  bisa  dijadikan  pelajaran  akan  pentingnya menghormati binatang sebagai sesama  ciptaan Tuhan. Melombong, sang pemburu binatang   sangat  rakus. Dia  mengimpikan dapat daging binatang  yang  besar-besar.Bila  mendapat  binatang  yang kecil-kecilmakan  dia  membunuhnya namun tidak  dimakan, dibuang  begitu  saja. Sang penguasa  binatang  marah - Roh penjaga binatang -. Mereka  mematahkan dan membelok  arah kaki Melombong. Tapakan  kaki  Melombong  diubah   arahnya  ke  belakang  bukan  seperti  kaki  manusia pada  umumnya  yang  tapakannya  arahnya ke   depan.

Bukan  hanya terhadap  binatang  manusia  berlaku  pantas  tetapi juga  terhadap  tumbuh-tumbuhan. Karena  dari  tumbuh-tumbuhan  jugalah  manusia  bisa  mendapat  makanan  dan  zat  lain  untuk  hidup  terutama  Oksigen (O2). Siapa  yang  menyengsarakan  binatang / tumbuhan  atau  secara  tidak  sengaja melakukan  itu, maka  ia  akan  mendapat kesengsaraan  juga, misalnya  sakit  atau  penyakit  yang  tak  kunjung  sembuh-sembuh. Orang  Manggarai percaya  bahwa  sakit  yang tak  kunjung  sembuh sembuh mengisyaratkan bahwa ada binatang / tumbuhan yang  menderita lantaran  ulah  manusia, misalnya  menebang  pohon  di  mata  air  menimpa binatang  di  tempat  itu lalu binatang  itu menderita berkepanjangan. Situasi yang ada  pada  binatang  tiu  juga  yang  dialami  oleh  manusia. Konsep ini  dalam  Bahasa  Manggarai  disebut  rudak.

(JPS 7 Januari 2014)


ETIKA HIDUP ORANG MANGGARAI

Etika  adalah ilmu  yang membicarakan  tindakan  moral, baik  atau buruk  suatu  perbuatan  manusia.
Berkaitan  dengan  ini, orang Manggarai memiliki  beberapa  prinsip yang  menjadi pedomanhidup harian. Beberapaprinsip itu adalah:
  1. Neka daku ngong data (jangan mengklaim milikku apa yang sesunggunya milik orang  lain). Harus ada keberanian untuk  mengataka  tidak kepada  diri  sendiri  terhadap  milik  orang   lain.
  2. Pio - pio (inggos)   wale  io, paes -paes  wale  tae (  sopan menjawab ya,  santun  merespons pembicaraan). Frase  ini  mau  mengungkapkan  agar tindak  tanduk  dan  tutuk  kata  harus  santun.Ketika  melewati  orang  yang  lebih  tua  harus katakan permisi  sambil membungkukkan  badan dan tangan  di  kanan  terbuka menyamping /menyisi meminta izin  kepada  yang   lebih  tua. Menjawab   atau  menanggapi  pembicaraan  orang  harus  kalem (paes)  jangantergesa -gesa   /buru - buru , apalagi  berlagak  angkuh  seperti  orang  yang  mau  berkelahi.
  3. Eme sampe  ata ngong  sampe  weki  ru (membantu  orang berarti  membantu  diri  sendiri). Orang  Manggarai menyadari  aspek  sosial  hidupnya  bahwa di  luar  dirinya  ada  orang  lain. Karena  itu dalam  menjalani  hidup ini harus  saling  membantu. Bila  orang seseorang  membantu  orang  lain, tiba saatnya  nanti  dia  dibantu  oleh  orang  lain  juga.
  4. Hiang  ende  agu  ema kudut lewe mose one  lino (Hormatilah ibu dan ayahmu agar panjang umurmu). Frase  ini mengajarkan  agar anak   berbakti  kepada  orang tua  yang  sudah berjasa  menghidupinya. Bila orang tua  sudah agak  tua, hendaknya  menolong  mereka  di  usia senja dengan memberikan perhatian (mengunjungi, menelepon, mendoakan ),memberi bantuan material, dll. Tindakan menghormati  orang tua  menurut  orang  Manggarai  bisa  memperpanjang  usia.
  5. Neka lengga  wakas rantang  ala  lata, neka  lage  alu rantang  pau' (Jangan melanggar aturan/ sumpah  adat supaya  jangan dibunuh orang, jangan melanggar melanggar norma perkawinan agar jangan  tersandung jatuh). Goet  ini mengajarkan  pentingnya memelihara, merawat  and  menghargai  adat  istiadat  disup sosial  pada umumnya , termasuk  etika  hidup perkawinan.
    JPS 6 Jan. 2014.
  6. Kus  kundung, dango  tago,lando teu, te' muku, seru wohe (Petai mengkerut, kacang  mengering,Tebu berbunga, pisang  matang, cocokan  hidung lapuk). Frasa  ini mau  mengungkapkan  bahwa semuanya akan  mencapai  masa  kedaluwarsa. Karena  itu, kita perlu tahu diri bahwa  segalanya  ada masa  berlaku  dan  kedaluwarsa. Karena itu  perlu menghargai  sesama,  tak pantas  untuk mengagungkan atau menyombongkan diri, merendahkan (menghina)  yang  lain.
  7. Duat  gula  we'  mane (Berangkat kerja di  pagi  hari dan  pulang kerja  di  sore  hari). Frase ini  mengajarkan  etos kerja yakni memanfaatkan waktu  sebaik  mungkin  untuk  mencapai hasil demi mencukupi kebutuhan hidup.
  8. Neka  bajar  sala  data, olo  nuk  sala  ru  (jangan membicarakan  kesalahan  orang,  sebelum  menguji  menguji (membicarakan)  diri  sendiri.  Go'et  ini  penting    agar  orang Manggarai berpikir ke  dalam  diri dulu lalu   memperbaiki  diri  kemudian baru membicarkan (mengeritik)  orang lain. Kritikan terhadap  orang  akan efektif bila  orang  yang  mengeritik  dalam  kondisi  / suasana  hati  yang  baik  secara moral. Bila tidak  kritikan  kepada  orang  tidak  bergema   malah  bisa mendatangkan bumerang  bagi  diri  sendiri  ibarat  meludah  ke   udara.
  9. Pati  gisi  arit, singke  gisi  iret  (bagilah  dengan   bijak  dan irislah  dengan  adil). Goet  ini mengajarkan  prinsip proporsionalitas  dalam  hidup  sosial  agar  sesuatu  yang  diperoleh  itu  dibagi  dengan  adil  dan  bijaksana.
  10. Toe  nganceng  pola  hanang  koe  betong  setede ( Tidak  bisa pikul seorang  diri  bambu satu pohon). Goet  ini mau  mengajarrkan  kepada  manusaia  Manggarai  bahwa kita  tidak  bisa  hidup  sendiri.Kita  butuh  bantuan / kehadiran  orang  lain  dalam  rangka kehidupan  yang lebih  baik.
  11. Darat woleng tana poti woleng pong ( Bidadari berlainan tempat, setan berlainan  mata  air). Go'et  ini  mau mengungkapkan bahwa  setiap  orang  dan tempat  itu memiliki kekhasan (keunikan). Menyadari kebhinekaan  itu maka  patut perlu  ada  sikap  hati - hati, waspada, saling  menghargai (menghormati)  dan seyogyanya menanggalkan sikap  arogan.


JPS 7 Januari 2014

Minggu, 05 Januari 2014

SOCRATES

Socrates  adalah  filsuf  Yunani  yang  mengajarkan  pentingnya  refleksi. Refleksi  merupakan   kegiatan merenungi, menanyai, menguji  diri  sejauh  mana  diri saya  benar, baik, bijaksana, luhur. Socreates  mengajarkan orang  untuk  mengetahui  dirinya  sendiri. Socrates  berkata: Kenalilah  dirimu (Gnoti Seauton).

Metode  Filsafat Socrates
Dalam  mengajar  Filsafat, Socrates menggunakan  metode  Elenchus (penyangkalan). Bagaimana penerapan praktis metode  ini?

Socrates  dan  orang  Manggarai.

Socrates  mengajarkan orang  untuk  berefleksi, melihat ke  dalam  diri.

Orang manggarai mengajarkan  hal  yang  sama. Ini  tampak  dalam  beberapa  ajarannya:
1. Bundu: Ninik  riti  run  hi  empo ( harafiah: si nenek  melihat pantatnya  sendiri). Arti yang  sebenarnya: Ini  bahasa analogi yang  menggambarkan  manusia yang  muncul dari  bambu. Bambu memiliki  keharusan sejarah untuk tunduk bila telah   mencapai  usia tertentu. Ini  sesungguhnya  sama  seperti Socrates, ajakan  untuk  merefleksi, kembali  ke  dalam  diri.

(JPS 20 Feb. 2014).





Sabtu, 04 Januari 2014

SIAPAKAH ORANG MANGGARAI ITU?

SIAPAKAH  orang  Manggarai  itu?



Siapakah Orang  Manggarai itu?
Dualitas Manusia Dalam Pandangan Orang Manggarai: Materi dan Roh  // Debu dan Cahaya
Hidup itu siklis / abadi



Dasar utama refleksi:
1.       Nunduk:  Wangka Pu’ng  Mangan Mensia: Nera mataleso hena betong  manga runi repek, lempo 2 mensia, inewai – ata rona; ise kawing, manga anak ata rona; anak hitu mbele le eman  te takung helang hiang Mori Ngaran te tegi lebo mose. Daran anak koe hitu   worang watu compang //  nggarak   takung  tana / worang oka,  isin te  jiri  wini. Nitu maid manga sangged    po’ng te hang agu paeng te  tinu  /manuk pening / ela na'ng.
2.       Dere: Mata Leso ge ; Ntala Gewang Ge; Wulang Mongko Ge; Lo' (embun) (https://www.youtube.com/watch?v=lFPZUMfpiYs);   Endong Patola (https://www.youtube.com/watch?v=g87dP1F4FEE) ;
3.       Go’et / Torok Tae : Lempo haeng leso;  langkas haeng ntala; uwa haeng
4.       Adak: loas: lampek poro  putes; kawing: tukar kila; mata: seha kila; mata: bedil betong: Wakak betong asa manga wake nipu tae, muntung pu’ Gurung  manga wungkut nipu curup ; Betong:  te palor wae samo, te loreng wae mose;
5.        Lonto Leok:
6.       Mbaru niang
7.       Lingko Lodok
8.       Compang dari (dari leso) / compang deri
9.       Gendang – Gong : Leong (Bulat)
10.   Nggiling: leong  
11.  Ngasang Beo: Leong (Beong) – Reok - ; Ling (berputar / berbunyi) : Ting (Memberi) ;  Ntala, Wulang,  Betong, Pering, Gurung, Belang, Talo (Talok),
12.  Ngasang data:   Lanur (La – nur = cahaya);  Nera (Nerang beang  lehang tana Bombang Palapa) – Endong Patola;  Gerak, Wela,
13.  Paci (Pasi) Caci: Ntala Gewang;
14.  Gogong : leong


PS, 24 Maret 2018

Go’et:

Tombo toto  toem somong
Dere kekep  mose wengke
Go’et  toto  mose  tontes
Nunduk toto toem wungkut
Bajar toto toem langang
Bundu toto  toem luku / dukut
Beo toto leong

JPS, 24 Maret 2018


Orang Manggarai, Manusia Bambu
(Molor te  tombo - Lutas te tura - Nggepuk te Gejur - Bae te Pande  - Utas te ungang)  : Manusia Kaya Makna (15, 21 Nopember 2014)
Molor te tombo =  mampu / andal dalam berbicara
Lutas te tura =   detail/ jelas  dalam berbicara
Nggepuk te gejur : Terampil  dalam  karya
Bae te pande: Tahu untuk membuat
Utas te ungang: Tepat dalam prediksi
Mensia dengka agu dangka nai: Manusia Kaya Makna

(JPS, 9 Januari 2015)

Dari segi  gagasan, orang Manggarai adalah orang yang memiliki visi. Visi  orang Manggarai  diungkapkan dalam goet: "langkas  haeng ntala, uwa  haeng  wulang, lempo haeng  leso" (bertumbuh tinggilah mencapai bulan, bertumbuhlah mencapai bulan,  melompatlah menjangkau / mencapai  matahari) --- orang Manggarai punya visi ( gagsan dari Bapak Rofinus Lahur saat  pidato / sambutan  Natal Bersama Manggarai - Jakarta, 24 Januari 2015 di di DISBINTALAD (Dinas Pembinaan Mental Angkatan Darat), Jl. Ksatrian -  Berlan, Matraman, Jakarta Timur. (JPS, 25 Januari 2015).

Dari segi  gagasan, orang Manggarai adalah orang yang sadar diri akan identitasnya lantas  timbul rasa bangga. "Apa yang membuat anda  bangga menjadi orang Manggarai?" bertanya Pater Dr. Peter Aman, OFM pada misa Natal Bersama  Manggarai di Jakarta, 25 Januari 2015. "Yang membuat saya bangga sebagai  orang Manggarai adalah bahasa, terutama goet : "Langkas haeng ntala". NTALA  ruis  agu  kata (adak)  NATAL. Jadi orang Manggarai itu orang yang dekat dengan NATAL, lahir baru,  ; NTALA = pemberi cahaya, penuntun. (JPS, 25 Januari 2015).



Dari segi etnografi, orang Manggarai itu  perpaduan perkawinan dari berbagai suku /ras, seperti Eropoid, Mongoloid, Negroid, Melanesoid dan Melayu - Nusantara ( Minangkabau, Jawa, Sulawesi) dan penduduk asli (Homo Florensiensis).  Tokoh dari Eropa tampak dalam kisah Jermelo yang konon datang dari Turki.  Tokoh dari Melayu Nusantara  berupa  dari  Minangkabau (Masur - Nera Beang Lehang Tana Bombang Palapa -), Sulawesi ( Bonto  Jene), Jawa (Mbadu)), Sumba, Timor (terutama untuk orang dekat Waerana/ suku Suka - Ndolu - lihat di kompas.com)   dan pendududuk asli berupa  Manusia  Fobit (Homo Florensiensis). - JPS, 1 September 2014.  (Ngasang  Okot = nama samaran; Paci / pasi).

Secara  budaya, orang  Manggarai  adalah  orang  yang memiliki  tujuan hidup yang terungkap dalam idealisme /  mimpi. Mimpi orang Manggarai  sangat  idealis / utopis.   Idealisme  orang Manggarai  terungkap  dalam  go'et:
Lempo  haeng  leso, langkas  haeng   ntala, uwa  haeng  wulang (Melompatlah /berjuanglah  hingga  mencapai Matahari, berkembanglah tinggi mencapai  bintang  dan bertumbulah hingga  mencapai  bulan). Mimpi  ini melambangkan  harapan  orang  Manggarai  akan  hidup  yang  lebih  baik, apapun dan  siapun dan di manapun  orang  itu berada.

Ada  demarkasi  hak  warisan  antara  laki - laki  dan  perempuan (Ata one  (ata  rona)  - ata peang (ine wai)  : Laki -laki  memiliki kewenangan  menerima properti warisan  orang  tua (rumah, tanah, ternak, tatanan adat / ceki) sedangkan  perempuan  merupakan orang  luar ( tidak punya hak untuk mendapatkan  tanah, ternak)  yang akan akan mengikuti   suaminya.  (JPS  10  Jan. 2014).

Dalam rangka mewujudkan mimpinya ini orang Manggarai  bekerja  keras. Spirit kerja keras   ini diungkapkan dalam go'et: "Dempul wuku, tela toni , duat gula we' mane" (tumpul kuku, rekah punggung, (kerja keras), kerja sejak pagi, pulang  petang  hari, pergi  (kerja)  pagi, pulang petang)  ---(VMG  11 April 2014). Dalam kamus orang Manggarai diajari untuk  membuang kemalasan. Kemalasan meruapakan hal yang tabu karena  kemalasan mendatangkan kemiskinan, tak ada  apa-apa yang bisa dimakan. Orang yang miskin karena  malas selalu diperolokan dengan goet ini:  "La'it  merkani , hang  perkakas (jilat kontol, makan anus / dubur/pantat/ anu) .

Orang  Manggarai  adalah orang  yang  mengakui  dan menerima   kemajemukan   dan kekhasan  dalam  setiap satuan /  unit  /  satuan hidup sosial /   masyarakat. Setiap satuan  masyarakat  kampung  itu  unik / khas. Hal  ini  terungkap dalam goet: "Darat  woleng  tana  poti  woleng  pong". Kita perlu  percaya  diri dan  perlu waspada  dan terus  belajar, jangan menganggap remeh  yang  lain. Darat  woleng  tana  manga rang, poti woleng pong manga rojo (peri berlainan tanah (tempat)  memiliki kekuasaan / kewibawaan, setan berlainan mata air  memiliki  strategi). Juga  dalam go'et: wai' woleng lampa, lime  woleng  wajong  (kaki beda langkah, tangan beda ayunan).

(JPS, 11 Jan. 2014).

Orang  Manggarai  adalah orang  yang  berusaha  mencari  jalan  keluar terhadap persoalan  yang dialami. "Nepa  paka  bae  krendan, poti  paka  bae gojing, darat paka  bae  wajak". (Ular sawah harus bisa diakali, setan harusnya bisa diobati, bidadari harus  bisa diguyoni). Untuk orang Manggarai, berlaku prinsip ada masalah, ada solusi (manga  masala, manga  kole  salang  losan).

Orang Manggarai  adalah  orang  yang secara budaya  menganut prinsip patrilineal     ada pemisahan yang tegas antara  hak  anak  laki-laki dengan  anak perempuan, dalam  mana, laki-laki mendapat hak warisan dari orand tua, sedangkan anak perempuan tidak memiliki hak atas  harta  warisan peninggalan orang tua . Ini tercermin dalam  goet: Ata  one,  ata  pe'ang  (orang  dalam, orang  luar). Goet  ini  menegaskan  bahwa ada pemisahan yang  tegas  antara   anak  laki-laki  dan  wanita. Anak laki-laki (ata  one)  merupakan  orang  dalam yang  berhak atas apa  harta  warisan  orang  tua (rumah, tanah, harta kekayaan, adat  istiadat (seki))  sedangkan perempuan adalah orang luar (ata pe'ang)  yang  harus  meninggalkan rumah  serentak  tak  memiliki hak atas rumah, tanah dan harta  warisan  orang  tua. Perempuan  akan  mengikuti suami  dan adat  istiadat  suaminya. (JPS 15 Jan. 2014 -).

Orang  Manggarai  adalah  orang  yang dianjurkan untuk  percaya  pada  diri  sendiri manakala berhadapan dengan berbagai tawaran dari orang lain. Ini  dinyatakan dalam ungkapan berikut: Neka  na'  bajar  data  nia  tutus  kin  nai  rum  (jangan  ikut  membeo  apa  yang  orang  katakan tetapi yakinlah   akan  pendirianmu sendiri). Goet  ini  mengajarkan betapa  penting memiliki  rasa  percaya  diri  agar  yakin  dengan  apa  yang  dipegang / dianuti. (JS 15 Jan.P 2014). (Kamis, 23 Oktober 2014 -. Saya dalam perjalanan dari Jakarta menuju Bekasi. Saya simpan motor di Stasiun Cakung. Saya  datang  dari Rawa Mangun. Saya  numpang bis Metromini. Saya  tanya kernet apakah  bis Metromini 47 sampai di stasiun Kelender Baru. Dia  bilang  ya. Saya mau ubah pendirian. Saya  mau turun di Buaran. Minggu lalu, saya  pernah mengalami hal yang sama. Turun di Stasiun Buaran. Ada penumpang lain yang sarankan saya  untuk  turun di Jl. I Gusti ngurah Rai  lalu naik  mobil / angkutan yang lewat stasiun Cakung. Saya  sudah berpengalaman turun di stasiun Buaran.  Saya berani percaya  diri putuskan turun  di stasiun  Buaran, Jakarta Timur. Sesama penumpang  berusaha meyakinkan saya  untuk  menggunakan angkot  dengan 2 alasan bahwa angkot cepat dan langsung stasiun Cakung, kedua, kereta  tiba  agak lama. Saya  tolak karena saya pikir bahwa menggunakan bus / angkot biayanya   lebih mahal daripada  menggunakan kereta. Selain itu, kereta  cukup  cepat pada jam  begini, sekitar  pukul 21.00 malam.  Saya  putuskan dengan berani turun di Buaran. Saya melangkah dengan pasti ke stasiun. Saya  langsung  dapat kereta. Saya bayar Rp 2.000. Bila  mengikuti anjuran sesama penumpang  tadi  belum tentu  cepat  dan  lebih murah, mungkin lebih mahal dan  lama. Perlu percaya  pada diri sendiri.


Orang   Manggarai  adalah  orang  yang  tangguh  seperti  kerbau, namun  dibalik ketangguhannya  tampak kerapuhan / kelemahan   antara  lain  lamban  dan  sering  dijadikan  pemikul  beban, disuru-suruh  berdasarkan  tarikan  cocockan  hidung. (Kaba lorong  irus) (JPS 15 Jan. 2014).

(JPS, 11 Jan. 2014).

Orang Manggarai  harus berlaku  adil  bagi  semua  terhadap properti umum. Hal ini tampak  dalam goet Pati gici  arit, cingke  gici  iret  (bagi  seadil-adilnya, belah  dengan  sebijaksana mungkin). Goet  ini mengajarkan  keadilan sosial dalam hidup  bermasyarakat.  Sesuatu yang  menjadi properti  umum harus  dibagi seadil-adilnya.  (18 Jan. 2014).--- Keadilan.......(menurut filsuf  siapa?. Coba simak Keadilan  menurut : Aristoteles,, Plato,Thomas Aquinas, John Rawls).

Orang  Manggarai  adalah binatang berakal budi yang penuh dengan  misteri  / paradoks (tidak seluruh  jati  dirinya  bisa  diungkapkan  secara  tuntas. Untuk  mengenal  diri  butuh  waktu  yang  lama. Tak seluruh aspek  dalam  dirinya  bisa  dijelaskan. Bdkn  4 bgn  jendela  jauhari - psikologi..........).  

Orang  Manggarai   memakai  kerbau  sebagai  simbol   budaya  dirinya. Kerbau  itu  tangguh. Ini satu  sisi. Sisi  lain   bahwa  kerbau  itu masa  bodoh, cuek  dengan  realitas  sekeliling, kadang hanya  melihat ke  depan, tak  mau  lihat  ke  sekitar. bila  ada  yang  mengusik, dia  marah, mengayunkan tanduk  untuk seruduk. Orang Manggarai  menyebut  situasi  ini  dengan  go'et  songong / songong  neho   kaba  sodo, jungung neho kaba rusuk  (sombong / dungu  seperti kerbau  betina, tidak bersemangat seperti kerbau kurus ). Orang Manggarai  yang  tidak  peka  disebut  dongok, selalu terlambat  mengikuti  perkembangan  zaman.Kerbau kerap mengikuti  cocokan hidungnya. Ke arah mana ditarik ke situ jalannya.  Kerbau diatur oleh cocokan hidungya (kaba lorong  irus)
Simbol  kerbau yang kekar  menggambarkan  orang  Manggarai  yang  kerap  merasa  diri besar, hebat  diri. Karena  itu kerap berperilaku   jaga  gensi (jaga  image = jaim). Beberapa kasus yang  terjadi  di  kampung -kampung  sangat  menjelaskan  hal  ini. Hanya  karena memperebutkan tapal  batas  maka  perkara hingga  jaksa. Perangkat  peradilan  adat  kerap dilecehkan  padahal  kebijakan  adat  tak  kalah  luhurnya  daripada lembaga peradillan negara. Bila ditilik  dengan cermat, biaya perkara  jauh  lebih  besar  daripada nilai ekonomi  lahan / material  yang disengketakan. Bahkan sengketa  kerap  berujung hilang  nyawa. Ini  hanya  karena  masalah gensi (harga  diri). 

Orang  Manggarai  dan filosofi  kerbau
Kerbau merupakan salah satu binatang yang sangat populer dalam  budaya Manggarai. Tak heran, kerbau dilihat sebagai salah satu  simbol budaya.

Filosofi kerbau:
Kerbau adalah gambaran / simbol  kekokohan, stabilitas, konsistensi, konvensional, patuh pada aturan, dan mapan. Shio Kerbau jujur tanpa pamrih, rajin, dan tenang seakan tanpa ekspresi menghadapi semua hal. Gerakannya lamban, tetapi bertenaga. Shio Kerbau berwawasan luas dan bisa menjadi seorang pendengar yang baik, tetapi sulit mengubah pendapatnya. Shio Kerbau terkesan sangat keras kepala dan cenderung berprasangka buruk. Shio Kerbau memahami segala kewajibannya dan percaya bahwa hanya dengan bekerja keras ia akan mencapai sebuah kesuksesan. Ia tidak percaya bahwa kesulitan bisa terurai hanya dengan menunggu nasih baik. Namun, hanya dengan tindakan nyata yang mampu mengubah keadaan, bukan nasib. (12 binatang  dalam  shio  China).
ORANG  Manggarai  tdd:
Orang  pribumi  : Homo  Florensiensis
Pendatang:  Makasar, Minangkabau, Sumba, Mongoloid,  Negroid, Timor ( di kawasan Wae Rana)

Dari  kisah-kisah  awal,  mereka  adalah  orang yang:
  1. Kreatif: - Nggerang n  keluarga,  Wela Runus, Awang, Empo  Golo  Ronggot, Timung Te'
  2. Reflektif:  Bambu / tebu / pisa  / anjing :Bisa  menolong  diri  sendiri
  3. Sombong: seperti  ayam, tengdah
  4. Kolektif : Lonto leok (leong)
  5. Rohani  -  ayam - Rewung  Ngoel - Nggerang  - Hendang - Kuleng -
  6. Peka
  7. Lugu: Wela  Longgar
  8. Terarah / berjalan  menuju  terang
  9. Berani: Motang  Rua
  10. Jujur


** Orang  Manggarai, laki-laki  diharapkan  pemberani. "Sama  laki  toto  rani (sesama   lelaki  tunjukan keberanian), sama rona toto lokang ronca  (sesama laki tunjukkan jejak tanah  karya) /  Dalam  suatu  pertikaian, seseorang  kadang  memancing  keberanian  lawan, lantas  lawan membalasnya  dengan tantangan  puritanisme  bahwa  pantang  bagi lelaki  Manggarai  untuk  takut  kepada  siapapun. Adalah  lebih  baik   masuk kembali ke rahim ibu   daripada  takut  kepada  siapapun. "Kusi  kole  one  tuka  de  ende  daripada  rantang rani sama  laki"  (VMG   n  JPS  9 n 10 Peb. 2014).


** Manusia   Manggarai  adalah  makhluk  sosial, tak  bisa  hidup  sendiri, butuh  kehadiran  dan  bantuan  orang  lain. "Toe  nganceng  soket  le  ru  lopat  one  mata" (serpihan benda  asing  di dalam  mata (tanah, besi, daun) tak  bisa  dicungkil  sendiri". Ini  mengungkapkan kerendahan  hari  selaku makhluk  individual, maka   butuh  bantuan / kehadiran  sesama). (Kamar  Mandi  VMG, 17 Peb. 2014). Secara budaya, Manusia Mangarai adalah makhluk yang membangun jaringan. Mulai dari dirinya - secara oranik  tubuh manusia terdiri dari jariangan, dari kepala hingga  kaki, dalam kehidupan berkeluarga (kilo) hal itu dipertegas  lagi dan selanjutnya  hingga  pada  tingkat suku (wau' / uku)  lalu pada  kampung. Hal ini mengingatkan kita  pada sistem lingko  - lodok  - sising  - suatu bentuk sawah / kebun berbentuk jaring laba-laba (spider web). Kerja berjaringan akan sangat mendukung kesuksesan. Orang yang kerja sama  jauh lebih sukses  bila  hanya bekerja sendiri  (Betong setede toe nganceng  pola  hanang koe = bambu sepohon tak bisa dipikul sendiri karena sangat panjang dan berat).  (VMG - JPS, 1 Agustus 2014, ide  lopat one mata,  muncul lagi pada 4 Oktober 2014 )


** Orang Manggarai adalah  orang  yang tahu  diri (sadar)  bahwa dirinya  terbatas/ tidak sempurna. "Toe  nganceng pola hanang  koe  betong  se tede" (Tak bisa dipikul sendirian bambu sepohon)  dan "Toe  nganceng soket le ru  lopat  one  mata ( serpihan benda  asing di  bola mata tak bisa dikeluarkan sendiri). Go'et - go'et  di  atas  mengungkapkan keterbatasan diri  serentak kerendahan  hati. Dengan ini orang Manggarai mengakui bahwa hidup ini berdimensi sosial, saya  membutuhkan kehadiran orang  lain.   (= Mose  letok  likang = hidup ibarat  batu tungku yang dalam kebersamaan bisa berfungsi dengan baik;  seorang diri     tidak efektif  untuk meraih kesuksesan. Karena itu     perlu  kerja  sama antar satu dengan  yang  lain.). Karena terbatas, maka manusia  Mangarai hidup dalam kelompok-kelompk (komunitas). Itu yang membentuk suku-suku (uku) di kampung-kampung Manggarai.  Manusia Manggarai menekankan hidup berkomunitas. Hal ini tampak dalam kerja bersama: dodo / leles (gotong royong) dalam mengerjakan kebun, membangun rumah - baik rumah adat maupun rumah  pribadi.

(VMG, 19 Feb. 2014, pkl  22.15 pm n JPS, 18 April 2014, 18 Oktober 2014.)

Masih berkaitan dengan bambu, manusia  Manggarai  adalah  insan yang punya kesadaran intensional. Bambu pada waktu kecil,  pucuk / ujungya   menunjuk ke   atas  / langit. Begitu beranjak dewasa perlahan menatap tanah (lihat ke bawah). Ini merupakan simbol intensionalitas   bahwa  manusia pada tahap   pertama  terarah  kepada obyek di luar  dirinya, lalu pada tahap berikutnya   lalu kesadaran itu kembadi ke dalam diri sendiri sebagai subyek. Dalam pengalaman komparasi itu manusia Manggarai menemukan dan mengenal   serta mengevaluasi diri . Di sini  manusia  manusia  sadar (tahu)  diri akan posisinya  di tengah kancar  percaturan kehidupan. (VMG - JPS, 25 Oktober 2014). Berbasis kesadaran intensional ini   orang Manggarai diajak untuk selalu mengenal  dan  menguji diri dalam  percaturan pergaulan dalam lingkungan  sosial kemasyarakatan. Ajakan untuk mengenal dan menguji serta mengevaluasi diri terungkap dalam goe't  berikut:  "Neka ngong ata lombong lala, kali ru lombong  muku" (Harafiah: Jangan mengatakan orang lain pucuk "Lala", padahal sendiri  pucuk pisang. Ini bahasa kiasan (metafora)  yang mengungkapakan sindiran bagi orang yang lain yang sering kali latah, lupa diri dan tidak tahu diri  karena 'mengatakan  orang lain jelek, padahal diri sendiri lebih jelek.  (JPS, 29 Desember 2014).

Masih berkaitan dengan bambu. Bambu adalah tumbuhan  hidup berumpun, bersama. Bergerak bersama, seiring, sejalan.  Kebersamaan, persatuan, harmoni menjadi salah satu elemen pokok kehidupan orang Manggarai. "Gurung sa pu' neka woleng curup".  Selain itu, bambu adalah tanda kehidupan. Bambu memiliki akar untuk mengantar air ke dalam tanah. Akar kokoh pada bambu juga mampu merekatkan tanah.  Buku - buku pada bambu sering dipakai untuk menyimpan air / tuak. Maka  bambu merupakan simbol kehidupan. Fase-fase kehidupan manusia diwarnai bambu. Pada saat kehamilan, ibu hamil mimpi menimba  air menggunakan bambu / timba di pancuran bambu.  Pada saat kelahiran, tali pusat (ari-ari) dipotong dengan bilah / sembilu (lampek) yang terbuat dari  bambu. Pada fase sekolah, menggunakan bambu  sebagai alat musik (seruling), alat mainan ( sunta, perlengkapan oto - oto kalo), pada masa dewasa: bambu untuk buat rumah dan perabot rumah tangga, bambu untuk  pagar, bambu untuk jembatan, tiang untuk panjat enau, kayu api, alat penyulingan  moke,  alat putar untuk membuat tali ijuk,  temapat jemuran, alay untuk meyalurkan air, alat untuk  tusukan sate, tempat  bakar nasi  yang kemudia dibakar. Pada akhir kehidupan manusia, pada saat meninggal, dibuat meriam bambu), .  Bambu hadir sepanjang sejarah kehidupan manusia (JPS, 29 Des. 2014).

Bambu adalah kesimpulan hidup Orang Manggarai (Betong hitu dukut mose data Manggarai). Bambu muncul dari tanah lalu kembali ke tanah. Bambu adalah simbol manusia. Manusia berasal dari tanah dan akan kembali ke tanah. (VMG   dan JPS,  19 Pebruari 2015). Berdasarkan uraian ini, kita dapat mengatakan bahwa orang Manggarai adalah manusia bumi.

** Eme  wakak  betong  asa, manga  wake  nipu tae, eme muntung   gurung pu' ,  manga wungkut nipu curup.
Betong (bambu) adalah lambang manusia dan juga kebudayaannya.Dalam kebudayaan termasuk bahasa. Orang manggarai percaya akan regenerasi, baik manusia  maupun  bahasa.  Roh nenek moyang akan terus menyertai sehingga baik generasi manusia  maupun kebudayaan (bahasa) tetap terpelihara. (VMG, JPS 19 Maret 2015).

** Orang Manggarai adalah orang yang tahu menjaga keseimbangan kehidupan demi  kehidupan yang wajar / tepat."Neka songa  bail rantang  paki  bokak, neka tengguk  bail rantang kepu  tengu" (jangan terlampau tengadah awas  leher tergorok, jangan  terlalu tunduk awas  tengkuk dipotong).  Songa  bisa  mengungkapkan ekspresi kesombongan  tapi  bisa juga  mengungkapkan sikapyang memiliki  visi ke  depan. Tengguk merupakan  gerakan melihat ke bawah (tanah)  /ke dalam  diri   untuk  melihat realitas  diri sekarang. Orang Manggarai  harus  mampu menjaga keseimbangan antara pengalaman  masa  lampau, realitas kini dan visi  masa yang  akan  datang.

(VMG - kamar Mandi, 20 Peb. 2014  n  JPS, 20  Peb. 2014,pkl 22.30).



** Orang Manggarai  adalah orang yang menghargai martabat  sesama. Sesama  manusia  petut  dihargai, jangan dilecehkan';" Neka  asu ngeng  hae  wa'um, neka  kode ngeng  hae  olet, neka  kaba  jarang  ngeng  hae  atam (jangan anjingkan    saudara  sesuku, jangan  kerakan  kawan sebaya, jangan  kuda - kerbaukan  sesama yang lain).
(VMG, 21 n 22  Peb. 2014).

** Orang  Manggarai  adalah orang yang reflektif  dan rendah  hati. Hal  ini diungkapkan dalam goet: Ninik  riti run hi   empo "(Lihat pantat  sendiri si leluhur). Ini kiasan  untuk pohon bambu yang ketika sudah mulai dewasa  dan tua  pucuknya merunduk  (mengarah) ke tanah / akarnya. Dalam mitos, orang manggarai dikisahkan berasal dari  bambu yang pecah karena  kena  sinar  matahari (Erb, The manggaraian p. 22).


**Orang  manggarai  itu  khas (unik): “Wa’i  woléng  lampa, limé woléng  wéjong. Kekhasan  ini  terjadi  bukan hanya  pada individu  tetapi  dalam  setiap komunitas / kampong. Hal ini diungkapkan dalam goét: Darat  woléng  tana, poti  woléng pong. (1 Maret 2014 - VMG, n  JPS 3 Maret 2014).

 ** Orang  Manggarai itu  hidup selaras alam. Alam  dan  isinya  bisa  dijadikan  dan dimanfaatkan  sebagai  tanda, termasuk untuk  tapal  batas. Tapal batas tanah selalu ada tanda, misalnya kali (ngalor), pohon / tumbuhan, gubuk (sekang), batu (watu) .  Berikut  dialog  antara cucu (C)  dan kakeknya (E) yang mencari  tahu batas  kebun yang mereka  miliki.

C: Empo, nia  langang  uma  dité?
E: Anak: Langang  uma  dité:

Waé  langang  salé
Nao / ngalor  langang  awo
Sékang  langang  étan
Haju Nangka  langang  wan
Watu langang  laun

(VMG...., JPS  4- 5 Maret  2014, 19 Peb. 2015)

 ** Orang  Manggarai itu  percaya  pada historisitas gen. Maksudnya  ada  pewarisan gen dan karakter  dari keturunan terdahulu kepada ketutunan kemudian. "Dara  hitu  toé  ngancéng  mora, wa - wa na': Na' waén  paké, na'  utén  kusé, na' ngerun tekur, na'   rindon  Ngkiong" (Darah itu tidak bisa dihilangkan, diwariskan ke generasi selanjutnya:   katak  tinggalkankan kuahnya, kepiting tinggalkankan dagingnya,  tekukur  sisanya  baunya, Ngkiong  wariskan nyanyiannya) - Jln. Bulevard Hijau - dekat danau - Warung Tobet  JPS  Harapan Indah - (di atas  motor, pkl 19.10  am - JPS  menuju Gereja St. Albertus HI,  7  Maret 2014, JPS, 20 Maret 2014- Na' rindon  Ngkiong).

** Orang  Manggarai itu  pekerja  keras: "duat  gula-gula, wé' mané-mané(VMG n JPS, 7 -3-2014)
Dalam  hidup  harian ditemukan  juga  permainan anak kecil yang memegang-megang  ayam, mengelus  sambil bernyanyi  memanjakan ayam  ini dengan nyanyian: Kekang-kekang  manuk kekang, duat gula we' le  mane  kekang, kekang  manuk  kekang. "Pesa  mata  de  kaka  wela  mata  de  manuk kekang.. kekang  manuk  kekang...   (JPS, 7 Maret 2014).Ayam  sebagai  contoh yang baik  bagi  manusia, dalam  soal konsistensi, disiplin  (bangun dan  tidur  tepat waktu)....................JPS, 8 -3-2014)


** Orang  Manggarai itu insan yang mengedepankan persekutuan (persatuan). Bagi orang Manggarai, persatuan adalah kekuatan. Hanya dengan bersatu maka hidup itu  memiliki efek, resonansi  dalam kehidupan sosial. Ibarat batu tungku, baru  bisa efektif   menyangga periuk / wajan  apabila ketiganya berdiri kokoh. Orang Manggarai mengungkapkan hal ini dalam goet: Mose letok  likang.

Eureka - temukakan arti goet: Mose letok  likang : 8 Maret 2014).  Sebelumnya pernah tanya  orang, tapi tak menemukan jawaban. Asal  mula  saya dengar  go'et  ini  dari  buku. Maaf  lupa  judul dan pengarangnya).

 ** Orang  Manggarai menyadari bahwa hidup memiliki pilihan dan setiap pilihan memiliki resiko. Tiap pilihan hidup memilik resiko, apa dan kapanpun, ibarat  bermain air dengan resiko selalu kena  basah. Ini diungkapkan dalam go'et: "Le-le  tekal le-le mbetar, lau-lau lempo, lau-lau lembot" ( Hidup bagai bermain air  yang  senantiasa kena  basah ke manapun  melompat dan melangkah) -- VMG, 13 Maret 2014).

*** Orang  Manggarai menyadari bahwa perubahan untuk hidup yang lebih lebih  baik dan berdaulat serta bermartabat harus  dimulai dari  diri sendiri,   saat  ini  dan   di sini. "Eme toe  ite ho' sei keta kole, eme toe leso ho' sepisa  keta  kole, eme  toe no' nia  keta  kole" (Kalau bukan kita  siapa  lagi, kalau bukan sekarang kapan lagi, kalau bukan di sini, di mana  lagi - JPS 26 Maret  2014. ICT room.

 
*** Orang  Manggarai adalah satuan masyarakat yang  menganut sistem patrilineal  dalam perkawinan yang  mana  laki-laki memiliki kewenangan  untuk  mendapat warisan berupa rumah, tanag dan harta berupa  terna  sebagai  warisan  orang  tua. Ketika perkawina  telah dilangsungkan maka pria  harus membayar sejumlah  belis  kepada  pihak perempuan lalu memboyong perempuan ke  rumahnya. Bila  belis  tidak  mampu dibayar maka laki-laki harus  mengabdi  kepada keluarga perempuan. Dalam konteks  ini  tampaknya kewibawaan laki-laki secara  ekonomi dipertanyakan dan dirong-rong. Karena itu  dia  harus  mengabdi di keluarga perempuan (anak rona) dulu sampai dirasa  bahwa  dia  sudah  membayar  lunas  belis. Dalam konteks  ini orang  manggarai  menyebutnya  dalam  goet sebagai berikut: Gogong  mata  olo, dongge  mata  one" (tabung bambu (air) taruhan di depan, pering penjegal taruhan di dalam).
JPS 26 Maret  2014. ICT room.

  *** Orang  Manggarai menyadari bahwa orang  yang  menyadari  bahwa  segala  sesuatu di muka  bumi ini ada  masa  berlaku / edar nya, suatu saat  akan  rapuh. Hal ini diungkapkan dalam go'et: "Loda loge, te' muku, lando teu, seru wohe" (dahan kering akan jatuh, buah pisang akan masak, tebu akan berbunga, cocokan hdung kerbau akan lapuk).Segala sesuatu akan mencapai masa kesudahannya, semuanya akan berakhir. Karena  semuanya  akan binasa, berakhir  maka  tak  ada  alasan  untuk sombong, angkuh, sewenang-wenang  terhadap sesama., VMG  n JPS 27 Maret  2014. ICT room.

  *** Orang  Manggarai menyadari bahwa  untuk  mencapai  hidup  yang  baik, berkualitas, perlu  memiliki sikap  yang  wajar, normal, biasa-biasa  saja. Tak usah tinggi hati  dan  rendah  diri. Karena  rendah  diri  dan  tinggi  hati  mendatangkan resiko mematikan. Hal ini diungkapkan dalam  goet  Manggarai: Neka songa  bail rantang  kepu  bokak, neta  tengguk  bail  rantang  kepu tengu,"

(JPS, 29 Maret  2014). 
 

*** Orang  Manggarai menyadari bahwa  hidup adil itu penting dalam hidup bersama. Hal  ini diungkapkan dalam  goet  Manggarai: "Pati gisi arit, singke gisi iret" (bagi dalam potongan-potongan, belah dengan  dalam bilah-bilah (bagian-bagian).

(JPS, 3  April  2014). 


 
*** Orang  Manggarai menyadari  pentingnya keteladanan dalam mengajar dan mendidik  demi hasil yang maksimal. Hal  ini diungkapkan dalam  goet  Manggarai: "Toing le toming, tae le pande." (Ajar melalui  perbuatan, menegur  dengan berbuat).

(JPS, 3  April  2014). 

 *** Orang  Manggarai menyadari  pentingnya konsistensi dalam  hidup. Dilarang untuk plin - plan. Hal  ini diungkapkan dalam  go'et  berikut: Neka somor  ngger  olo, neka  sumir  ngger  musi" / Neka  jiri  kope nggolong  welak "  ( Jangan  mulut mengarah ke  depan  dan   toleh  ke  belakang, jangan  seperti   parang bermata dua). - VMG  n  JPS  9 n 10 April  2014. - 

Orang  Manggarai menyadari  pentingnya  obyektivitas  dalam memandang  masalah. Penting  untuk  memisahkan antara persolan diri  dengan persoalan  orang  lain.  Jangan mencampuri  urusan orang  lain. Dilarang  mencampuri urusan orang  lain. Hal ini diungkapkan dalam  go'et: Ata  ngara  ndala, ite le le langkang / ................ite lele  mbere"  (orang yang  empunya jala (?), kita  yang  memikul tasnya). Di sini, orang  Manggarai  diajari  untuk  bijak  dan  cerdas,  jangan sembrono dan  bodoh.

*** Orang  Manggarai adalah  insan yang  memiliki  harapan. Hal ini diungkapkan dalam go'et berikut: Sala (dasor)  dia' diang, jari  tai  (Semoga baik (sukses) besok, berhasil kelak) VMG - JPS 13 n 14-3-2014.
(Nirip  dalam Latin: Dun spiro, spero = selagi bernapas, berharap - JPS, J Ganuari 2015)/


*** Orang  Manggarai adalah  insan yang  diharapkan  memiliki pendirian / prinsip  hidup. Masukan  orang  lain patut  dipertimbangkan tapi  pada  akhirnya  diri  kita  yang  harus  memiliki prinsip  untuk  menentukan  langkah  hidup. Hal  ini diungkapkan  dalam  goet: "Neka na'  tombo  data, nia  tutus  kin  nai  ru" (Jangan mengamini apa  yang  orang  katakan,  ikutilah  suara  hatimu sendiri)--- VMG, 17 April / Kamis Putih, 17 April 2014).

*** Orang  Manggarai adalah  insan yang   kadang paradoks, misterius, tidak  disiplin, lain  yang  dipikirkan / direncanakan  lain  yang  dibuat. Hal ini diungkapkan dalam  goet: Tombo  eta golo, pande  wa  mangkeng // Tura  eta  wulang, gega  wa belang (Ide / gagasan setinggi   gunung, prakteknya menukik lembah / palungan; Nuk sampi  eta  bubung, gori wa pu' kopi . Bicara  sampai langit, buatnya di pohon  kopi. Ada  kesenjangan  antara  kata / pikiran  dan  perbuatan. (Gagasan sampai di bubungan, perbuatan / pelaksanaan  di  pohon  kopi). - Gagasan  cerdas cemerlang -  pelaksanaan  kandas - berantakan -


So  kudut  pande  disiplin? Pande du  ho'  agu  ite  ho'. "Eme  toe ite  ho'  sei keta  kole, eme  toe  leso ho'  sepisa  keta  kole.
 
Orang  Manggarai adalah  insan yang  dipanggil  untuk memberdayakan (memaksimalkan) / mengandalkan   diri   dan  beraksi  saat  ini  . Hal  ini diungkapkan  dalam  goet (Eme toe ite ho'  sei  keta  kole, eme  toe  leso  ho' sepisa  keta  kole : "Kalau  bukan  kita  siapa  lagi, kalau  bukan sekarang, kapan  lagi).VMG n JPS , 17 April / Kamis Putih, 17 April 2014).


Bundu: Rungka  eta  puar - seang  wa  bea (sihi  hutu) / Dolong / pongo  eta  golo, kukut  one  wuk , seang ba  bea apa  hitu?// Kawe one ngampeng - seang wa bea, apa hitu?  sihi  hutu.

 Orang  Manggarai adalah  insan yang  dipanggil  untuk  cepat  mengambil langkah / keputusan, jangan  berlambat   demi  kehidupan  yang  lebih  baik. Hal ini diungkapkan dalam go'et  adat: "Neka  mejeng  hese,  neka  ngonde  holes" ( Jangan lambat   untuk berdiri, janglanlah  malas  untuk  menoleh). Orang  Manggarai  itu  harus  sigap siap. (JPS, Jumat Agung, 18 April 2014).



Orang  Manggarai adalah  insan yang  percaya  akan regenerasi (pewarisan), baik fisik (gen)  maupun sifat. Hai  ini  terungkap dalam  go'et : Na' uten  kuse, na'  wa'en   pake, na' ngerun tekur, na' tokon po, na bengen teke = udang tinggalkan / wariskan  sayur, katakan wariskan air,  tekukur wariskan aroma,  burumg hantu  wariskan tulang,  cecak wariskan aromanya)., VMG  n  JPS, 18 April 2014.


Anak  (muda) Manggarai  adalah penerus  tradisi  dan  nabi  masa  depan. - Ada  warisan / peninggalan (tradisi) sekaligus fungsi profetik - ramalan untuk untuk membarui zaman  demi  masa  depan  yang  lebih  baik. Anak adalah gembala (penjaga /  pembaru)   tradisi  dan nabi  masa  depan.

Orang  Manggarai adalah  insan yang memiliki perhitungan (kalkulasi) dalam hidupnya. Kalkulasi ini bisa dari  harapan  terhadap generasi (anak) yang lebih baik dari generasi dirinya. Karena itu orang Manggarai melihat  dan berusaha membaca peluang lebih awal agar bisa menggapai sukses. Kemampuan membaca dan memanfaatkan peluang masa  lalu untuk masa depan yang lebih baik ini diungkapkan dalam goet: Danong pangong, mede pelet ("Danong pangong kudut jadi lalong bakok, mede keker  kudut  jiri ata  mese =Dulu telah diingatkan untuk jadi ayam jantan putih, dahulu sudah dirancang untuk jadi orang besar / sukses).

Orang  Manggarai adalah  insan yang memiliki pandangan bahwa hidup bersifat siklis (melingkar). Hal ini dibuktikan dalam beberapa  acara yang menggunakan lingkaran (kila) dalam beberapa acara (tukar / paluk  kila - perkawinan, serong  kila - acara kematian; rumah berbentuk kerucut (niang), kebun berbentuk  bundar / bulat - jaring laba-laba (lingko lodok), compang niang (bulat), lonto leok ( duduk melingkar).

Orang  Manggarai adalah  insan yang  diajari  supaya memiliki perilaku santun dalam bertutur. Hal ini diungkapkan dalam  goet: "Inggos  wale  io, paes -paes  wale  toe (toe) / tae". 

Orang  Manggarai adalah  insan yang  diajari  supaya memiliki keseimbangan dan kematangan antara  raga  dan jiwa (mental). Hal ini diungkapkan dalam  goet  toing: "Eta-eta tua',  eta-eta  nuk (Usia kian bertambah,  pemikiran (jiwa) semakin tinggi / matang) , neka  eta-ata tua' wa - wa  nuk," (janganlah  sebaliknya,  usia bertambah tinggi tapi pemikiran (jiwa) semakin kerdil) - Bekasi - Jakarta, 27 April 2014.


Orang  Manggarai adalah  insan yang  yakin akan ajaran leluhur  yang mana pemimpin adat dilihat sebagai pemersatu warganya. Hal ini diungkapkan dalam   goet: Tua adak ata nipu riwu ongko do, pukul pu' (ulu), pongo lobo (pemimpin adat sebagai  pengingat dan penata aturan, pengumpul di hilir, pengingkat di ujung (pangkal / hilir).... Inspirasi ngobrol dengan Beny Jelami, Kamis / Jum'at, 24/25 April 2014,  setelah Beny Jelami dan Hubert Ndarung dipanggil oleh 2 pemerintah: Manggarai dan Manggarai Barat di Golowelu, pada  hari itu).

Orang  Manggarai adalah  insan yang  diajari  supaya mencintai kampung halaman sebagai tanah airnya. Hal ini diungkapkan dalam goet: "Neka hemong kuni agu kalo, neka oke  ende agu ema" (Jangan lupa kampung halaman sebagai  tanah air / tempat kelahiran, jangan melupakan  ibu dan bapa) - Inspirasi dari Misa Manggarai, Melepas Mgr. Mikhael Angkur,OFM - Uskup Emeritus Keuskupan Bogor -  dan  menyambut  Mgr. Paskalis Bruno Syukur,OFM - Uskup  baru Keuskupan Bogor - Misa  pada  27 April 2014 di Aula Vincentius Kramat, Jakarta Pusat. Misa diselenggarakan oleh IKAMADA - Ikatan Keluarga Manggarai JABODETABEK.


Orang  Manggarai adalah  insan yang percaya  pada mimpi. Hal  ini diungkapkan dalam goet: Nipi manga isid (icid)  --  (mimpi ada  isi / pesannya) lihat  JPS expereince 2, April 29 - 20, 2014 - dalam  Daily Experience.  Atau  juga  lihat  orang  yang  menerapkan mimpi saat  maen  kupon putih. (VMG, April 30, 2014)


Orang  Manggarai adalah  insan yang  diajari untuk  mengalahkan kejahatan dengan  kebaikan. Hal ini diungkapkan dalam  goet: "Na ngger  eta  lemas, na ngger  wa  rak" (...taruh / simpan di atas,  paru-paru  simpan  di bawah), maksudnya,  kebaikan dikedepankan, kejahatan dikebelakangkan.(VMG, April 30, 2014)
 
Orang  Manggarai adalah  insan yang  diajari bahwa pengalaman penting dalam menggapai sukses hidup. Suka dan duka pengalaman hidup memberikan  makna demi kesuksesan dalam perjuangan. Hal ini diungkapkan dalam goet: "Lait pait  detak nggera". (menyicipi kepahitan, mencoba / mencecap  keasinan).  (Bintaro - dalam perjalanan  - Kereta Api - Bintaro - Jakarta - Bekasi, 4 Mei 2014)



Orang  Manggarai adalah  insan yang  diajari bahwa konsistensi itu penting  agar  bisa  dipercayai dan diandalkan orang dalam hidup.  Apa yang  terucap dalam  kata harus dipraktekkan dalam dalam perbuatan. Tentang sikap konsisten ini diungkapkan dalam goet: "Toe nganceng  lait  kole ipo wa banggang / tana" (Tidak bisa  jilat kembali ludah di papan lantai  (tanah). VMG 6 Mei, JPS 7 Mei 2014.

**La'it  merkani  hang  perkakas.

Orang  Manggarai adalah  insan  pemberani. Terutama kaum laki harus  memiliki hal ini. Karena lelaki adalah pemimpin. Tentang  keberanian ini, hal ini diungkapkan dalam go'et: "sama laki toto rani, sama  adak toto rang (panggal), sama tua'  toto wua." (sesama pria (jagoan) tunjukkan keberanian/ kebolehan, sesama pemimpin tunjukkan harga diri,  sesama sesepuh tunjukkan hasil )." (VMG - JPS 10 Mei 2014).

Orang  Manggarai adalah  insan  yang  sulit untuk dipercayai kata-katanya. Hal ini  karena orang Manggarai dikenal sebagai pembual (ata joak / lapi lopet/ lope lapet). Klaim ata  joak  dikenakan masyarakat pada politisi  dan politisi  pada masyarakat. Klaim penipu  ini  kerap  terjadi  pada  pemilu, karena  tidak  setia  janji. (Inspirasi  kisah PEMILU DPR 1999  n  2014  di  Manggarai).  (VMG, JPS 13 Mei 2014).

Orang  Manggarai adalah  insan  yang  sulit untuk membedakan antara  yang serius  dan  guyonan ( witek / joak). Kadang hal serius diungkapkan secara dengan guyon sebaliknya  guyonan diungkapkan secara serius.  Hal ini diungkapkan dalam goet: Ba le joak jepek ba le jepek  joak (Guyonan membawa / mengandung kebenaran, kebenaran membawa / mengandung penipuan).  Dari mulut pembual  ada kebenaran, dari mulut orang benar ada kebohongan.  (VMG, JPS 13 Mei 2014).

Orang Manggarai  mengandalkan memori dalam membuat suatu moment, misalnya hajatan keluarga / suku / kampung. Memori orang Kampung biasanya  cukup kuat. Hal ini dikaitkan dengan peristiwa alam.    (VMG, JPS 13 Mei 2014).

Orang  Manggarai adalah  insan  yang  percaya  bahwa  perkawinan merupakan pranata  sosial untuk meneruskan generasi /  keturunan fisik  dan  karakter  orang  tua . Hal ini dinyatakan dalam goet: " Tiru  irus (isung), na'  ranga, na  waen  pake, na'  uten  kuse ( meniru  hidung,  mengikuti  wajah - orang  tua -,  katakan sisakan / wariskan  kuah,   kepiting  sisakan / wariskan sayur), JPS, 13 Mei 2014, pkl 20.50 pm).

Orang  Manggarai adalah  insan  yang diarahkan berpikir jauh ke depan, memiliki mimpi besar. Hal-hal yang menghambat usaha untuk mewujudkan mimpi besar  itu diharapkan dijauhkan. Berpikir positiflah dan tinggalkan pemikiran negatif. Situasi ini dilukiskan dalam goet: "Runi kaka  muit (nuri) na' ngger  musi, pohor  de  po na' ngger  olo (nyanyian burung muit (nuir = elang) taruh / simpan di belakang, suara burung hantu pikir  ke  depan)". Burung  hantu  bagi  Manggarai merupakan pewarta kabar sedih. Bila hantu berbunyi, orang harus  siap  mental untuk menerima  kabar  duka berupa  kebunnya akan didatangi kawanan babi hutan  atau  juga  kabar  sedih lain berupa   kehilangan anggota keluarga karena  meninggal.  VMG,  n  JPS  14  Mei 2014.

Orang  Manggarai adalah  insan yang dipanggil untuk  hidup berkomunitas  dan  bersatu. Persatuan adalah kekuatan. Persatuan harus harus nyata dan lahir  dari   dalam diri. "Nai sa  anggit, tuka sa leleng ( Hati seikat  sesimpul, perut sepaham). Neka woleng  tuka  one, neka  lewang  tuka pe'ang" (Janganlah berbeda hati di dalam, janganlah berbeda perut di luar). JPS  14  Mei 2014.

Orang  Manggarai adalah  insan yang  berpengharapan baik. Hal ini diungkapkan dalam goet berikut: Sala  dia'  diang  sala  jari  tai "(Semoga baik di esok, semoga sukses di kemudian hari), JPS 16 Mei 2014.
 
Orang Manggarai adalah  orang  mencintai dan bangga daerah / kampung  halaman. Kampung  halaman merupakan tanah tumpah darahnya. Kampung  halaman jangan pernah boleh dilupakan: "Neka hemong (oke)  kuni agu  kalo (jangan lupa kampung  halaman). Pesan ini  bisa  disimak dalam nyanyian rakyat: "Ngkiong ". " Am  lalen  Ngkiong e... tana  a... tana  mbate  de  ame  ta  Ngkiong  e.... Am  ndusuk  kiong  e.. tana  ya... tana  rud  ta  ngkiong... neka  one  kuni  agu  kalo ta  kiong... kiong e..." (Burung  Ngiong... biar hanya ditumbuhi Sukun (Lale)  tanah / kampungku, tanah warisan  Bapa. Walaupun hanya ditumbuhi  "ndusuk (=tanah  kurus / kering / gersang, tidak subur) - asal tanah milik sendiri.  Burung  Ngkiong...  burung  Nkiong..., jangan lupa  kampung  halaman...).JPS 16 Mei 2014.

Orang  Manggarai  adalah orang  yang  mencintai  bahasanya. Bila  orang Manggarai bertemu sesamanya, pasti disapa  dengan bahasa  daerah  Manggarai. Tak peduli apakah ada  atau tidak ada orang  lain di situ. Untuk orang  lain mungkin terkesan egois, primordial. Namun, demikianlah adanya  orang  Manggarai.JPS 16 Mei 2014.

Orang Manggarai  itu senang  berkumpul, meskipun tak ada  hal istimewa  yang  dibicarakan. Mereka berkumpul bisa  untuk bincang-bintang,  rekreasi, melepas  rindu, arisan, dan  lain-lain. Apalagi  bila  ada  alasan  kuat maka  berkumpul dengan  biaya  konsumsi  tinggi  pasti  tak terelakan. Ini  misalnya terjadi  pada  peristiwa kelahiran, kematian, perkawinan, pesta sekolah.
JPS 16 Mei 2014.

Orang  Manggarai  adalah orang yang berpengharapan  dan pasrah kepada  penyelenggaraan Ilahi (Tuhan). Bila ada  hal yang  sulit  untuk dipecahkan  harapan  dan  andalan  hanyalah  kepada  Sang  Ilahio.  Hal ini diungkapkan  dalam  goet: "Maut  toe  baeng le  Mori" (Mudahan-mudahan / Semoga Tuhan menolong). JPS 20 Mei 2014


Orang Manggarai adalah insan yang diajari / dididik dengan pengalaman nyata  bilamana  kata-kata  sudah  tak  mempan. Untuk orang  kerap  bandel dengan didikan ayah dan  ajaran  ini, orang  tua hanya bergumam begini:Bae  lau  se pisa  lait pait   detak  nggera ( Kalian akan mencicipi kepahitan, mencecap  keasinan). Melalui  pengalaman pahit orang  akan sadar untuk berubah, sengsara membawa nikmat.

Orang  Manggarai  adalah  orang yang kadang  mendidik orang dengan  sarkas / olokan  yang  meremehkan kemampuannya. Kata-kata  olokan bisa dijadikan pelatuk pendorong  motivasi diri. Terhadap anak yang tidak realistis orang  tua biasa  berujar berikut: "Malon magot  lempa  kendong, malon magot  palang naring lata". (Omongan besar yang tidak sesuai dengan kemampuan / kenyataan, omong besar / manis  hanya supaya dipuji orang.).  (ini olokan / cemohonan yang memcibir kemampuan seseorang, terutama  untuk pembual (ata  joak). Untuk penerima kritikan ini bisa  menjadi pendorong maju: 'Kantis  ati - rasang rak" (Pengasah hati, penajam paru-paru). Bagi orang  tertentu  yang  lemah  mentalnya  kritikan  ini  mematikan  namun bagi  orang  yang berjiwa besar  dan bermental  baja   kritikan  ini  merupakan  cambuk untuk  memotivasi  diri  dalam   berjuang.

Orang  Manggarai  adalah  manusia reflektif  yang dididik  untuk  tahun diri  sendiri. Untuk mengetahui  diri perlu  refleksi. Segala perkataan  dan  perbuatan  perlu  direfleksikan. Sebelum menegur  orang  perlu  buat  refleksi. Tentang  sikap  reflektif  ini,  orang  Mnaggarai  mengajarkan  dlam  go'et  berikut: Ngong  ata  lombong  lala  kali  ru  lombong  muku. (Bilang  orang  pucuk "lala"  padahal  diri  sendiri  pucuk pisang = Bilang  orang   buruk padahal diri sendiri lebih  buruk). 
Orang  Manggarai  adalah  manusia  yang  dalam  situasi  tertentu  munafik  dan  tidak  konsisten. Hal  ini  diungkapkan  dalam  goet: Ireng aku wiwed  hang  aku  lawi (Tabu  makan "wiwed" padahal tikus  saja  dikonsumsi / diembat =  Orang  munafik, yang tidak  utama ditekankan, yang  prinsipil diabaikan).  JPS  20 n 23   Mei 2014.

Orang  Manggarai  adalah  orang  mengimpikan kehidupan  sukses  dalam  berkarya. Hal ini disimbolkan dalam  memanen  padi. Ada  goet  yang  sangat  bagus  yang  mengungkapkan harapan kelimpahan  hasil salam  panen  yakni: Ako  neka  lako, lalap neka  lampa (panen jangalah cepat  berpindah, babakan panen  janglah cepat  melangkah).  JPS 22  Mei  2014

Orang  Manggarai  sebagai  manusia  bambu. "Songa  du  loas  ndegut  tekuk  du  rencu".  Bambu, pada   awal  munculnya / kelahirannya , rebung  itu  mengarah  ke  atas (langit) - songa  du  loas - . Selanjutnya  ketika  sudah  semakin tua  hingga  dewasa, bambu menunduk ke  tanah  ( ndegut  tekuk du  rencu). "Songa  du  loas,  berarti  bahwa manusia  Manggarai merupakan  makhluk  rohani  yang  memiliki  orientasi  ke  atas (Sang  Pencipta). Di  sini, orang  Manggarai  dipahami sebagai  makhluk berjiwa yang  beroreientasi  bersekuti  dangan  Sang  Pencipta  sebagai  roh  murni.  Selain unsur  roh, manusia  manggarai  juga memiliki  unsur  materia (badan). Bambu  tumbu  dari  tanah. Manusia  berasal  dari  tanah. Tanah  inilah   yang  membentuk  badan. Ndegut  tekuk  du  rencu  mengandung  pengertian bahwa  manusia  menatap  tanah  dan  akan  kembali  ke  tanah. 
Sisi  lain dari   "Songa  du  loas  ndegut  tekuk  du  rencu" bahwa  manusia  Manggarai   merupakan  pemikir   (songa)  dan  perenung  (ndegut).  Selain  itu, goet  "Songa  du  loas  ndegut  tekuk  du  rencu"   mengungkapkan  bahwa   orang  Manggarai  adalah  manusia  idealis yang  realis.
Bambu memiliki banyak kegunaan. Bisa  buat  rumah, perabot - kursi, meja, pelapis keranjang, bakul, nyiru - tabung air dan beras - kayu, pipa air / pancuran air, sayuran, tangga,  perlengkapan caci. Bambu  multi  fungsi.  Orang Manggarai diharapkan menjadi  manusia  multi  fungsi, manusia  kaya arti  dan  memelihara kokoh komunitas / persatuan, sebagaimana  gerak  bambu  yang   bergerak  bersama  ketika  ditiup  angin.


(JPS 23, 24  Mei 2014) 

Orang  Manggarai  adalah  insan yang  menjaga moralitas  kehidupan keluarga. Hal ini diungkapkan dalam  dalam  go'et: "Neka nggepo  kebor, neka  sau  alu, neka  kemu  ngencung" (Jangan  memeluk irus, jangan memegang alu, jangan memeluk  lesung).  Jangan tega menyerobot / mengklaim laki-laki / perempuan sebagai pasangan  padahal mereka  tidak berjodoh.). Hal senada  dengan  itu  ada  anjuran: "Neka  senteng  lewing  teneng, neka  waek  lewing  nare" (Jangan  mengangkat periuk masak, jangan  menarik periuk masak). Maksud  goet  ini  bahwa  jangan  mengambil / mengganggu  istri   ipar.
JPS, 24  Mei  2014.

Orang Manggarai adalah  manusia  yang  kental  dengan  kebudayaan  lisan. Untuk khazanah  budaya kerap direkam dalam memori  otak. Para sesepuh  adat diharapkan memiliki  memori  yang  baik. Para pemimpin adat diharapkan menginternalisasi hal ini dengan  baik sehingga  pada  saat  tampil pada  saat  yang  tepat, misalnya  saat  memberikan ucapan selamat datang  kepada tamu spesial (saat acara perkawinan, pemerintahan, urusan adat). Saat  ada  seremoni adat  misalnya  caci, nyanyian  dibawakan  secara  spontan, mengandalkan  hafalan  memori. Saat  seperti  itu  muncul  kreativitas  untuk  berimprovisasi  sesuai  dengan  situasi. Dengan  ini  kebudayaan  bisa  diwariskan. Sebagai salah  satu  contoh, bisa  buka  acara  caci  dalam  situs  berikut:
http://www.youtube.com/watch?v=Aw-iyMfANtc
JPS  29 Mei 2014 - Hari  raya  Kenaikan YX  ke  Surga.

Orang Manggarai adalah  manusia  yang  kesadaran persamaan gender masih  lemah, karena itu masih butuh perjuangan pelbagai pihak, baik  golongan laki-laki mapun perempuan sendiri. Dalam acara  adat kerap  yang  tampil dominan  adalah laki-laki. Perempuan  hanya  urus  dapur, memasak  demi  melayani  kepentingan kaum laki-laki. Dalam permainan  caci, perempuan hanya  sebagai penonton  dan penabuh gong  gendang. Padahal  perempuan  bisa  dilibatkan  untuk berpartisipasi   dalam melayani  tamu, menyanyi saat  danding / sanda.
JPS  29 Mei 2014 - Hari  raya  Kenaikan YX  ke  Surga.

Orang  Manggarai adalah mansuia  dengan  memori  berbasis peristiwa (alam: gempa bumi, letusan gunung  gunung  berapi dan serangkaian gejala  dan  resikonya, tempat : rumah, kebun, hutan, mata  air, kegiatan: pembukaan kebun baru (uma lokang), perayaan  kenegaraan / keagamaan / adat (penti), dll. (Cikarang, 2-6.2014, JOS  4  Juni 2014)

Orang  Manggarai adalah mansia   yang  kerap  mengandalkan  fisik daripada mengandalkan otak dalam  bekerja. Orang Manggarai cenderung  berpikir bahwa  mencari uang harus  memeras  keringat / kerja  fisik. Pekerjaan ringan yang  bisa  mendatangkan  duit tak  masuk hitungan  dalam  kerja. Sesuatu  dikatakan  kerja  bila   melibat energi  fisik  yang  cukup banyak. Karena  itu Orang  Manggarai sering  dijumpai  sebagai pekerja  kasar (buruh), satpam. Pekerjaan  yang  agak ringan  tetapi bisa  mendatangkan  duit   tak terlalu disentuh  seperti  tukang  sepatu, tukang vermak pakaian, penjual makanan, .
JPS, 4 Juni 2014.

Orang  Manggarai  adalah  manusia  yang  dalam  soal  makanan, mengutamakan  jumlah (kuantitas)  daripada  kanduangan (zat). Bagi  orang  Manggarai  yang  terpenting  adalah  kenyang. Untuk gizi  tak  terlalu  dipikirkan.  Asupan  karbohodrat  kerap  diprioritaskan  daripada   zat  lain.

JPS, 4 Juni 2014.

Orang  Manggarai  adalah  manusia  yang emosional / temperamental (?) / cepat  marah.


Orang Manggarai  adalah insan yang kerap  mengandalkan tanda-tanda  alam. Karena Kejadian  alam dipelajari  dan  dimaknai. Misalnya  bila  posisi bulan dan bintang  derdekatan  maka   itu  simbol anjing  dan  babi hutan. Bintang  simbol anjing, bulan simbol babi hutan. Bila pada  malam  itu  pergi  berburu  maka  akan  mendapat  hasil  buruan. Penampakannya  ada  di  langit. Juga  bunyi-bunyi burung  tertentu, misalnya  hantu. Bila hantu  bersuara pada   sore / malam  hari berarti  ada  babi  hutan  yang  masuk  kebun. Bila  hantu berbunyi pada pagi hari berarti  ada  arwah  orang  yang  pamit mau meninggalkan  buni  menuju ke  pangkuan  Ilahi.

(VMG, 4 Juni  n JPS  5  Juni 2014)  

Orang  Manggarai  melihat  hutan  sebagai  ibu (rahim)  kehidupan. Hutan dipandang  sebagai sumber berkat / hidup. Kayu / tiang  utama  (siri bongkok)  pada  rumah  adat (mbaru gendang / tembong)  dipahami  anak  gadis yang  orang  tuanya adalah  hutan. Tiang  utama (Siri bongkok)  dipinang  oleh kampung (golo). Maka  ada  relasi  yang  erat  antara kampung  dengan  hutan. Kampuung  dan  warganya  harus  memberikan  respek  yang pantas  kepada  hutan sebagai sumber  hidup (anak rona) agar hidupnya  berkelimpahan. "Siri bongkok" (tiang utama) dikenal  dengan  nama molas  poso (poco).  Saat   mengambilnya  dari  hutan disebut  roko. (Roko  molas  poco. ** Orang  yang  belum  lahir  )masih  dalam  rahim) disebut  masih  di  hutan ( le  puar  kin).....:Neka  oke  towe  botek koen te  jadi  lapo  lain, nana  maksi o.. nana  maksi  o... ho  de  wulang  meka  le  mai  puar  e....- dere  de  roeng).

 JPS, 5 Juni 2014.



Orang  Manggarai  adalah insan yang cara pikirnya agak unik, misalnya suatu kegiatan  dikataan kerja  apabila melibatkan fisik secara  intens (tendi  seli  pola  pering, to' lo's  pola bokong). Orang  Manggarai tidak berminat  menekuni pekerjaan  yang  butuh  fisik ringan  untuk mendapatkan duit  misalnya jahit sepatu, perbaik arloji/ TV/ tape/ radio, jahit pakaian, jualan / dagang   (Puncak, Jawa  Barat, 11  Juni 2014, disalin di JPS, 21 Juli 2014).


Orang  Manggarai  adalah insan (makhluk)     simbolis.  Dalam mengungkapkan realitas  budayanya kerap menggunakan bahasa simbol (lambang). Sebagai contoh, wanita  dan  laki-laki  yang akan kawin / menikah disimbolkan dengan sebutan   kala  agu  rasiKala (sirih)  simbol jenis kelamin  perempuan, rasi  (pinang)  simbol jenis  kelamin  laki-laki. Masih dalam dunia  perkawinan, laki-laki disimbolkan dengan  kope (parang), perempuan disimbolkan dengan  sarungnya (bako kope). Hal ini diperluas  dalam  alat rumah tangga:  lewing  (periuk)   agu  kebor (irus). Periuk simbol perempuan, irus simbol laki-laki.   Kelok  kebor, nggerit  lewing.  Hal lainnya  adalah  lose agu  tange . Lose  simbol perempuan, tange (bantal) simbol laki-laki.  Selain itu  masih ada ungkapan lain:  lesung (ngencung) agu alu. Lesung  simbol perempuan, alu simbol laki-laki. 

Orang  Manggarai  menyimbolkan diri  dengan  matahari. Sebagaimana matahari terbit lalu perlahan meninggi lalu mencapai puncak kemudian perlahan turun lalu terbenam, usia  hidup manusia  juga  demikian. Tak heran orang  tua  memberikan wejangan kepada sesamana: "Sale  main  leso  ge" (Matahari sudah condong  ke  barat,  sebentar  lagi terbenam). "Mane tana  sale, lurang lawe de tungku mane" ---- lagu Daniel Anduk,


(Diingat  dalam bis / kapal -perjalanan Manggarai - Bima - Lembar - Benoa - Denpasar - Surabaya - Jakarta,  3 - 6 Juli 2014,  dicatat  di JPS, 10 Juli 2014);  JPS 16 Juli 2014 - Manusia Manggarai sebagai Matahari; JPS 17 Juli 2014 - dere Daniel Anduk).

Orang  Manggarai  adalah insan (makhluk)   yang  percaya  pada  tanda-tanda  alam. Tanda-tanda  alam itu misalnya benda-benda  di angkasa (langit). Posisi tertentu benda - benda    angkasa  membawa pesan tersendiri bagi  manusia  Manggarai. Misalnya ketika  hendak  berburu (napat)  pada  malam hari. Bila d langit  tampak bulan  dan  bintang berdekatan, persisnya  bulan seperti dikejar bintang, itu  melambangkan anjing (bintang) dan binatang buruan (babi hutan, rusa, dll) yang  saling  berkejaran. Bila posisinya seperti  itu, sangat dianjurkan agar  malam itu pergi  berburu  karena ada tanda  bahwa  perburuan itu  bakal sukses. Di Wela, para pemburu (Bertolomeus Ngapuk)menggunakan ilmu perbintangan ini. ( VMG, jogging  pagi  di  lapangan  blok  B, VMG, Selasa,  21 Juli 2014, diketik  di  JPS, 23 Juli 2014).

Orang  Manggarai  adalah insan (makhluk)  yang secara  budaya ibarat sekeping uang dengan dua sisi berbeda  yang  saling melengkapi. Dua sisi  itu  adalah  pemberi pengantin perempuan (pemberi pengantin perempuan (anak rona)  dan sisi yang  lain adalah pemberi pengantin laki-laki (anak wina / woe).  Dua sisi  itu ada  pada  semua  orang  Manggarai. Dalam setiap urusan adat  terutama  yang  berkaitan dengan upacara  adat (perkawinan, kematian, penti)  posisi  ini sering  ditegaskan. Ini  berkaitan dengan lalulintas mahar / belis. Biasanya  anak wina (woe - pemberi pihak laki-laki - membayarkan  mahar  itu  kepada  pihak   pemberi pengantin perempuan (anak rona).  VMG, 24 Juli 2014 - kamar  mandi, JPS  24 Juli  2014, 07: 00).


Orang  Manggarai  adalah insan (makhluk)  yang  berbudaya. Sejak lahir hingga  mati terbentang serangkaian budaya. Pada saat  lahir  misalnya ada  ucapara Kepok peang  mai  lawir  du  poro  putes: ata  peang  ko  ata  one, avara  sear  sumpeng, wuat  wai' (du  eme ngo sekola / mbeot), taeng wina, mbukut,/ pongo,  weda  rewa tuke mbaru, kawing,  wagal (reha  lesak, penong pa'ng // sikat sai kina   - wagak sai kaba), sida,  saung ta'/ seki telu, kelas,  - penti, ' kaer  ulu  wae, paki kaba bakok, paki jarang bolong, kando  nipi da't,  tadu loma, leba, hambor, we'  mbaru, songko  lokap.   Karena manusia memiliki  budaya  maka  orang Manggarai memiliki nilai (harga) diri. Itu yang  harus disadari  oleh setiap orang Manggarai. Dalam  kaitan dengan acara  teing  hang / sida, orang Manggarai percaya bahwa  pihak pemberi pengantin wanita (anak rona) merupakan pemberi rahmat, kesuburan, pemberi  umur  panjang, maka  penting  untuk menghormati  anak rona, terutama anak rona ulu. Bila lupa melakukan hal ini maka ada hukuman adat yang bakal menimpa keluarga itu bisa berupa hukuman kematian beruntun dalam satu keluarga atau  kematian pada  usia  muda (rekok lebo roe  ngoel). Ini yang  orang Manggarai sebut  sebagai  iteng  (nangki) - itang  diang // nangki  tai".    ( VMG 25 Juli 2014, JPS 26 Juni 2014).



Orang  Manggarai  adalah  insan yang jaim (jaga image)  atau  gengsian . Bila ada tamu datang ke rumah, meski tak memiliki sesuatu, diusahakan demi menghormati tamu dan nama baik keluarga, meski dengan itu barang yang disuguhkan - gula, kopi, beras, tikar, bantal, selimut  harus bon / pinjam sama tetangga. Demi tamu, orang Manggarai rela ngobon. Prinsipnya: – Toe tura tuda toe tombo sokol  (pinjaman takdikisahkan, kredit tak dibicarakan) (Wela, Rumah Bp Tia, pertemuan keluarga Baduk – rapat pemantapan panitia kelas Emas Yakobus Laluk, Kamis, 26 Juni 2014).

Orang  Manggarai  adalah insan peziarah yang  terarah  menuju ke kesempurnaan . Hal ini  bisa dilihat  dari  simbol kehidupannya  berupa  Kebun "Lingko Lodok", Rumab "Mbaru Niang"  dan cara musrawarah "Lonto Leong"  yang  semuanya  berbentuk  lingkaran. Lingkaran adalah simbil kesempurnaan  suatu titik.

(Jakarta, VMG, JPS, 27 Juli 2014)



·         Orang Manggarai adalah orang yang bangga dengan tanah air / kampung halamannya. Demi kampung halaman, dia rela  berkorban. Demi kampung halaman orang Manggarai rela berantem. Gensi kampung  memotivasi orang untuk berjuang. Hal ini sangat tampak dalam permainan caci, pertandingan sepak bola. Orang Manggarai mengedepankan adagium:”maram lalen tana  ya… tana  mbate  dise  ame…., maram rusuk/ ndusuk ….tana ya…tana ru…”, neka oke  kuni agu kalo ….” (remember when drive motor cycle , position: Jl. Bulevard  (front  JPS) – Harapan Indah -, August 3, 2014, write di JPS, 5 August 2014).

·          Orang Manggarai adalah orang yang  konsumtif, terutama untuk uang yang berkaitan dengan  adat (kenduri / kelas). Uang itu dihabiskan tanpa ditabung. (remember when drive motor cycle , position: Jl. Bulevard  (front  JPS) – Harapan Indah -, August 3, 2014, write di JPS, 5 August 2014).

   Orang Manggarai  adalah orang yang percaya pada mimpi. "Nipi te  witir rantang  ringing  tis, mipis pikir; ni[pi te  menteng  bengkes.  (JPS 8 August 2014)

Orang Manggarai yang insan yang bekerja secara team (bersama). Dalam  menggarap lahan komunal  (lingko), dalam suatu  kampu  antara  saudara  dan  suadari harus   bahu membahu mengerjakannya. Antara saudara (nara) sebagai   pihak pemberi perempuan (anak rona)  dan  (pihak pemberi  laki-laki  (anak wina / woe)  harus  ada  kerja  sama.  Masing-masing  memiliki peran. Anak rona (nara)  bertugas  di  pusat (lodok), weta (woe) ada  di  di garis lingkar luar - periferi - (sising). Saudara (nara) berperan  sebagai pemimpin / pengatur  di  pusat (lodok), saudari  sebagai pelaksana / pelancar - wai agu  lime -   di  periferi (sising. Hal ini diungkapkan dalam  goat  adat:  "Nara  kapu  landuk, weta pepe  lance (saudara memegang tahta  kepemimpinan)  saudari  pemegang tiang pancang   di lapangan  / periferi (sising).   VMG - JPS, 10 - 8 - 2014.

Orang Manggarai sebagai  manusia "tikung" . Tikung  adalah bangsa  ulat yang  hidup di tanah. Banyak dijumpai saat berkarya  di kebun ( kebun kopi, kebun ubi, kebun buah, dll). Ketika menemukan ulat ini pada saat bekerja, orang berhenti sejenak, mengaso. Bila bekerja bersama - anak-anak - biasanya tikung  dijadikan sebagai juru  ramal tentang sesuatu termasuk pacar  dari   anak-anak . Biasanya orang  tua memegang  ulat ' Tikung"  lalu  bertnya  kepadanya seperti berikut  ini: "O...Tikung, nia  wina  diha Longos o  Tikung?" . Biasanya  Tikung  langsung  berinsut  bergerak, pemutar-mutar  kepalanya  lalu  berhenti ke arah  suatu kampung. Ke arah mana kepalanya  berhenti, di situlah  jawaban  Tiukung tehadap pertanyaan  kita. Sejauh ditanya, Tikung  selalu bergerak  mencari  dan  memberikan  jawaban. Untuk soal benar atau  salah  itu  persoalan kemudian. Yang  terpenting ketika ditanya langsung  ada  respons, mencari  dan memberi  jawaban.Hidup  orang  Manggarai  adalah ziarah mencari  dan  memberi  jawaban.  (JPS, 10-8- 2014), Sunday)

Orang Manggarai sebagai  manusia "mbolia". "Mbolia"  itu suatu suatu ucapan yang mengungkapkan  sikap  mental  bagaimana  memberikan yang  terbaik kepada  orang  lain, terutama  antara  orang  tua  dengan anak.  Dalam  permainan   saat  masih  kecil di sekitar rumah, bila  dijumpai  ayam kecil yang  sakit, maka  akan diantar  ke  lubang  lesung  lalu disitu dirawat  sambil disampaikan kata-kata jampi berikut: "Mbolia, mata  ine, mose  anak". Kata -kata  ini  diucapkan berkali-kali, sampai, lalu ayam kecil ini dilepas ke  kawanannya.  Sikap mental "mbolia"  itu  salah  satu  karakter  mental  orang  manggarai yang menghendaki suapaya anaknya / keturunannya  / generasi  setelah  menjadi  lebih  baik  dari  dirinya. Untuk maksud  itu, dia  rela  berkorban. Untuk membiayai sekolah misalnya  orang  Manggarai  rela  berutang  yang  terpenting  anak  sukses. "Toe  tura  tuda,  toe  tombol  sokol (pinjaman dengan bunga  majemuk tak dibicarakan - dipersoalkan,  kredit  tak disampaikan).  (JPS, 10-8- 2014), Sunday).

Dalam  bidang perkawinan orang Manggarai menganut bipolar kutup hubungan,  ibarat sekeping mata uang, yakni satu sisi  anak rona (pihak pemberi pengantin laki-laki) dan sisi yang lain anak wina (pihak pemberi pengantin perempuan). Bagi orang Manggarai, anak rona merupakan pembawa berkat bagi anak wina. Karena itu anak rona harus dihormati  anatara  lain segala perintah adat melalui sida (beban partisipasi - -berupa  uang, binatang -  hajatan adat misalnya  perkawinan, sekolah, kematian, selamatan suku / kampung) harus  dijawab  oleh pihak anak wina (woe). Respons  ini penting  demi mengalirnya berkat, kesuksesan (pekawinan, perekonomian) bagi pihak anak wina. Dalam banyak pengalaman,  anak wina  yang menghormati anak  rona, kehidupan mereka banyak mengalami kesuksesan dalam hidup, baik perkawinan, sosial (karier kerja). Pada titik ini, orang Manggarai melihat anak rona sebagai pembawa berkat bagi anak wina. Sebaliknya, anak wina merupakan saluran kehidupan, ibarat  bank / ATM  bagi  anak rona. Kondisi ini diungkapkan secara  padat  dalam go'et : Anak rona ata  worang  momang, anak wina  ata wintas  dia' (Busway, Pulo Gadung - Harapan Indah - Cakung/ Tman Modern / Kayu Tinggi, 23 -8-2014  dan  padang ilalang, belakang VMG, saat  jogging, 24 Agustus 2014, JPS 24 Agustus 2014).

Orang Manggarai adalah orang yang untuk sebagian orang nama belakangnya diawali dengan suku kata je, misalnya jelita, jemen, jelami, jemian, jelata, jelahut, jemabut, jehadut, jeharut, dll. Nama -nama dengan awalan je  ini merupakan  modifikasi  nama  Jermelo, salah satu imigran Turki yang secara tidak sengaja masuk ke Manggarai  pada abad ke 13  ketika perang Aceh. Raja Aceh meminta bantuan Turki (sesama kerajaan Muslim) untuk membantu mereka berperang melawan  Portugis (Katolik). Ada 200perahu yang dikirim ke Aceh. Namun tak semua perahu  tiba di Aceh. Ada yang terdampar di tempat lain, termasuk yang terdampar di Pantai  Bondei / Kisol - Borong.   (STFD, 26 Agustus 2014, - saat ngobrol dengan Redemtus - dari  Kefa NTT;  JPS 30 Agustus 2014. Sumber: Damian Toda, Manggarai mencari pencerahan Histografi, Nusa Indah, Ende, p........)

Orang Manggarai adalah insan yang  suka berpesta, termasuk pesta sekolah. Ketika tamat SMA, orang Manggarai menyelenggarakan pesta untuk anak yang sudah  tamat  it dalam rangka mencari dana untuk kuliah lanjut di perguruan tinggi. Hampir semua  kampung di Manggarai mengalami  hal ini. Hal ini marak terjadi tahun 1980 - an hingga 1990 - an.  Di beberapa  tempat, kebiasaan ini masih berlangsung. (Pulo Gebang / Taman Modern , 31 Agustus 2014  dan  JPS, 1 September 2014)

Orang Manggarai adalah insan yang  suka menjalin cinta / mencari jodoh  di tempat  pesta (sekolah, kenduri, penti, dll). Saat  pesta  terjadi, muda -mudi  bisa menenukan tambatab  hati, lalu sepakat kawin lari (roko). Untuk urusan  adat  dan  agama  menyusul.

(JPS,1 September 2014)

Orang Manggarai adalah insan yang percaya bahwa  ada kehidupan baru setelah kematian. Kematian merupakan awal kehidupan baru. Hal ini bisa disimak dalam acara pedeng bokong (persiapan /pemberian  bekal) kepada orang yang meninggal menjelang upacara penguburannya.  Tiga hari setelah penguburan diadakan upacara saung ta' (daun hijau) sebagai tanda bahwa orang yang sudah meninggal ini menginjak / memasukki fase kehidupan baru.  (JPS - Stasiun Cakung -  drive motor Suzuki Smash - Cakung - VMG - HI Bekasi, 7 September 2014. Pakai Kreta  pulang misa dari G. Katedral - Jakarta, pkl  22.00 - 22.30 pm).

Orang Manggarai adalah insan bangga diri sebagai pemberani yang menang.  Simbol mbaru Niang  (rumah adat bundar / bulat) dengan tanduk kerbau (simbol lingga - tanda kelelakian)  membicarakan  hal ini. Menurut mitos, orang Manggarai berasal dari Minangkabau, Padang. Orang manggarai mempelesetkan Minangkabau dengan kata Menang Kerbau. Berdasarkan mitos / legenda, leluhur  orang manggarai berasal dari Minangkabau, Padang, Sumatra Barat. Pada masyarakat  Padang sendiri ada kisah  pertarungan kerbau dari Kerajaan besar Majapahit dengan kerbau dari kerajaan  Pagarujung, Padang Sumatra Barat. Majapahit merupakan  kerajaan besar di Nusantara. Kesohoran sampai di luar negeri. Kekuatan dan kesaktiannya sulit untuk dikalahkan. Majapahit mau menaklukkan Pagarujung. Menyadari kekuatan pasukkannya, kerajaan Pagarujung mencari taktik bagaimana cara mengalahkan Majapahit kerajaan besar.  Mereka menemukan ide. Mereka mengalihkan cara perang dari perang manusia melawan manusia  dengan cara  baru yakni binatang melawan binatang, dalam hal ini  kerbau. Mereka mengajukan pertarungan kerbau Majapahit dan kerbau Pagarujung. Team lobi majapahit terima. Jauh-jauh hari sebelum hari H, team dari Pagarujung sudah mengutus mata-mata untuk mengamati persiapan kubu Majapahit. Majapahit menyiapkan kerbau jantan gemuk, besar. Bagaimana strategi Pagarujung untuk mengalahkan kerbau Majapahit. mereka menggunakan  kerbau kecil yang sedang menyusui pada induknya. Beberapa hari sebelum hari H, mereka sudah sapihkan (pisahkan) anak kerbau itu dari induknya. Anak kerbau yang sedang menyusui ini lapar. Waktu yang ditentukan pun tiba. Ke-2 kerbau ini dibawa ke arena. Team Majapahit tertawa sinis melihat kerbau kecil yang dibawa oleh team Pagarujung. Team majapahit merasa  mereka  akan menang telak kareana  mereka  mengandangkan kerbau jantang yang gemuk  dan besar. Team Pagarujung  diam saja. Pertarungan dimulai. Kerbau kecil Pagarujung bergerak lincah mencari susu. Melihat kerbau gemuk besar di sebelahnya, dia berpikir tentu itu induknya. Dia berjuang sedemikain rupa untuk menyusui. Dia berpikir, alat kelamin (scrotum) kerbau jantan itu merupakan susu induknya. Dia berjuang meraihnya  dan ....dapat. Kerbau jantan ini tak mampu menghalaunya. Kerbau kecil menarik-narik scrotum kerbau besar ini  sambil  tanduknya menyundul  peruk kerbau gemuk besar ini. Darah bercucuran karena serudukan tanduk kerbau kecil pada kerbau besar. Kerbau besar Majapahit mati. Majapahit  kalah. Pagarujung menang. Mereka mengklaim diri sebagai pemenang. Mereka menamakan diri sebagai kelompok Meang Kerbau  yang  kemudian menjadi Minangkabau. Keturunan  kelompok inilah yang  merantau, termasuk merantau ke manggarai, Flores. (Kisah ini 2 kali saya  dengar  dari orang  Padang  di  Jakarta, Juni  dan Agustus 2014). (JPS - Stasiun Cakung -  drive motor Suzuki Smash - Cakung - VMG - HI Bekasi, 7 September 2014. Pakai Kreta  pulang misa dari G. Katedral - Jakarta, pkl  22.00 - 22.30 pm).


Lelo ga Rangga kaba one Mabaru Niang Manggarai : Lihatlah tanduk kerbau pada rumah bundar Manggarai


Mbaru Niang Manggarai - Flores


Orang Manggarai adalah insan yang diajarkan bahwa  dalam hidup ini  penting untuk cepat mengambil keputusan,  tidak boleh lamban dalam bersikap: "Neka mejeng  hese, neka ngonde  holes" (Jangan lamban berdiri, jangan malas menoleh / bersiasat)"  VMG - JPS, 13 Sept. 2014.

Orang Manggarai adalah insan yang melihat tujuan perkawinan untuk melanjutkan keturunan dengan melahirkan anak yang banyak.  Anak banyak dilihat sebagai  berkat. Perihal  tujuan perkawinan ini  orang Manggarai merumuskannya: "Beka agu buar,   haos neteng kampong, has neteng tana, ras baling rasap, res baling  lele, tai' sala  wai'  borek sala  bosel" (Berkembang  dan bertambah, bertambah di setiap kampung, bermekaran di setiap tempat,  berjejeran di sisi / rusuk, berjejalan di samping ketiak, melahirkan banyak hingga repot merawat bahkan   saking repotnya, kakipun kena kotoran anak) . Orang Manggarai  tidak mengenal selibat. Tidak punya keturunan dalam hidup dianggap  aib.  VMG - 14 Sept. , JPS 15 Sept. 2014.


Wada  sebagai  cara  orang Kecil  mencari Keadilan

Orang Manggarai adalah insan yang percaya  pada kebenaran   Wada. Kebenaran selalu berpihak kepada yang empunya, terlepas dari apa dan  siapapun dia. Orang yang benar selalu menang, meski kebenaran itu dimanipulasi oleh kekuasaan / kekuatan uang / kepintaran. Orang kecil sekalipun, asal benar, maka  dia  bisa  mengalahkan orang yang kuat (secara ekonomi, sosial, politik). Kekuatan orang  kecil dalam mencari kebenaran adalah kejujuran  via  tilir /gesar / idik / pidik   (perhatikan  kasus  Largus G  n K  di  GK  Lembor. Largus, Kamis, 21 Januari 2011  pernah meminta  tanah  jatahnya  kepada K, kakaknya. Namun K  mengingkarinya. K  tidak mengaku  tanah  itu  sebagai tanah hasil perjuangan /   usaha bersama. Largus, orang sederhana secara ekonomi hanya  tilir / pidik / gesar  kepada  yang  maha  kuasa yang melibatkan nenek moyang). Dia bersumpah  wada (tilir/gesar).Dia membuka tangan ke atas (nggelak nata) sambil mengucapakan dua sumpah.   Setelah itu  K  sakit. Pada 20 September 2014, pkl 15.00 waktu  setempat, K  meninggal. Apakah  karena Wada - nya  L?.   Kubu L.   percaya. Meski  kita yakin bahwa  soal  mati  hidup manusia  ada di tangan Tuhan.
(JPS, 22 Sept.2014)

Orang Manggarai  percaya  bahwa  nama  itu  sakral  karena  itu jangan disebut sembarangan. Bila  mau dipanggil  perlu  panggil pakai nama  anak (ngasang  ame), jangan  panggil  langsung  nama.

(JPS, 22  Sept. 2014).


Orang Manggarai   adalah orang yang cenderung verbalis, banyak berkata-kata, hanya  sedikit  yang  berbuat. Karena  itu  orang Manggarai cenderung  kumpul-kumpul untuk  berdiskusi. Dalam forum adat duduk diskusi untuk berembuk disebut: Lonto Leok (urun rembuk).

Orang Manggarai  adalah  orang yang  memahami kosmos  secara  siklis (lingkaran). Itu disimbolkan dalam mbaru niang (rumah bulat kerucut), Lingko - lodok   sising - ,  kila, yang dipakai dalam perkawinan dan upacara kematian, Dalam perkawinan  disebut paluk/tukar  kila, pasang kila, dalam kematian  disebut seha  kila.   (Muncul di ats Motoer - VMG - HI - Bekasi, - Busway, Bekasi - Pulo Gadung, 4 Oktober 2014

Orang Manggarai adalah orang  yang mengkonsumsi makanan dalam jumlah banyak. Bila makan cenderung menggunakan porsi "jumbo" (besar). Porsi makan  dengan porsi jumbo ini dikenal dengan  sebutan: sudah  gunung  bukit  lagi". Maksudnya,  saat ambil pertama  penuh piring, bagaikan gunung tingginya. Namun, itu  juga belum puas. Masih tambah lagi yang porsinya  hampir setinggi  bukit  dalam piring. Itu makanna orang sering sebut sudah gunung bukit  pula. Orang manggarai  itu  ata  bara  mese  (orang perut  besar). Inspirasi  dari  omongan  Mr. Harnoto  dan  Dimas (anak 3 tahun). "Makannya  banyak  banget - Di,as - , wow  porsi  Jumbo" - Mr. Garnoto ,  VMG 5 Oktober 2014).


(VMG - JPS, 5 Oktober 2014).
Orang Manggarai  sentimen kesukuannya tinggi. Bila orang sesuku disakiti maka  itu bisa membangkitkan ego kesukuannya  untuk membela.

(VMG - JPS, 5 Oktober 2014).

Orang Manggarai  adalah orang  ingin agar  hidupnya aman, termasuk aman dari gangguan  roh-roh jahat. Bila ada ganguan roh jahat, maka di bawah bantal/ tikar, tempat  tidur  ditaru  pisau, jarum, halia, bawang. VMG, 3 Okt. 2014.


Orang Manggarai  adalah orang  yang   untuk beberapa  kasus  kerap menggunakan bahasa metafora /  simbolis. Misalnya dalam ucacara adat perkawinan. Dialog antara juru bicara pihak calon pengantin pria (tongka /pateng  tiba)  dan wanita (tongka / pateng teing)  selalu dalam bahasa  metafora/ simbolis. Beberapa  ungkapan itu misalnya:
Rokang pante  (harafiah: berkarat pisau pengiris  enau / tuak / lontar) = arti metafora: kedaluwarsa  fungsi  kepriaan  karena  tak  dipakai. Teing wae  sawa (harafiah: mengairi sawah) = arti metafora: perkawinan; laki-laki dan perempuan yang menjalankan fungsi perkawinan biologis.

Nggepo kebor - kemu senduk
Sau alu - kemu ngencung
Waek lewing  nare
Senteng  lewing teneng

Watu tana  lau - Nampe tana  sale - ngampang  tana  wa : pemisahan. Kamu di seberang sana, kami di seberang sini.

Ngawe  wae ngampang  tana:

Lahos  lonto don  tombo,  don taung  rongko
Lahos  lako  don  ita,  manga  dia'


JPS, 6 Oktober 2014.

Orang Manggarai  adalah orang  seniman. Dalam satu keluarga entah sadar atau tidak ada keindahan dalam sebutan (tutur) karena ada padanan bunyi yang   menarik. Padanan bunyi yang menarik ini dalam Bahasa Manggarai disebut durit.  Contoh  durut  untuk  nama  dalam  sebuah  suku. Di Wela, ada beberapa  suku. Beberapa  suku  iitu  ada  durit  yang  terkandung  di dalamnya, misalnya:
  1. Welo 1: Jaling -  Aji - Maji - 
  2. Welo 2: Ngabu - Sawul - Abut - Naul - Dajus- Nganul - Abu  - Hangul - Habun - Manggu
  3. Welo 3: Jeharut - Jemabut - 
  4. Welo 4: Epong - Beong -
  5. Welo 4: Jangu - Mandu -  Harus
  6. Welo 5: Dahi - Wardi  - Panis - Bahadi- Gonsali -
  7. Welo 6: Jalu - Jebabun -
  8. Nua 2:  Mau' - Tarung - Baduk - Garu - Ngganggu - Ngatul - Habut - Babur 
  9. Nua2a': Garu - Balu - Jebaru - 
  10. Nua 2 -a: Ngganggu - Jenaut -  Jelahut - 
  11. Nua 2 -b: Habut - Gawut - Daud - Mamut - Dangur - Ndarung - Jemamun - Pandu
  12. Ker: Jehadut - Jehalu - ........(Udis) - Anur - Anggul - Danggur - 
  13. Nua 1: Mantol - Kaso - Asong - Laho - Banor -
  14. Nua 1 - a: Mantol - Janor - Danor - Wangor - Wanggor 
  15. Nua 1-b: Naru - Jehabur - Papu - Adur - Magung -
  16. Nua 1-c: Kaso - Aron -
  17. Nua 1 d: Laho - Ambor
  18. Nua 1 e: Bandur - Barung
  19. Nua 1 f: Bakal - Jeramat
  20. Karot 1: Tanuk - Ngapuk - Jaru - Waru - Marut
  21. Karot 1a: Parut -  Mandu -
  22. Karot 1b: Jehau - Kantur - Danggur
  23. Karot: Legem - Ngewe - Gem -  Men -
  24. Karot 1c: Jaru - Bandur - Jebaru - Gandur - Tagur -
  25. Wangkung: Lagam - Pamar - Aman - 
  26. .........: Gau, Mamu,  Mandu, Malut
  27. Ndiwar: Ngatur - Gabu  -  Jeharut - 
  28. Ndiwar a: Jeharut - Nanul - Magul - Jehanu -
  29. Dese: Galut - Magut -
  30. Cireng: Apul - Nandus -


  Selain  ciri khas  durit, nama orang  Manggarai ditandai dengan awalan Je di awal kata belakang, misalnya:
  1. Nua 2-a: Jenaut, Jelita, Jemen, Jelami, Jemian, Jelata, Jelahut
  2. Welo: Jeharut - Jemabut - Jebabun
  3. ................
  4. .............................
Je  lainnya:
  1. Jemparus
  2. Jebarus
  3. Jemali
  4. Jemalin
  5. Jehola
  6. Jehata
  7. Jenia
  8. Jehadut
  9. Jegadut
  10. Jemalur
  11. Jebada
  12. Jehamat
  13. Jehana
  14. Jehanat
  15. Jetia
  16. Jemada
  17. Jemadu
  18. Jemahu
  19.  Jelahu
  20. Jebatur
  21. Jelatu
  22. Jeratu
  23. Jehanus
  24. Jemalut
  25. Jehatu
  26. Jeramu
  27. Jelau
  28. Jehemo
  29. Jegeot
  30. Jekong
  31. Jemana
  32. Jenau
  33. Jematu
  34. Jemalur
  35. Jehadin
  36.  
"Ngasang  toto  tana"

Letak kesenian orang Manggarai itu pada  durit  dan  nama  keluarga (belakang) , ngasang tu'ng / nama ayam  yang diawali dengan awalan je
......................
 JPS, 9 Oktober 2014

Kesenian orang Manggarai nampak juga  pada  bahasa, pegolahan tanah (lingko: lodok sising)  dan  bentuk  rumah  (niang: bundar).

Orang Manggarai  menyimbolkan orang yang sudah meninggal  dengan  batu.  Bila  ada  orang  meninggal, saat dikuburkan, pada bagian atas  kubur  pasti ditanam batu. Orang yang meninggal di  luar  kampung, dan dimakamkan di luar  kampung - karena  satu  dan  lain l  hal, maka  perlu  bawa  batu  kubur  dari  tempat  ia dimakamkan   ke  kampung  kelahirannya. "Ba  watu" (bawa  batu). Batu  itu  simbol orang dan arwah orang  yang  meninggal.  

JPS, 10 Oktober 2014.


Orang Manggarai  adalah orang  yang berpengharapan baik. Hal  ini diungkapkan dalam goet, seperti: Sala  dia'  diang, sala  jari  tai' (semoga / kiranya  sukses  di hari  esok,  kiranya berhasil di kemudian hari). Dalam permainan memanjakan ayam pada saat kecil, harapan ini sering didengungkan, seperti  dalam  nyanyian berikut: "Kekang... kekang  manuk kekang, duat  gula we'mane kekang, kekang  manuk kekang; Kekang... kekang  manuk kekang, buta  mata  de  kaka, wela  mata  de  manuk, kekang, kekang  manuk  kekang...... (Ayam, ayam, kiranya mata elang buta tertutup, semoga matamu terbuka).  Ayam merupakan  simbol manusia. Ayam merupakan hasil perkawinan cahaya  ilahi dengan manusia (perempuan).

JPS 10  and  11 Oktober 2014.


Orang Manggarai adalah orang yang menjadikan nasi sebagai makanan pokok. Bila mengkonsumsi sesuatu yang bukan  nasi maka  disebut  belum makan. Makan untuk orang  Manggarai harus mengkonsumsi  nasi. Makanan  yang  lain dianggap sebagai sarapan. Orang Manggarai bisa serentak sarapan dan makan pagi/siang. Orang Manggarai  memiliki perut yang "elastis  dinamis". Bisa  makan banyak. Bisa mengkonsumsi makanan dalam porsi  jumbo.

JPS 12 Oktober 2014

Orang Manggarai adalah orang yang  pada  musim  panen  agak boros, sampai-sampai  gumpalan nasi dijadikan pengganti bantu saat melempari anjing  sebagaimana orang mengatakan:  peke le kongko  asu. Ungkapan ini menyiratkan bahwa manusia Manggarai kadang boros, menyia-nyiakan  materi yang diperoleh dengan bekerja keras. Saat mengusahakannya dilakukan dengan berpeluh keringat dalam waktu yang lama namun untuk menghabiskannya dalam dalam waktu yang singkat. Orang  Manggarai perlu belajar efisien dan efektif, termasuk belanja  saat  saat pasca  panen. 

JPS 12 Oktober 2014  dan 5 Juli 2017.

Orang Manggaai adalah insan yang kadang dan kerap  mencari hiburan dengan sarana yang tidak tepat, misalnya berjudi. Ketika orang Manggarai sedang berduka karena kematian keluarga, orang Manggarai berkumpul untuk menghibur dengan  mengadakan permainan kartu. Mereka  duduk berjaga sambil main kartu dengan  uang sebagai taruhannya.  Hal ini hampir terjadi di semua  kampung  di Manggarai. Hal ini  pernah menjadi keprihatinan agama(Katolik) dan negara (pemerintah). Agama dan negara  melarang, namun sejauh ini belum  ada hasil yang signifikan. (Micky Pandu - ketika  berkunjung ke Jakarta pada, 14 Oktober 2014  bertutur bahwa, di Labuan Bajo, Manggarai  Barat, Flores,  seorang polisi yang dikenal luas  meninggal. Dia adalah Simpel (?).   Pada  malam harinya, orang menggelar meja  judi. 10 meja dibuka. Polisi dan tentara tak berani menangkap mereka itu. Uang duka yang terkumpul Rp 3 juta.


Gang Bacang - kelurahan Rawasari, CPB, Jakarta  14  Oktober 2014. Hasil obrolan dengan saudara-saudara: Micky - Festo - Yos dan saya.


Orang Manggaai adalah insan yang kadang dan kerap  mencari hiburan dengan sarana yang tidak tepat, misalnya  berjudi. 

Orang Manggarai adalah insan yang melihat  bahwa manusia  sebagai  pusat   kehidupan. Hal ini bisa dilihat struktur tanah ulayat (lingko) dan struktur rumah adat (mbaru niang). Dalam   struktur lingko,  ada 2 unsur penting: Lodok (pusat)  dan sising  (jari-jari/batas terluar).  Pada Lodok (pusat)  ditanam kayu Teno. Konon Kayu Teno awal mulanya  manusia. Kisahnya singkatnya sebagai berikut: Di Manggarai ada sepasang suami istri yang punya 13 anak, 6 orang laki-laki, 6 orang perempuan, 1 orang banci. Terjadi kelaparan hebat. Mereka merana. Suatu malam ayah mereka mendapat mimpi bagaimana  cara mengatasi kelaparan. Dalam mimpi itu dia  diminta    untuk  membunuh anaknya yang banci. Darahnya ditumpahkan di tanah. Dia melakukan hal itu.  Beberapa  hari kemudian,  muncul berbagai jenis tanaman, seperti padi, jagung, kestela,  mentimun. Di tempat itu ada juga pohon........(Teno). Lalu mereka mambagi tanah itu. Kayu Teno dijadikan sebagai pusat.  Dalam budaya Manggarai, orang yang membagai tanah ulayat disebut Tua' Teno.  Kayu Teno dan beberapa tanaman lain seperti padi, jagung, kestela, mentimun, dan lain-lain   bersaudara  dengan  manusia.  Dalam struktur rumah adat (mbaru niang), pada bagian atas ada  gambar   kepala manusia. Gambar itu dihubungka dengan tiang utama (siri bongkok) yang menjadi pusat  mbaru niang.
siri bongkok itu dipercayai sebagai perempuan / gadis gunung (molas poco)  yang  diambil dari  gunung (hutan) untuk dipersunting menjadi ratu kampung. 

 (JPS, 15  dan 16 Oktober 2014)
Sumber: http://www.sunspiritindonesia.com/2014/07/12/muasal-pangan-legenda-dari-manggarai.php)


Orang Manggarai adalah insan yang memiliki konsep  pembagian yang tegas terhadap wilayah "hegemoni" kehidupan antara laki-laki dan perempuan . Laki-laki ada  di kebun, perempuan ada di  rumah. Laki-laki bekerja  mencari  nafkah di  kebun, perempuan mengatur  rumah. Karena itu perempuan kerap diberi predikat ibu rumah tangga.

(JPS, 15  dan 16 Oktober 2014)



Orang Manggarai adalah insan yang teis, percaya bahwa Tuhan ada. Keyakinan ini dianut oleh setiap generasi, baik arkais  maupun modern, baik elit mapun alit. Keyakinan mereka  berkait  erat dengan kepercayaan dinamisme dan animisme (anima: jiwa). Dalam kehidupan modern, spirit anisme dan dinamisme tetap dibawa mesti menganut  agama modern (Katolik, Kristen Protestan, Islam,  Hindu, Budha). Untuk agama  modern, secara kuantitatif, mayoritas orang Manggrai beragama Katolik (.......%), menyusul Islam (.........%.), Protestan (......%), Hindu(......%),  Budha (.....%).  Kong fuchu (....%).

JPS, 18 Oktober 2014

Orang Manggarai adalah insan yang  memiliki etika / adat sopan santun. Meski kadang  ada  juga  yang tampak temperamental, banyak bicara (kemampuan verbal tinggi), kemampuan teknik (untuk menerapkan ide)  kecil / rendah. 

 JPS, 18 Oktober 2014



Orang Manggarai adalah insan yang berusaha mengungkapkan agama dalam karya seni, misalnya dalam songket, tikar, bantal, keranjang, nyiru, rumah, tanah (lingko).
VMG, 19 October 2014  - inspiration  from  Mr. Harnoto

 Orang Manggarai adalah insan yang meruapakan hasil perkawian Bapa langit  dan ibu  bumi.

VMG, 19 October 2014  - inspiration  from  Mr. Harnoto

Orang Manggarai adalah insan yang sadar bahwa dirinya dan orang di daerah lain   punya  persamaan derajat  (equality) dan keunikan. Hal ini diungkapkan: Darat woleng  tana, kokong woleng pong, poti woleng mori. Karena itu pantas  bersikap wajar terhadap sesama, tak usah takut /cemas, inferior / rendah diri, karena setiap orang punya derajat yang sama dan  kekhasan tersendiri.
VMG and  JPS 21 October 2014.


Orang Manggarai adalah insan yang percaya pada  predestinasi. Predestinasi  ( kata Bahasa Yunani “proorizo” yang memiliki pengertian “ditentukan sebelumnya,” “ditetapkan,” “diputuskan sebelumnya) adalah  nasib seseorang-apakah sukses atau gagal, umur pendek atau panjang  -  sudah ditentukan sebelum dia dilahirkan. Bagi orang Manggarai, mimpi merupakan "wahyu" predestinasi  itu. "Wahyu"  itu  dinyatakan dalam mimpi ketika seorang ibu mengandung. Bagi orang Manggarai, mimpi-mimpi pada saat hamil meramalkan apa yang akan terjadi pada janin  / bayinya  di kemudian hari  ketika  dewasa. Mimpi menimba  air  misalnya. Bila menimba  air  di  pancuran (air yang disalurkan bambu / tadah pakai bambu), itu tanda bahwa  anak yang dilahirkan berjenis kelamin laki-laki. Namun bila menimba air di sumur /  sungai, maka bayi yang kan dilahirkan itu berjenis kelamin  perempuan.  Selain  actifitas  menimba air, sarana lain yang dipakai untuk menunjukkn jenis kelamin adalah parang  (golok)  atktifitas    keranjang / tikar / anting. Bila menerima  golok (parang) berarti nak laki-laki. Bila menerima keranjang / tikar /  anting  berarti  anak perempuan.  Bila yang diterima adalah   anting  dengan motif  dan  warna menarik, artinya anak perempuan itu nanti bakal  meraih  kesuksesan, misalnya  dapat jodoh yang ganteng  dan  banyak harta  serta  baik hati.  Bila menimba air batu  cadas  tanda  bahwa  janinnya / anak itu   nanti  tidak berumur  panjang. Bila menimba  air  di pancuran, anak itu nanti akan sehat  dan umur  panjang. Bila  menimba  air  keruh /kotor, suatu ramalan bahwa  anak itu bakal banyak mengalami  duka dalam hidupnya, misalnya sakit penyakit datang menimpa anak itu.

(Refleksi, baca  dan ngobrol dengan Mm  Regina  Jenaut  dan Saudari Justina Jelita  di Golo Karot Lembor, 24 Oktober 2014. Mama  Regina asal Wela  sedang  maen ke Golo Karot  Lembor. Saya  telepon dari Bekasi - JPS, Harapan Indah, Bekasi, Timur  Jakarta).


Lampu merah Jembatan Serong, Rawasari, Cempaka Putih Barat, Jakarta Pusat, 23 Oktober 2014.
Selesai  kuliah Filsafat  Budaya - ngobrol  bersama   Pa Adri  Rusmin - orang Lembor, kakak tingkat program Magister F., sambil menunggu bus  47 , pkl 20.10 pm.

NB: KS  Kristen  kuat dengan gagasan Prestinasi, misalnya: Roma 8:29-30 (sumber: http://www.gotquestions.org/Indonesia/predestinasi.html)

JPS, 24 Oktober 2014


Orang Manggarai adalah insan yang meyakini bahwa kosmos bersifat  siklis (circle = lingkaran). Pandangan ini turut mempengaruhi mentalitas dan cara pikir orang Manggarai  yang  melihat waktu itu selalu  ada  dan tersedia, sehingga ini  memnuat pola hidupnya agak santai, suka menunda-nunda pekerjaan karena  berpikir  bahwa  waktu itu selalu teredia  dengan melimpah.  Cara pandang  siklik ini kita  temukan dalam simbol lingko  lodok, rumah niang (kericut) yang menjadi rumah adat Manggarai,  dalam acara perkawinan (tukar kila / tukar cincin),  dalam acara kematian (serong /seha kila  pada malam menjelang seki telu /lima),  bahkan pada acara  hiburan main kartu (judi?)  dan menyelesaikan masalah  (lonto leok)   juga menggunakan pola siklis.

Lampu merah Jembatan Serong, Rawasari, Cempaka Putih Barat, Jakarta Pusat, 23 Oktober 2014.
Selesai  kuliah Filsafat  Budaya - ngobrol  bersama   Pa Adri  Rusmin - orang Lembor, kakak tingkat program Magister F., sambil menunggu bus  47 , pkl 20.10 pm.;  ditulis  di  JPS, 25 Oktober 2014).


Orang Manggarai adalah insan yang meyakini bahwa kebenaran itu bersifat korenponden. Secara umum, kebenaran dipahami sebagai kesesuaian antara pikiran dan realitas. Dari definisi ini, atampak bahwa  ada 2 hal yang bisa berpasangan (berkorespondensi), yakni pikiran dan realitas.  Kebenaran dengan sifat korenpondensi ini  dianut  juga oleh rang Manggarai. Ketika orang mengatakan bahwa benar, perlu dicek apa yang dikatakan dengan realitas. Ketika seseorang mempersengketakan tanah  tapal batas dan masing-masing mengklaim sebagai miliknya, maka perlu dicek perkataan itu dengan realitas di lapangan dengan kembali kepada  norma yang berlaku yakni adat untuk menentukan tapal batas. Apa yang dikatakan diuju dalam realitas. Dalam urusan sengketa tanah,  adat merupakan pengadilan terbaik. Tetua adat (tua' teno) bersama sataf akan turun ke lapangan untuk memeta  ulang  tanah itu. Tua' teno dan stafnya akan menjatuhkan putusan  di lapangan. Namun, bila sengketa  tanah antar  kampung, misalnya  merebut tanah ulayat,  kebenaran ditentukan oleh kemenangan dalam perang tanding  di tanah sengketa. Kampung (suku)  yang  lebih banyak jatuh korban (meninggal) merekala yang  kala. Kampung yang sedikit (nihil) korban dinyatakan sebagai dan pihak yang benar. Mendahului "perang tanding" kedua  kubu bisanya menyampai "doa sumpah" yang disebut  wada. Roh tanah (semesta) akan mendengar doa sumpah itu. Bisananya roh tanah (semesta) akan memenangkan yang benar. Pihak yang salah akan diganjari dengan kematian satu atau lebih pasukan perang tandingnya. Kebenaran subyektif diuji  dengan realitas (aturan adat) sehingga menghasilkan kebenaran obyektif.  Contoh lsin misalnya, bila orang mengatakan bahwa saya memiliki uang, maka  perkataan itu perlu diuju dengan menunjukkan bakti real  uang  itu.

(VMG  dan JPS ,  25 Oktober 2014)

Orang Manggarai adalah insan yang meyakini bahwa sedikit  banyaknya masalah  dalam hidup sebagian besar ditentukan oleh diri  sendiri  atau orang terdekat.  Persoalan sulit diselesaikan karena diri kita  atau rang dekat  kita  menjadi  bagian dari persoalan. Orang Manggarai mengungkapkannya  dalam go'et: dintuk saru siku (wingkul), tepo saru regot, pengges saru sembe, akit saru sai, tier saru  lime,  pelambar  saru  mata, rutek saru  utek."

(VMG  dan JPS ,  25 Oktober 2014)


Orang Manggarai adalah insan yang meyakini bahwa   sepanjang hayat kehidupannya, sejak dalam kandung, lahir hingga  mati dihubungkan dengan bambu.
  1. Saat dalam kandungan /awal pembentukan: mimpi mama tentang timba air menggunakan /memikul  bambu, timba air di pancuran (bambu).
  2. Saat lahir: tali pusat diputus /dipotong menggunakan ..... lampek (kulit bambu yang  diambil tipis, sangat tajam)
  3. Fase kehidupan: bambu untuk makanan (sayur), bambu untuk buat rumah (tiang, atap, alas (gedek /lencar), meja, kursi)  dan perabot rumah tangga - meja - kursi,  perabotan makan / masak:  irus, senduk (sombek lait gola),  perabot kerajinan:  keranjang (besar dan kecil), bakul, nyiru; perabot kerja: parang: ragot (kekokohan /keberanian harus erpangkalkan kemanusiaan),  bambu sebagai penyalur /pembawa dan penampung  air (tuak),  bambu sebagai jembatan  dan tangga;  alat suling tuak,  alat musik (seruling), saat   bermain: krangkuk alu / pering; bambu untuk buat aoi (soseng) dan kayu bakar; haju lewe du hese mbaru ; dipakai dalam nyanyian "sanda" gurun: alat keamanan ( tongkat/ senjata),  dipakai saat gotong orang sakit / beban (rotong ata beti / rakang rapu),lemba gola, saat mengurus membersihkan jeroan hewan, pakai bambu (lampek) untuk  memotong / membelah usus saat memcuci / membersihkan jeroan itu,   meriam bambu (pewarta berita duka / bo.  ***** Manusia Manggarai mengawali dan mengakhiri kehidupannya dengan bambu. (Bengkar  one  mai  belang, bo one  mai betong; lampet  poro agu lampek lima; eme wakak betong asa, manga wake nipu tae, eme  muntung  gurung pu' manga wungkut  nipu curup); 



Bus way (tranjakarta  TJ 0039, Pulau Gadung - Kalideres - Galur - Senen - RSPAD - MONAS - Istiglal - Katedral - Juanda, 26 Oktober 2014, pkl 19:30 - 20.00

Orang Manggarai adalah insan yang meyakini dan mengajari serta  mengamini bahwa  manusia merupakan bagian dari alam, karena itu merusak (melukai) alam  berarti melukai diri sendiri (manusia). Bila alam dan rohnya dilukai (disakiti)   maka  manusia juga turut terluka (sakit). Ini nyata dalam cara pandang tentang  rudak (ngelong) . Rudak (ngelong)  adalah cara pandang  equilibrium orang Manggarai  yang melihat bahwa   sakit penyakit yang diderita seseorang  merupakan akibat melukai alam dan rohnya. Derita yang  dialami alam dicerminkan kepada manusia atau keluarga yang melukai alam dan rohnya itu. Agar bisa sembuh maka perlu dibuat upacara pemulihan hubungan berupa persembahan hewan pada tempat kejadian. Upacara pemulihan hubungan ini disebut ngelong. Bahan  yang dipersembahkan berupa  ayam  atau telur. Tentang warna ayamnya tergantung "penglihatan"  dukun (para normal).  Pada saat dilaksanakan  diucapkan kata-kata berikut: Denge le hau manuk / ruha. Eme beti diha ... wajol poka haju reu  ko  rempe  sala  kakar tana  wiga  beti laing agu dendang  jejek  hia  ko  ise one  tara  beti dendang diha...... Ho de  manuk takung te tura sala agu te hambor. Tiba le manuk / ruha ho. Ho  manuk agu ruha te  hambor  kudut tanggang lasa, wear pempang, oke sopel,  wur  rusuk, kando dango. Denge  lite Mori agu Ngaran, sangged  empo tana." Ho  manuk takung latang sanggep gauk ata toe gancu agu toe naud. (Inspirasi ngelong one keluarga Hila Gudin du beti de hae kilon Sisilia Sangur (mm Megy). Itan lata mata gerak wajol  rudak (hena kaka - ular / balak/  kakar tana) du poka pao wa bangka te pande banggang / balok, one wulang September 2014. Mm Megi beti one bulan Oktober. Tanggal 27 Oktober padong awo RSU Ruteng. Itan  lata mata gerak ga wajol rudak  du poka haju pau wa  uma Bangka / ko pande kios lupi one Natas mbaru gendang. Itan le dokter ga, diabetes. Gula darah mencapai 400. Welet waset mata (mata bakok) wajol kekurangan cairan one  weki. Mu' reu: tobang  one  mu' / lema). Rencana ngelong le mane ho' to'ng  (Selasa, 28 Oktober 2014).  Se tu'n ho cara  data  Manggarai te tombo tentang  lino mosen (Inilah cara orang Manggarai menjelaskan  fenomena alam / kehidupannya, yang  belum tentu benar dari perspektif ilmiah. Benar atau salah menurut perspektif ilmiah, ini urusan lain) - hasil ngobrol  agu hia  kae Beny Jelami agu hia Enu Mery Jemen). Du  beti de ended  Megy  manga do nipi daat,  neho: nipi wadal hia ended Megy,  Nipi Ela ata ngai weo/ pongo, kudut teke te  mbelen kali, nipi tondek liha ema Nober one  mbaru. Nipi daku, nipi sapu peang  natas  neho kudut te pari  kopi.


 .: korban  memiliki makna untuk menyembuhkan / mendamaikan

 Orang Manggarai adalah insan yang meyakini bahwa kematian bukan akhir  dari kehidupan tetapi awal kehidupan. Karena itu  orang Manggarai, begitu perpisahan dengan orang yang meninggal - mengjelang diantar ke pekuburan, saat pedeng reweng / bokong, mereka  memberikan pesan bahkan memberikan bekan berupa benda bahkan  uang. Ada yang Rp 200.000, ada yang Rp 50.000, Rp 10.000, ke  dalam  peti bahkan di atas pekuburan orang yang meninggal itu (Saat Sisilia Sangur / Esy / mamad  Megy  meninggal,  dan dimakamkan pada 30 Oktober 2014, keluarga memberikan uang. Saudaranya Tian Rp 200.000,  kakak ipar, Beny Rp 50.000). (JPS, 3 Nopember 2014).

Orang Manggarai adalah insan yang mengingat / mengangkat / memuji kebaikan / kehebatan orang  lain saat  orang itu meninggal. Dalam tangisan, dalam pembicaraan,  litani kebaikan  orang itu disebutkan, diingat saat  tangisan / pembicarran saat  duka  itu. (Contoh, ketika  Sisilia Sangur / Esy / mamad  Megy  meninggal, rangkaian  kisah  kebaikannya  dituturkan, misalnya, Esy orangnya sabar, murah senyum,  ramah, komunikatif, murah hati, penyayang, dll. Esy meninggal  29 Oktober 2014 di RSU Ruteng lalu dimakamkan 30 Oktober di pemakaman Wela, kecamatan  Ruteng, Manggarai).(JPS, 3 Nopember 2014).

Dalam kaitan dengan kematian, orang manggarai percaya bahwa hidup ini  hidup ini ada  awal dan akhir. Awal kehidupan berasal dari Tuhan  dan akan kembali kepada Tuhan. Hidup ini merupakan ziarah. Berapa  lama ziarah itu   tergantung kemurahan Tuhan. Manusia sudah diwariskan kehidupan. Saat awal pembentukan kehidupan manusia (wantang)  saat itu melalui  mimpi  sudah disampaikan ramalam tentang  manusia itu, berupa mimpi tentang  timba  air. Ada yang  meyakini bahwa  air kehidupan itu diberikan dalam bentuk tempurung  untuk gayung air untuk mandi. Setiap orang mendapat itu. Ada yang  mendapat air  dengan tempurung kelapa besar berarti usianya panjang, ada yang dapat tepurung kelapa yang sedang, umurnya menengah, ada yang dapat tempurung kelapa dan  airnya yang kecil, pertanda  umurnya singkat / pendek.  Umur  manusia diungkapkan dalam air yang ada dalam tempurung kehidupan itu (leke sebong)
Dalam tataran ini ada persamaan  budaya Manggarai dengan Jawa  untuk soal kelapa, pada  ritus kehamilan / kelahiran. (JPS, 3 Nopember 2014).

Orang Manggarai adalah insan yang percaya akan daya supranatural.  Hal supranatural membicarakan awal dan akhir sesuatu. Orang Manggarai menyakini hal ini.  Tentang manusia, orang Manggarai percaya bahwa awal dan akhir kehidupannya ada dalam Tuhan. (JPS, 4 Nopember 2014).

Orang Manggarai adalah insan  menyimbolkan dirinya dengan bambu. Bambu itu tumbuhan serbaguna.  Maka manusia Manggarai segoyanya serba guna.  Kapan dan di mana saja tetap dipakai, memberi manfaat, baik sejak kecil maupun ketika sudah tua.

(JPS, 4 Nopember 2014; inspirasi  toilet  lantai I,  gedung Pasca Sarjana STF Driyarkara, 3 Nopember 2014).


Orang Manggarai adalah insan  menyimbolkan dirinya dengan bambu. Bambu pada  fase awal hingga periode tertentu, bertumbuh ke atas, mengarah ke  langit. Selanjutnya pada fase tertentu akan tunduk runduk melihat tanah. Ini suatu simbol bahwa manusia Manggarai itu idealis, namun serentak realistis. Maka manusia Manggarai adalah insan yang idealis namun juga realis. (JPS,  9 Nopember 2014)

(JPS, 4 Nopember 2014; inspirasi  toilet  lantai I,  gedung Pasca Sarjana STF Driyarkara, 3 Nopember 2014).


Orang Manggarai adalah insan  yang membuat proyeksi dengan intensitas yang cukup tinggi. Hal ini terutama berlaku untuk masayarakat kelas menengah. Proyeksi (pencerminan) adalah mekasnisme memindahkan persoalan dari diri sendiri kepada orang  lain, sehingga orang lain dianggap sebagai masalah yang menimpa dirinya. Hal ini berkaitan dengan peristiwa duka atau kegagalan yang dialami. Dalam peristiwa kematian misalnya, orang Manggarai masih sangat percaya bahwa penyebab kematian itu karena orang lain, berupa "ilmu sihir" yang dipakai untuk  mendukakan orang lain, sehingga bisa  menderita berkepanjangan bahkan meninggal   atau juga  menderita sakit berkepanjangan, misalnya sakit fisik: gila, buta, lumpuh. Dengan ini orang Manggarai tampaknya melarikan diri dari masalah dan tanggung  jawab. Padahal kalau direfleksi bahwa masalah ini ada dalam diri sendiri, misalnya tak telaten merawat kesehatan, kurang pengetahuan.  (Refleksi  berinspirasi kematian Mm  Megy, 29 Oktober 2014,  Refleksi di atas  motor, Kampung  Bogor - Jl. Bulevar - Harapan Indah - stasius Cakung -  Kereta Api, 11  Nopember 2014. JPS 12 Nop. 2014).



Orang Manggarai adalah insan  yang  percay bahwa  mimpi memiliki makna  untuk meramalkan. (lihat   blog - dream  dalam Nevergiveupgambaru.blogspot.com).
JPS, 12 Nopember 2014.
  
Orang Manggarai Sebagai Manusia Bambu

(Molor te  tombo - Nggepuk te Gejur)  : Manusia Kaya Makna (JPS, 15 Nopember 2014)
Orang Manggarai adalah manusia simbolis. Salah satu simbol orang Manggarai adalah bambu. Bambu itu tumbuhan multi fungsi. Maka, dengan mengusung bambu sebagai  simbol hidupnya,  orang Manggarai memiliki  obesi / cita-cita / tujuan  menjadi manusia kaya  makna, "bijak berbicara, terampil  melakukan".

Orang Manggarai  itu mengutamakan musyawarah untuk mufakat. Ini dinyatakan dalam lonto leok pada saat mengambil keputusan. (JPS, 15 Nop. 2014)

Orang manggarai percaya pada asterologi (ilmu perbintangan). Dalam soal berburu, terutama  pada malam hari, orang Manggarai  bisa memanfaatkan posisi  benda-benda langit, terutama  posisi  bintang  dan  bulan. Bintang dan bulan simbol anjing (binatang peliharaan manusia) dan  binatang milik roh-roh alam (darat) seperti  babi hutan, landak, dan binatang hutan lainnya. (JPS, 15 Nop. 2014)

Orang Manggarai adalah insan  yang  belajar  melalui toing (ajar) dan toming (berbuat). Orang Manggarai mengajar melalui praktek langsung (learning by doing) . Misalnya anak perempuan membantu ibu mengurus pekerjaan di dapur (memasak, mencuci piring / pakaian), anak laki-laki membantu ayah bekerja di kebun (mengolah kebun, membuat tali / pote wunut, pande  mbaru, dll).  (JPS, 15 Nop. 2014)

 Orang Manggarai adalah insan yang memiliki rasa komunitas   klan  (suku) tinggi. Solidaritas  suku sangat tinggi, terutama  berkaitan dengan peristiwa kelahiran, sekolah dan kematian. Orang Manggarai merasa dirinya sebagai bagian  dari anggota suku / klan itu. Bila ada istri saudara meninggal, maka saudaranya bisa mengawini  istri saudaranya  itu. Ini yang  disebut "Lili". Lili ini untuk membantu satu sama  lain, baik dirinya atau juga keturunan, bila ada  anak, biar tak terlantar.  (JPS, 15 Nop. 2014).

Orang Manggarai adalah insan yang meski  duka  sedang menimpanya, dia tetap tampil sebagai seniman, seniwati. Ini terungkap dalam peristiwa kematian. Saat meratapi jenasah ada goet-goet yang diucapkan tentang kenangan orang yang meninggal. Goet-goet  lorang itu misalnya: lingot para kilo, longar para loang, ramut para mbaru, (umumnya  perempuan yang meratap  spt ini) ;   sedangkan kaun laki  biasanya  dalam torok pemberian lain putih   (wuwus / kain bakok). (JPS, 16 Nop. 2014).

Orang Manggarai adalah insan yang menghargai jenasah saat  melayat  dengan memberikan kain putih sebagai kaif  kafan. Ini merupakan lambang harapan dan  doa bahwa  keluarga melepaskannya dengan rela, segala salah dimaafkan  dan kiranya  dia  pulang / kembali ke alam baka (abadi)  dengan  suasana  hati yang putih, jernih. Dia memulai lembar kehidupan baru dengan  hati putih bersih. (JPS, 16 Nop. 2014).

Orang Manggarai adalah insan yang menghargai jenasah / mayat  dengan cara memakamkannya secara  pantas. Makan kadang  tampak lebih baik  daripada  rumah orang hidup. Di banyak tempat di Manggarai, kita jumpai bahwa makam lebih mewah daripada  rumah. Makam bisa terbuat dari keramik. Rumah orang hidup belum tentu. Mungkin berlantai tanah  dan berdinding bambu. Tapi untuk soal makam,  bisa terbuat dari tembok (batu-pasir -semen - air).  Ada kesan bahwa  orang Manggarai lebih orang mati daripada orang hidup. Mengapa? Mungkin karena dilandasi kekuatiran bahwa  bila makam tidak diurus baik maka jiwa (wakar) orang yang sudah meninggal bisa marah  lantas mengganggu  mereka  yang masih hidup. Maka, untuk menghindari kemarahan  dilakukan "sogok" dengan membuat kubur yang baik baginya / mereka. Jiwa orang yang sudah meninggal dianggap bisa mendatangkan kebaikan dan keburukan bagi manusia. Bila tidak diperhatikan  jiwa mereka  bisa  mendatangkan malapetaka.  (VMG - Jl. Bulevar - Harapan Indah - Stasiun Cakung,  20  Nop. 2014  dan  JPS  21 Nop. 2014).

 Orang Manggarai adalah insan simbolis. Ada banyak kehidupan yang disimbolkan. Misalnya bambu sebagai lambang / simbol manusia; Air  simbol  hidup. (VMG 20 Nop. 2014, JPS 21 Nop. 2014).

Orang Manggarai adalah insan sederhana  dan rendah hati. Hal  ini  bisa disimak  dari  ungkapan verbal dalam awal percakapan": "neka rabo" (harafiah: jangan marah). Dengan ini orang Manggarai menyatakan kerendahan hati agar dimaafkan bila mengganggu lawan bicara   untuk  kerelaan   mendengarkan  dia. (sumber  inspirasi: tulisan Kraeng Frans Borgias, dalam 
https://www.facebook.com/notes/fransiskus-borgias-m/ole-neka-rabo-ta/10152710950829733?pnref=story, dilihat pada Sabtu, 22 Nop. 2014.

Orang Manggarai adalah insan yang bersahabat dengan  alam  dan mengandalkan dan mendengarkan alam. Contoh ketika berburu  dan  menenam , lihat rasi bintang. Ketika pulang kerja dari kebun, dengan bunyi nuri  dan kokak. Bila bangun pagi dengar  usara  ayam. Ayam, nuri dan kokak menadi buru penjaga  waktu.

JPS, 22 Nop. 2014.

Orang Manggarai adalah insan pribadi / makhluk pribadi. Sebagai pribadi tentu ada keunikan. Keunikan ini dungkapkan dalam go'et"wai'  woleng  lampa, lime woleng wajong." (langkahan kaki berbeda, lenggangan tangan tak sama.)

Orang Manggarai adalah makhluk sosial : Betong setede toe nganceng  pola hanang  koe. (bambu satu pohon tak mungkin bisa dipikul sendiri).
 JPS, 26 nop. 2014

Orang Manggarai adalah insan yang percaya bahwa  segala sesuatu ada masa berlakunya. Hal ini diungkapkan  dalam  dalam go'et  berikut: "lando teu, te' muku, seru wohe" (tebu berbunga, pisang masak /matang, cocokan hudung kerbau akan lapuk") -  Karena tak ada yang abadi, tak ada alasan untuk bermegah diri dan  sombong.
VMG,  Kamis, 27 Nop. 2014.

Orang Manggarai adalah insan yang percaya bahwa  hidup  ini terus berjalan, berubah, bergerak ibarat pergerakan matahari dari terbit hingga terbenamnya.  Dalam  banyak nasihat orang sering menyadarkan sesama akan hal ini."Oe.... sale  main leso ge, neka temo,, Halo, matahari sudah mudah condong ke barat (mau terbenam), jangan terlena. (VMG, Kamar mandi, 29 Nop. 2014).





Orang Manggarai  adalah pekerja  keras dan jarang memilih pekerjaan. Semua jenis pekerjaan dirambah, termasuk pekerjaan  yang membutuhkan dan menyedot  energi  cukup banyak. Dalam rangka menyelesaikan pekerjaan itu, orang  butuh energi banyak juga. Karena  itu tak heran bila orang Manggarai mengkonsumsi makanan dalam takaran yang lebih banyak  bila dibandingkan  dengan orang dari suku lainnya, misalnya Jawa. Orang Manggarai kerap mengonsumsi makanan  dengan porsi  "jumbo"  dengam frekuensi  tiga kali sehari, dengan dengan nasi sebagai  sumber karbohidrat utama.  (VMG, awal Desember, 1- 5 Desember 2014).


Orang Manggarai adalah insan yang memiliki pandangan yang khas tentang manusia. Perihal manusia, orang Manggarai, dari kosmologi, baik  kosmologi rumah  maupun kebun melihat manusia sebagai  puncak dan pusat kosmosnya. Hal ini bisa dilihat dari gambar rumah adat Manggarai   (Mbaru Niang) dan kebun komunal adat Manggarai (Lingko) seperti tampak berikut  ini.

VMG  dan  JPS , 7 Desember 2014



Orang Manggarai adalah insan yang memiliki berusaha mempertahankan keberlangsungan diri dan suku melalui tindakan perkawinan. Dalam kaitan dengan perkawinan,  orang Manggarai berpikir secara komunal bahwa istri saudara meruapakan bagian milik bersama sebagai suatu suku karena itu pantas untuk saling bantu membantu untuk meringankan beban hidup. Pola hidup bergotong royong dominan mewarnai kehidupan. Dalam perkawinan, dalam batas  tertentu, saudara  dalam suku bertanggung jawab atas  keberlangsungan hidup saudara, termasuk bila saudara meninggal, bisa mengawini istri saudarinya. Kesatuan  dan keberlajutan suku  suku sangat   diutamakan dalam hidup orang Manggarai sebagaimana goet: tiru  irus,   na' ranga (meniru hidung, merekam wajah); na waen pake // na' uten kuse (katak meninggalkan air kuah; kepiting meninggalkan / mewariskan sayur).  Proses mengawini istri saudara yang sudah meninggal  disebut lili. VMG dan JPS 13 Des. 2014).


Orang Manggarai adalah insan yang kreatif dan fleksibel  ibarat air yang menjadi habitat  kehidupan bagi diri manusia yang disimbolkan dalam  wujud  katak, teripang sebagaimana ungkapan goet berikut: Ipung setiwu neka woleng wintuk, pake se wae neka woleng tae (Teripang sekolam jangan berbeda perilaku, katak seair jangan berbeda  kata).  Air yang merupakan habitat kehidupan manusia sangat  fleksibel, bisa  menyesuaikan diri dengan  dengan  berbagai  forma yang  ditempatinya. Dimasukkan dalam botol, menjadi  botol, dimasukkan dalam kuali bentuknya menjadi kuali, dimasukkan ke dalam bambu bentuknya menjadi seperti bambu, dll. (JPS, 16 Desember 2014).


Orang Manggarai adalah insan yang mengutamakan praksis. Praksis bagi orang Manggarai merupakan  aksi berbuat melakukan yang terbaik bagi diri dan orang lain. Praksis ini  sangat boleh jadi jauh dari yang ideal / sempurna tapi harus dilakukan sebagai upaya  ada dan menjadi manusia. Spirit ini  terlihat dari  frase perintah dan penegasan   berikut ini:  "Ta de pande  kaut  e" (buat sajalah). "Ta de pande  kaut  e"  adalah spirit Manggarai di mana kesempurnaan bukanlah ideal seorang manusia tetapi sebuah determinasi tanpa pretensi, sebuah upaya terus-menerus untuk membuat yang lebih baik dan mencobakannya dalam praktek. Ta de pande kaut menegaskan agar dengan talenta yang ada, seorang manusia melakukan yang optimal bagi kemungkinan yang lebih baik, bagi dirinya dan terlebih bagi yang lain. Ta de pande  kaut  juga  menunjukkan  kepercayaan tanpa syarat ( Gerard  Bibang, https://www.facebook.com/groups/163390083735934/permalink/741989695875967/      diunduh 22 Desember 2014, pkl 19:03);  Sebastian Lalong Rombeng, dalam coment pada Gerald  Bibang, mengenang kepergian Pater Remi Sene, SVD, meninggal di  Jakarta,
• BUAT SAJA adalah eulogi yang dibacakan pada misa arwah Pater Remi Sene SVD di Aula Marsudirini, Jakarta, Minggu 21 Desember 2014, pk.18.00 -----

Berkaitan dengan spirit orang Manggarai yang mengutamakan praksis,  orang mengabadikannya dalam lagu, yang kesannya nyeleneh,  tidak serius,  tanpa  sesungguhnya  itu mengungkapkan salah satu spirit orang Manggarai yang mengedepankan praksis. Berikut  cupilkan lagunya:  "Apa  gunan benta kesa... benta kesa benang  kin  wetan, apa gunan benta  kesa" (Apa sih gunanya  panggil abang, bila tidak mengizinkan  saudari untuk menikah denganku). Di sini, panggil kesa (abang) harus disertai praksis mengizinkan saudari untuk nikah dengan seseorang. Bila itu dilakukan baru  layak panggil abang (kesa). Jangan  ngomong  doang  tapi  harus ada aksi / bukti.  (VMG - JPS, 24 Des. 2014).


Orang Manggarai adalah insan yang berpikir  holistik . Ini terungkap dalam  goet: "anggom kudut rangko" (merangkul supaya kebagian).
Spiritualitas anggom kudut  rangko  memandang dunia dengan gembira tanpa prasangka, tanpa kekangan dan kecurigaan dangkal, yang memandang memandang hidup selalu mulia dan tidak pernah hina, yang memandang seni selalu indah, yang memandang kata adalah puisi indah bagi Tuhan.
( Gerard  Bibang, https://www.facebook.com/groups/163390083735934/permalink/741989695875967/      diunduh 22 Desember 2014, pkl 19:03)

BUAT SAJA adalah eulogi yang dibacakan pada misa arwah Pater Remi Sene SVD di Aula Marsudirini, Jakarta, Minggu 21 Desember 2014, pk.18.00 -----

Orang Manggarai adalah insan yang berbagi. Pati gisi arit agu singke  gisi  iret. Ini terlihat dari pembaduan tanah komunal (lingko).  JPS, 22 Desember 2014.


Orang Manggarai adalah insan yang  kadang  cepat  puas .

Lihat dialog  Bone  dengan  Jaoano Baptista  berikut  ini. 


Bonefasius Jehandut
Saya punya saudara sepupu namanya Aven Nundi.Sekarang ia sedang berada di Denpasar Bali untuk antar anaknya yang alami benjolan di punggung, sebesar telur ayam..Mengapa dirujuk ke Sanglah Denpasar? Karena di Manggarai tidak ada Rumah Sakit dan dokter yang mampu menanganinya.Bayangkan,ia seorang petani sederhana harus keluarkan biaya banyak untuk menolong anaknya harus ke Denpasar.
Saudara saya ini sebelumnya,kurang lebih dua(2) tahun lalu alami appendix dan pecah.Dia harus ke Bajawa untuk mendapatkan pertolongan.
Amat miris ya.Kemanakah pemerintah dan Gereja Katolik Manggarai raya?
Mengapa hingga kini belum ada rumah sakit yang mumpuni dan tenaga dokter yang handal di Manggara?
Apa yang anda pikirkan mengenai hal ini?Salam.
 
https://www.facebook.com/groups/163390083735934/
Juano Babtistha Amang, saya turut prihatin e. Moga operasinya berhasil.
Budaya buruk orang Manggarai yaitu cepat puas. Tahun 2002 RSUD Ruteng sudah naik kelas ke RS Tipe C. Jadi sudah 12 tahun belum jelas perbaikan statusnya dengan peningkatan infrastruktur dan jumlah tenaga dokter spesialisnya. Manggaraians anggap diri selalu sehat, pantas terlelap aman dalam ketidaknyamanannya.



Orang Manggarai adalah insan  memiliki harapan baik. Ini nyata dari  goet: "Eme  lalong bakok du lakom,  porong lalong  rombeng du kolem; eme lalong rompok / pondong  du ngom, porong lalong  rombeng du kolem"  (Bila ayam putih saat berangkat, mudah-mudahan ayam  beragam warna saat  kembali; bila ayam  bulu pendek ketika berangkat, semoga ayam berbulu pangjang saat kembali. ) Ada  harapan, semoga  kesuksesan dibawa  pulang ke rumah / kampung seplepas  merantau.

(JPS, 22 Desember 2014).

Orang Manggarai adalah insan yang menjujung tinggi prinsip tiada kebahagiaan tanpa penderitaan " no pain no gain"  yang  dalam  goet Manggarai: alang  lahen.  Spirit alang lahen menggaribawahi bahwa untuk  pengorbanan menjadi taruhan untuk mendapat sesuatu.  Untuk mendapat sesuatu orang harus berkorban (fisik, tenaga, waktu, harta / uang, perasaan, dll). Contoh, seseorang yang mau menikmmati keindahan bangunan asli Wae Rebo harus berkorban berjalan kaki sekitar 4 - 5 jam   untuk sampai di sana. Lelah tentu. Orang tergoda untuk jatuh dalam keluhan: alang  lahen lako ho' e.... ( perjalanan ini sungguh suatu pengorbanan;  lelah  fisik  karena  jalan kami dalam  sekian jam.). VMG  n JPS, 24 Des. 2014.

Orang Manggarai adalah insan yang tidak takut merantau. Orang Manggarai ada di mana-mana di Indonesia juga di luar negeri. Orang Manggarai hampir berada di semua benua. Mengapa orang Manggarai suka merantau? Mungkin karena pengaruh sekolah dan Gereja yang  mengajarkan  agar  berani untuk melintas batas (passing over)  jangan  hanya tinggal dan mengenal daerah (kebudayaan)  sendiri.  Orang yang merantau bnyak yang diketahui. Hal ini diungkapkan dalam goet adat: "Do lako do  ita , do bae" (Banyak jelajah banyak yang dilihat, banyak yang diketahui". Hal ini penting  untuk menghindari pandangan sempit (katak di bawah tempurung / pake wa mai leke)... JPS, 24 Des. 2014

      
Orang Manggarai adalah insan yang beradab, punya sopan santun. Hal ini antara lain bisa disimak dalam pola laku orang Manggarai  dan juga dalam mitos-mitos kehidupan orang Manggarai. Salah satunya adalah  mitos Orang Wali dalam Kisah Poco Kuwus (di Kecamatan Kuwus)  dan Terjadinya (Golo Umpu di Labe, kecamatan Welak), Manggarai Barat. Konon, ada dua orang  bersaudara, kakak beradik  menghuni  Poco Kuwus. Tabiat sang adik agak "nakal"  menurut pandangan sang kakak, Poco Kuwus. Kelakuan yang rada nakal itu adalah Sang  adik sering menggoda saudari. Sang kakak, Poco Kuwus  marah. Dia meminta sang adik pergi  dari hadapannya. Adikpun  patuh. Dia berangkat. Ketika dia putuskan pergi, tiba-tiba sebagian Poco Kuwus runtuh / longsor. Pada kenyataannya memang, bagian Barat Poco Kuwus longsor (lus /luh)  Sang adik berjalan dengan gugus "gunung" (sebagian  Poco Kuwus). Dia tiba di Wae Wali. Di situ dia bertanya kepada sang kakak: "Ndo aku ko kae?" (Kakanda, apakah tempat  kediamanku di sini?  tanyanya. "Toe, lau-lau  koe," jawab kakanda (Tidak, teruslah ke sana). Komunikasi minta izin itu beberapa kali terjadi, mulai dari Wae Wali,  Pong Poru, Berang Nangis. ... Begitu melewati kampung Labe, sang adikpun bertanya sekali lagi.  "Ndo aku ko kae?" (Kakanda, apakah tempat  kediamanku di sini?  tanyanya. Sang kakak  tak menjawab. Sang  adik berkesimpulan bahwa kakak menghendaki dia tinggal di situ. Boleh jadi sang adik perpikir bahwa dia menyetuji dia tinggal di situ. Di sini,   diam  berarti  setuju. Kawasan dataran rendah orang Labe / Semang yang sedang ditumbuhi padi  yang sedang menguning  berubah diba-tiba di tengahnya ditumbuhi  bukit / golo. Itulah Golo Umpu.  Poco Kuwus dan Golo Umpu mereka merupakan kakak  beradik. (JPS, 27 Desember 2014 ---  kisah berasal dari Mm Regina Jenaut. Ngobrol via telepon  hp,  25 Desember 2014).

1. Wae Wali - Lasang .  
Nggo   rei one  kaen: "Ndo aku kae ko..." " rei  diha. "Toe...lau-lau  koe....." wale  de  kaen. Du teti  pinda tempat..... manga temek / wae  nitu. Hitu  Wae  Wali. Lako kole hia. Sai one  sa tempat. Tempat te suan:
2.  Berang Nangis (Pong Lasang ?): 
 Rei kole liha one kaen:: "Ndo aku kae ko..." " rei  diha. "Toe...lau-lau  koe....." wale  de  kaen. Du teti  pinda tempat..... manga temek / wae  nitu. Hitu  Wae  / Pong  Berang Nangis. . Lako kole hia. Sai one  sa tempat. Tempat te  telun:
3.  Pong Poru  - Ranggu (?)  Rei kole liha one kaen:: "Ndo aku kae ko..." " rei  diha. "Toe...lau-lau  koe....." wale  de  kaen. Du teti  pinda tempat..... manga temek / wae  nitu. Hitu  Wae  / Pong  Poru. . Lako kole hia. Sai one  sa tempat. Tempat te  pat:
4. Bea Kalo - (Pong Bea Kalo) - 
Rei kole liha one kaen:: "Ndo aku kae ko..." " rei  diha. "Toe...lau-lau  koe....." wale  de  kaen. Du teti  pinda tempat..... manga temek / wae  nitu. Hitu  Wae  / Pong  Bea Kalo. . Lako kole hia. Sai one  sa tempat. Tempat te liman:
5.  Bea Kojong (Pong Bea Kajong)
Rei kole liha one kaen:: "Ndo aku kae ko..." " rei  diha. "Toe...lau-lau  koe....." wale  de  kaen. Du teti  pinda tempat..... manga temek / wae  nitu. Hitu  Wae  / Pong  Bea Kojong. Lako kole hia. Sai one  sa tempat. Tempat te   enem:

6.  Watu Umpu  (lau  mai  beo labe / Semang)

Rei kole liha one kaen:: "Ndo aku kae ko..." " rei  diha. Toe  manga  walen  le  kae, Poco Kuwus  ho'. "Tantu, eng liha  kae  te  kaeng  no' aku. Temapat ho' sendo liha te  kaeng daku. One bea  watu Umpu hitu reme te'  woja  data Labe / Semang.  Tiba - tiba teti ngger eta taung woja te' situ. Nitu  jiri  golo. Hitu  Golo Umpu. 

Refleksi:
Watu Umpu - Poco Kuwus. Ise ase  kae. Mensia. Manga hubungan  golo - beo - wae / temek  - watu.
So'  tara  perlu  riang  golo / poco? Golo / poco  tempat  kaeng  de  empo / leluhur
So tara perlu riang temek /po'ng ? Po'ng  hitu wae / ) (keturunan / anak )  de  empo. Pong ase kae de mensia.
So' tara perlu riang watu? - watu  compang / boa ?    Ai watu hitu rapang   empo. Nitu kaeng de empo.

JPS, Minggu, 28 Des. 2014

Orang Manggarai adalah insan yang percaya bahwa  kata itu berdaya, memiliki kekuatan. Kata-kata bisa mencipta. Perihal kata yang mencipta, ini bisa dilihat  dari beberapa  ritus adat, termasuk wada. Dalam wada, kata-kata memiliki kekuatan untuk mencipta / mengubah. Pada suatu kesempatan di musim liburan 2014, sahabat saya berkisah soal masa lalu nenek moyangnya yang menurut refleksinya mempengaruhi kehidupan mereka sebagai anak cucu. Konon,  sang nenek moyang   sempat kilaf. Entah apa alasannya, dia menyatakan tak mau menafkahi seorang perempuan yang sempat  dijadikannya sebagai istri. Lantaran karena diterlantarkan, perempuan ini mengangkat sumpah wada. Dia mengambil   ranting kayu "woing" (bahasa Manggarai)  lalu dihujamkannya ke tanah seraya mengucapkan kata-kata kurang lebih sebagai berikut: " Kau yang begitu tega menceraikan aku dan tidak menerima saya sebagai istrimu, maka sebagaimana kamu memperlakukan aku, demikian juga akan terjadi pada anak cucumu: cerai dan cerai terus," .Lalu sang mantan suami berkata: " Yang terpenting jangan menimpa anak perempuanku," timpalnya. Perceraian kedua anak manusia ini terjadi. Dalam perjalanan waktu, keduanya menikah lagi.  Keduanya beranak pinak. Apa yang terjadi dengan keturunan sang lelaki yang disumpahi "wada cerai" oleh mantan istrinya? Cucunya kerap bermasalah dalam hidup perkawinan. Perkawinan untuk bebrapa cucu bermasalah. Beberapa orang cucunya mengalami   perceraian. Lalu menikah lagi. Sahabatku  itu mencatat  ada ada 4  orang yang mengalami nasib seperti ini. Di sini, "wada cerai" menjadi sakti. Kata itu  berdaya. Ucapan itu  bertuah.  Karena itu, hati-hati dalam mengunakan kata karena  kata memiliki  kekuatan. Kalau berdaya positif, itu betapa diharapkan namun kalau sebaliknya, ini menyedihkan. (JPS, Minggu, 28 Desember 2014). - Hal  yang  sama  juaga  terjadi dalam wada : nampo / ngelong / rudak.


Orang Manggarai adalah insan yang mengajarkan perlu  memberlakukan sesama  secara pantas. Sesama  manusia wajib saling menghormati, jangan  saling melecehkan atau merendahakan martabatnya. Ini terungkap dalam go'et: : "neka asu ket ngong hae wau', neka ela ke ngong hae gega; neka kode ket ngong  hae koe /lomes / jomel / joler / mose (jangan anjingkan  sesama sesuku, jangan babikan  sesama  teman bermain, jangan monyetkan  sesama teman hidup / bergaya, bercanda / .

VMG  n JPS,   30 Desember 2014.

Dalam  kaitan  dengan adat, terutama  hak dan kewaiiban Orang Manggarai adalah insan yang   berada pada  dua (2)  sisi  kehidupan  yang bisa bergantian  dari sekeping uang logam, sisi sebelah berperan sebagai anak rona (pemberi pengantin perempuan) dan sisi yang lain sebagai anak wina (pemberi pengantin laki-laki). Dua posisi  ini memiliki hak dan kewajibannya sendiri dalam   ritus-ritus adat, termasuk dalam ritus kelahiran, kematian, perkawinan,  syukur (penti), dll.

JPS,   30 Desember 2014.

Orang Manggarai adalah insan yang melihat  rupa  manusia  berharga. Setiap ruapa ada  harga tersendiri. Ini lebih khusus berkaitan dengan mahar / belis perkawinan. Bagi orang Manggarai, berlaku prinsip: manga ranga manga  harga, (ada wajah ada  harga; ada rupa ada  uang)Harga seseorang ditentukan oleh  kemolekan kulit dan  kerupaan wajah. Semakin baik wajah maka semakin mahal. Ini tercermin juga dalam lagu... Emu Molas...Nana  Reba : "E molas enu e...a...e.... pitu tondol watu  londo, lima ranting watu asi......, e  rebam nana e...a...e... se sewak gelang emas....siap japi te rami kawing / jarang jampi te suru naim : Waduh.... cantikmu...., tujuh tumpukan batu dudukan, lima gundukan batu perhentian...... aduh.... kegentenganmu....  satu tempayan gelang emas..., siapkan  sapi untuk jamuan nikah  dan  kuda putih untuk menyambut / mengambil hatimu). Semua itu menunjukkan kecantiakan dan tetampanan itu  berharga. Untuk mendapatkannya butuh pengorbanan.

JPS,   31 Desember 2014.


Orang Manggarai adalah insan yang  mendididk  melalui  kata dan perbuatan. Ada 5 T dalam : Toing, toming, titong, tatong, teing  (Lihat penjelasan ada bagian  lain).
JPS, 9 Januari 2015.

Orang Manggarai adalah insan yang melihat  relasi perkawinan itu ibarat dialog (tanya  jawab). Penanya adalah pihak pemberi pengantin wanita (anak rona)  dan penjawab adalah pihak  pemberi pengantin laki-laki(anak wina). Secara  adat, anak rona memiliki kewajiban meminta mahar  perkawinan  kepada  keluarga pengantin pria (anak wina) . Dialog  ini leboh berkaitan dengan hak dan  kewajiban. Dalam soal kewajiban, pihak  anak  wina  harus membayar sejumalah  mahar. Pihak anak wina  harus berusaha  untuk menjawab   permintaan anak rona. "Kawe  paeng  agu seng  te  kawe / koleng  anak rona". 
JPS, 10 Januari 2015



Orang Manggarai adalah insan yang  percaya  bahwa kata-kata itu punya daya untuk mengubah / menggerakkan. "Bajar  manga wakar, jaong  manga  aon, curup  manga pucun, tae  manga  haen" (Pembicaraan ada jiwanya, perkataan ada gemanya, perkataan ada jantungnya,  perkataan  ada "yang  lainnya".  Ini bisa disimak pada byk hal, termasuk   lagu-lagu  ringan  berikut: Pong  Pere  loda welu lonto, se se  koe  njieng lopo, seleke  dea  nderemg, semangko dea bakok, kakor  kole  hau lalong..."

PONG PERE --- dere  tuluk  welu

Pong pere... loda  welu  lonto (2x)

(Pong  Pere (Batu cadas)  dimintai  bantuannya  untuk  menjatuhkan  kemiri dan digarapkan kemiri tak  jatuh jauh/ bergerak begitu jauh  dari  pohon  kemiri, sehingga  mudah ditemukan oleh pencari. Ini semacam doa / harapan orang Manggarai, meminta  bantuan penjara  batu  cadas dekat pohon kemiri itu agar nenetik / menjatuhkan kemiri yang sudah matang  sebagai oleh-oleh pulang ke rumah bagi  orang Manggarai  yang sedang mencari kemiri (tuluk welu).

 NJIENG  LOPO - dere  deko  Njieng

Wa..wa... koe... Njieng  lopo  (2x)

SELEKE DEA NDERENG

Seleke  dea  ndereng, semangko  dea bakok.......

JPS,  12 Januari 2015.


(Antara  manusia  dan binatang berkomunikasi. Binatang  (njieng) menuruti apa yang diminta oleh  manusia. 



Orang Manggarai adalah insan yang secara politik modal sosialnya lemah  karena  ada persaiangan yang ketat antara satu sama lain, sehingga tidak saling mendukung antara sesama sedaerah, malah bermusuhan sehingga  tak sudi mendukung sesama, malah mendukung  orang  dari  daerah  lain. Fenomena PILKADA (Provinsi  dan kabupaten) serta PILEG   2014  merupakan salah satu  contoh  jelas. Dalam satu kampung bisa berbeda partai / calon yang didukung. "PDIP  mbaru le, GERINDRA mbaru sina; PPP (P tiga)  mbaru sina, PKS mbaru see" demikian Pater Dr. Peter Aman, OFM  melukiskan perpecahan orang Manggarai ini dalam kotbah misa Natal Manggarai  pada tanggal 24 Januari 2015 di DISBINTALAD (Dinas Pembinaan Mental Angkatan Darat), Jl. Ksatrian -  Berlan, Matraman, Jakarta Timur. Hal yang sama ditekankan oleh Bapak Rofinus Lahur. Orang Manggarai, modal sosialnya rendah. (JPS, 25 Jan. 2015)

Orang Manggarai adalah insan yang tidak terlalu kreatif  dalam soal kuliner. Cara pengelolaan makanan orang Manggarai sangat tradisional.  Orang Manggarai tidak tertarik untuk  mempromosikan masakan daerahnya. Di Jakarta  ataupun kota besar lainnya di Indonesia, susah sekali menemukan restoran  orang  dan masakan  khas Manggarai. Cara pengelolaan makanan, terutama  ikan / daging  sangat  tradisional. (JPS, 25 Jan. 2015)

Orang Manggarai adalah insan puitik / seni dalam  mana  bisa  membuat  goet / kata-kata  yang  indah. Orang  bisa  membuat puisi adalah tipikal orang  yang  cerdas" demikian Rofinus  Lahur  dalam  sambutan  Natal Bersama Manggarai, 24 Januari 2015. . (JPS, 25 Jan. 2015)


Orang Manggarai adalah  insan  yang (kadang) rendah hati.  Hal ini diungkapkan dalam go'et:  Tekur sai retuk, lawo sai bao" ( pendatang baru, tekukur tiba barusan, tikus tiba  tadi). (JPS, 26 Jan. 2015).

Orang Manggarai adalah  insan  yang secara  politis  sangat rentan pecah karena  cara pandang primordialisme yang mengutamakan orang  sedarah (seketurunan), sesuku, sedaerah. Ini kerap dinyatakan dalam ungkapan "som pili ata de ru  kaut ( biar  pilih orang sendiri  saja)".  JPS, 30 Januari 2015.
 (sumber: http://www.floresa.co/2015/01/24/muluskah-langkah-deno-menaiki-kursi-bupati/)

Orang Manggarai adalah  insan  yang  dalam melakukan kegiatan, termasuk  kegiatan bersama bisa diibaratkan dengan mesin  diesel, tertlambat start  (mulai / panas)  namun bila  sudah  mulai  makan akan semakin asyik  sehingga  kerap tak ingin  cepat selesai / berhenti. Bila diibratkan dengan  mesin, orang  Manggarai  itu mesin  diesel, terlambat  panas  serentak  terlambat dingin. Simak saja   beragam aktivitas  sosial / bersama  orang Manggarai. Semuanya cenderung terlambat. Simak berbagai kegiatan  bersama di tempat perantauan, misalnya Natal / Paskah, Rapat kelompok / alumni, pertemuan keluarga,  rapat organisasi sekolah (alumni), rapat koperasi keluarga/ arisan. Umummya  dimulai  terlambat, tak heran, berakhirnyapun terlambat. Saya teringat RAT CUWM, 1 Peb. 2015, di Jombang, Ciputat, Bintaro. Dalam undangan, pertemuan  jam 09:00, realisasinya  pkl 14:00. Selesainya juga terlamabat sehingga  harus  pulang  malam sekitar pkl 18:00

Orang Manggarai adalah  insan cenderung  menampilkan kesan baik kepada sesama karena itu memberikan yang terbaik, berkorban  meski dengan   itu merugi secara ekonomi karena berhutang. Orang Manggarai mengungkapkan hal itu dalam goet: tamat gerak ranga, toe tombol sokol, toe turas  tuda (asalkan urusan beres,  pinjaman tak diceritakan, kredit tak disampaikan /dikisahkan). JPS, 4 Peb. 2015.

Selasa, 3 Pebruari 2015.

Orang Manggarai adalah  insan yang  menarik.
Saya mampir  di  klinik Medikana -  Jl.Raya  Tarumajaya (depan Gerbang VMG), Pusaka Rakyat, Bekasi Utara - untuk berobat. Saat kumandang azan Magrib pukul 18:00 saya  lihat di televisi tayangan gambar tentang budaya Manggarai yakni   Sawah Jaring Laba-laba   Lingko  Lodok. Menarik sekali. Ternyata budaya Manggarai menarik. Budaya itu hasil buah pikir orangnya, maka  orang Manggarai juga  menarik. Selasa, 3 Pebruari 2015.


Orang Manggarai adalah  orang yang memiliki cita-cita yang umumnya diungkapkan dalam  moto  yang tergambar  dalam paci / pasi/  rait. Paci ini sering diungkapkan  saat pekikan caci  atau  ketika  mengeksprersikan diri dalam  exorcisme dari suatu tekanan / pembebasan  jiwa dari  suatu   pergulatan kehidupan. Paci / pasi / rait  serentak melambangkan visi kehidupan dalam  mana  orang menyatakan  muatan hidup / gambaran kekuatan atau  kualitas  hidupnya yang terungkap secara simbolis  atau metafora. Paci  misalnya,  besi  wara, lalong paan: (besi bara, ayam jantan dari Paan) (https://vinadigm.wordpress.com/menjajak-hari-demi-hari/menjadi-murid-lagi-bagian-25-surat-cinta-buat-nusantara/); Kala Rengga  reba  Rela; Msyur: Nera Beang Lehang Tana Bombang Palapa

Orang Manggarai adalah  orang yang mengungkapkan kualitas / keberadaan  hidupnya  melalui bahasa  metafora / simbolis melalui  paci: misalnya: Sebastian Lalong  Rombeng,


(JPS, 7 Februari  2015).

Orang Manggarai adalah  orang yang memiliki harapan. Ini misalnya diungkapkan dalam  goet: "Eme lalong bakok du lakom, porong lalong  rombeng du kolem (Jika  ayam putih saat berangkat, semoga ayam beragam warna saat pulang;

 (JPS, 10  Februari  2015).



Orang Manggarai adalah  orang yang kadang menggunkan bahasa slang (bahasa yang hanya dimengerti oleh orang  atau kelompok tertentu),NB: Penjelasan dengan bahasa Slang:
Slang adalah ragam bahasa tidak resmi dan belum baku yang sifatnya musiman. Biasanya digunakan oleh kelompok sosial tertentu untuk berkomunikasi internal agar yang bukan anggota kelompok tidak mengerti.
Slang diciptakan dari perubahan bentuk pesan linguistik tanpa mengubah isinya untuk penyembunyian atau kejenakaan. Slang merupakan transformasi sebagian dari suatu bahasa menurut pola-pola tertentu.

 Dalam Bahasa Manggarai, slang bisa ditemukan dalam frase berikut:
misalnya:
1. Leken suken = lewen susa.
2.



JPS, 22 Maret 2016


Orang Manggarai adalah  orang yang kadang ngeyel ngotot (gangga /wedet). Tak mempan  diyakinkan hanya dengan bicara, tetapi perlu dengan pengalaman. Dalam bahasa Manggarai: "lait pa'it  detak nggera" (rasakan pahit cicipi asin).

JPS, 29 April 2016.