Senin, 06 Januari 2014

FILSAFAT MANUSIA MANGGARAI

Filsafat  manusia  Manggarai

Dalam perspektif  filsafat  / budaya, manusia merupakan pusat  kehidupan, Ini tampak jelas dalam struktur tanah ulayat (lingko)  dan  rumah  adat (mbaru  niang).   Dalam struktur  lingko manusia,   

Filsafat  manusia  Manggarai  diungkapkan  dalam  goet:

Gendang  One  (Ine wai?) - Lingko  Peang (Ata Rona)

1. Gendang  One  (Ine  wai?)
Gendang  One (Rumah  Adat - Mbaru  Niang),  salah  satunya  "Niang  Wowang Todo"(lihat gambar di bawah  ini)

Megalitik Todo

 http://sailkomodo2013.nttprov.go.id/index.php/destinasi/2012-12-10-05-53-40/manggarai/166-megalitik-todo

Kampung Todo_1
Terletak di Desa Todo, Kec. Satar Mese Barat, Kab. Manggarai, Kampung tua yang memiliki halaman yang dikelilingi batu tersusun rapi merupakan asal muasal kerajaan Manggarai. Di sini terdapat Rumah Adat (Niang) bernama “NIANG WOWANG”, Tambur Kecil yang terbuat dari kulit perut seorang gadis (Loke Nggerang) dan meriam-meriam kuno. Satu-satu ciri khas kampung Todo adalah Niang Todo, sebuah rumah adat berbentuk bundar beratap jerami yang diketahui merupakan istana raja Todo tempo dulu.

Mbaru = mbau  ru  (ine  wai). Hanang  ine  wai ( ata loas  ata manga  mbau / ka'e / plasenta) - 9-1-2014.Wanita /perempuan identik dengan rumah, maka  seorang ibu yang sudah  berkeluarga disebut ibu rumah tangga. Tangga-tangga  kehidupan berkeluarga diketahu secara baik oleh seorang ibu.
 ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
2. Lingko  Pe'ang  (Ata  Rona?)



http://dananwahyu.com/2013/01/28/explore-timor-flores-2012-part-27-lingko-spiderweb-rice-field/

Dalam pikiran saya, Flores identik dengan sabana kuning gersang. Namun siapa sangka di Manggarai ada dataran luas dengan  hamparan sawah ijo royo-royo mirip foto karya Adi Wiratmo, salah satu foto terbaik Dji Sam Soe Potret Makaharya Indonesia.  Tidak mengherankan kabupaten Manggarai menjadi lumbung padi propinsi Nusa Tenggara Timur dengan surplus produksi hingga 30.000 ton per tahun.
Jika di Bali mengenal sistem persawahan Subak untuk mengatur irigasi. Maka dalam masyarakat Manggarai terdapat tradisi pembagian tanah , Lingko. Mereka menganalogikannya seperti gula dalam manisnya madu – tembong one, lengko pe’ang . Berarti gendang di dalam, tanah ulayat di luar.Di mana sebuah gendang yang menggantung di tiang utama sebuah rumah induk adat (Mbaru Gendang). Manifestasi kekuasaan adat beserta pemangkunya (dalu dan tua teno), satu ungkapan territorial kekuasaan.
Lingko wujud perkembangan budaya masyarakat Flores dari nomaden di hutan menjadi menetap bercocok tanam – agraris. Layaknya manusia, Lingko memiliki nama seperti nama tumbuhan. Status kepemilikannya hak komunitas  dan besaran tanah diatur dengan sistem Lodok. Luasnya tergantung jumlah penerima hasil,  relasi dengan para tuan tanah serta status dalam sebuah beo. Tu’a teno biasanya mendapatkan bagian terbesar karena memiliki banyak tanggung jawab.
Pada bagian tengah sawah ditanam teno – kayu titik pusat – yang menjadi poros pembagian lingko. Filosofinya sesuai dengan bentuk Mbaru Niang – rumah tradisional – di desa Wae Rebo atau Pu’u. Dimana setiap rumah memiliki siri bongkok – tiang pancang utama di tengahnya dan dikelilingi delapan tiang penyangga luar , siri leles. Di daerah Cancar , teno yang ada di tengah lingko ditanda oleh kayu berbentuk ketuhanan yaitu , mangka.
Akses menuju Cancar cukup mudah, berjarak 12 kilometer dari Ruteng.  jika sudah menemukan keramaian pertigaan pasar Cancar akan mudah mencari bukit tempat melihat Lingko.
Bersama guide – Bapak Blasius – kami mendaki bukit di belang rumahnya. Menapaki tanah merah  berbatu, jaraknya tidak jauh tapi tingginya cukup untuk memompa jantung bekerja keras. Hembusan dan tarikan nafas berpacu menghirup oksigen dan melepas gas  karbon dioksida  pagi hari. Segar tapi melelahkan.  Sepuluh menit kemudian terlihat 14 lingkaran besar  larik sawah berbentuk sarang laba-laba dengan panorama gunung dan langit. Lingkaran ini merupakan lingko yang dimilik masing-masing kampung. Kampung Dumu dan Meler masing-masing memiliki 3 lingko. Sedangkan kampung Cara, Veon, Laja, Mangge , Nggawang,  dan Sampar memiliki 1 lingko. Di dalam lingko terdapat lodok yang dimiliki oleh beo – pewaris tanah – dan pendatang yang menikah dengan masyarakat setempat.
Lingko memang unik dan indah , menjadi tempat ideal bagi pecinta fotografi mengabdikan “sarang laba-laba”  di bumi Flores. Namun sejogjanya kita  tidak hanya mengaguminya tapi merenungkan makna filosofinya lebih dalam. Bayangkan jika  sawah  di seluruh  nusantara  diatur dalam sistem adat seperti Lingko. Tidak akan ada  lagi areal persawahan beralih fungsi menjadi komplek perumahan atau pabrik. Dan negeri ini mampu mencapai swasembada pangan yang sesungguhnya.
***
Tulisan ini diikutkan dalam lomba blog Dji Sam Soe Potret Mahakarya Indoenesia. Inspirasi foto bertajuk ”Hijau Negriku” oleh Adi Wiratmo.






  1. Monisme. Neka  woleng  tuka  one, neka  lewang tuka peang.  ipung sa tiwu neka woleng wintuk (seia - sekata), Nai sa  anggit  tuka  sa leleng, (sehati sepaham),  - pake sa wae neka woleng  tae (ikan kecil sekali jangan berlainan perilaku, katak seair jangan berbeda kata), teu sa ambong neka woleng  jaong, muku sa pu' neka woleng curup (tebu serumpun jangan berlainan kata, pisang serumpun jangan berbeda tutur) . Kesatuan  jiwa  dan  raga. Ketika  raga  katakan  tidak, jiwa mengiyakan  tidak. Lihatlah  kisah  Nggerang. Karena  menolak  pinangan  Raja  Bima  dia dibunuh  dan  kulit  tubuhnya  dibuatkan  Gendang (Nggerang). Namun, ketika  gendang  itu  diantar ke  Bima, ombak  besar  menghadang perahu dan  rombongan. Arus  menyeret  rombangan  pengantar  Nggerang  dari  Gili  Banta   di  Laut  Flores  menuju  Laut  Sawu (Selatan  Flores). Lalu  arus  menghempaskan  mereka  di  Pulau  Sumba, gagal  tiba  di  hadapan  Raja  Bima  di Pulau Sumbawa. Jiwa  dan  badanya  Nggerang  sepakat, menyatu  untuk  menolak  Raja Bima. (JPS - 15 n 20 Jan. 2014)
  2. Na' waen pake,  na' uten  kuse, na' tibun  ipung (katak sisakan kuah, kepiting sisakan sayur, ikan sisakan bambu  balut bungkusan . Frase  ini  mau mengungkapkan bahwa  akan  ada pewarisan sifat  dari  leluhur(kakek / nenek  kepada keturunan  ( orang tua / anak). Roh  nenek  moyang  akan menyertai  keturunan.
  3. Toe  nganceng  pola  hanang  koe  betong  setede ( Tidak  bisa pikul seorang  diri  bambu satu pohon). Goet  ini mau menunjukkan  aspek  sosial (kolektif)  hidup  manusia  Manggarai  bahwa  hidup itu  perlu kehadiran  orang  lain  dalam rangka  menciptkan  kehidupan  yang  lebih  baik.
  4. Neka  ngong  ata  lombong  lala  kali  ngong  ru  lombong  muku (Jangan  bilang  orang  lain  jelek (lombong lala)  padahal  diri  sendiri lebih  jelek (lombong  muku). Goet  ini  mengajarkan  orang  Manggarai  untuk menggugat  diri  terus  menerus, melihat dan  membenah   diri  sendiri  dulu  sebelum  mengeritik  orang  lain.  Socrates: Gnoti Seauton  (JPS 15 Jan. 2014)
  5. Ata  one,  ata  pe'ang  (orang  dalam, orang  luar). Goet  ini  menegaskan  bahwa ada pemisahan yang  tegas  antara   anak  laki-laki  dan  wanita. Anak laki-laki (ata  one)  merupakan  orang  dalam yang  berhak atas apa  harta  warisan  orang  tua (rumah, tanah, harta kekayaan, adat  istiadat (seki))  sedangkan perempuan adalah orang luar (ata pe'ang)  yang  harus  meninggalkan rumah  serentak  tak  memiliki hak atas rumah, tanah dan harta  warisan  orang  tua. Perempuan  akan  mengikuti suami  dan adat  istiadat  suaminya. 
  6. Neka  na'  bajar  data  nia  tutus  kin  nai  rum  (jangan  ikut  membeo  apa  yang  orang  katakan tetapi yakinlah   akan  pendirianmu sendiri). Goet  ini  mengajarkan betapa  penting memiliki  rasa  percaya  diri  dalam menjalani kehidupan.
  7. Pati gici  arit, cingke  gici  iret  (bagi  seadil-adilnya,belah  dengan  sebijaksana mungkin). Goet  ini mengajarkan  keadilan sosial dalam hidup  bermasyarakat.  Sesuatu yang  menjadi properti  umum harus  dibagi seadil-adilnya.  (18 Jan. 2014).--- Keadilan.......(menurut filsuf  siapa?. Coba simak Keadilan  menurut : Aristoteles,, Plato,Thomas Aquinas, John Rawls).
  8. Wai'  woleng  lampa, lime   woleng  wejong  ( kaki berlainan langkah, tangan berlainan ayun = masing-masing  orang  khas. Keindahan  tampak  dalam  perbedaan  ibarat langkah kaki  yang  berlawanan dengan  gerak tangan. Paduan serasi bila tampak dalam langkah kaki kiri dipadukan dengan gerak tangan kanan, langkah kaki kanan, gerak tangan  kiri).(JPS - 20 Jan. 2014)
  9. Neka inung  toe  nipu (janganlah minum sembarangan), neka hang  toe  tanda (jangan makan tanpa mencoba terlebih dahulu), neka toko  toe  mopo (jangan  tidur sembarangan), neka  gega  toe  belar (jangan berbuat seenaknya). Neka lengga  wakas (jangan melangkahi gelaga), neka  lage  alu (jangan melangkaki  alu), neka wedi  repi, neka lage  sake (jangan melangkahi adat istiadat, jangan melanggar  adat).  Goet  ini mengajarkan  orang  agar  memiliki integritas  moral kehidupan.
  10. Toe  nganceng  lait  kole  ipo  wa  tana  (Tidak  bisa  jilat kembali ludah di tanah). Goet  ini  mau mengajarkan agar perlu  menjaga dan  mengontrol  kata-kata  yang terucap  melalui mulut  karena  kata-kata yang terlah terucap  tak  bisa  ditarik  kembali. 
  11. La'it  pa'it,   detak nggera, dempul wuku  tela  toni  (mencicipi kepahitan, merasakan keasinan;  kuku tumpul, punggung  terbakar - karena  bekerja).  La'it  pa'it  kudut jari, detak  nggera kudut menang / benar (mencicipi kepahitan demi kesuksesan, merasakan keasinan  untuk menang /benar);  kuku tumpul, punggung  terbakar - karena  bekerja). Goet  ini  mengajarkan  bahwa   untuk  sukses  harus melalui pengorbanan / penderitaan  (la'it  pait)  dan  perlu mengalami "asin"nya perjuangan. Tiada  kesuksesan  tanpa perjuangan, tiada  kebahagiaan tanpa penderitaan.
  12. Seru  wohe,lando  teu, te' muku (cocokan  hidung  kerbau akan lapuk, tebu akan berbunga - tanda  tua / uzur - pisang  akan masak  lagu hancur). Goet  ini  mengajarkan segala  sesuatu ada  masa  kedaluwarsanya. Hidup manusia  sepertimaterial lain, ada  masa  berlakunya, akan  tiba saatnya  untuk tak  berdaya. Karena  itu  penting  untuk tidak  menyombongkan  diri  tapi  milikilah  sikap  rendah  hati. (VMG n JPS  26 n 27 Jan. 2014).
  13. Silung  wintuk, saling  nai (Ubah  sikap, tata  hati). Go'et  ini mengajak  untuk  mengubah  perilaku  hidup  demi  meraih  hidup  yang  lebih  baik. ( VMG 27 Jan. 2014).
  14. Neka songa  bail  rantang pika  bokak, neka tenggu  bail rantang  kepu tengu (Jangan terlampau tengadah, biar   leher  tak digorok, jangan terlampau  tunduk, jangan  sampai tengkuk dipenggal). Go'et  mengajarkan  agar perlu hati-hati. Boleh  bangga  diri  tetapi  jangan  sampai berlebihan karena nanti dibilang  sombong. Orang  sombong cenderung  merusak, baik  bagi  dirinya  maupun orang  lain. Orang  model begini  berbahaya. Sebaliknya, jangan  terlalu  merendah, karena  nanti dianggap  hamba. Orang  yang  merendahkan diri  juga  berbahaya  karena  bisa  menrugikan  orang  lain  dan  dirinya  sendiri.

** Manusia Manggarai= Manusia  Bambu
Dalam mitologi  Manggarai, manusia Manggarai berasal dari bambu. Kisah kelahiran manusia dari bambu ini dikenangkan dalam tutur adat (goet): "Bok one mai betong, bengkar  one  mai  belang." (Tunggul / tunas  yang berasal dari bambu (betong), sosok yang mekar dari bambu (belang).  Bambu (betong) dalam pertumbuhannya memiliki  orientasi  menengadah ke atas (mulai dari tunas hingga masa tertentu,)  lalu  setelah  itu  tunduk runduk menatap tanah. "Betong  hitu du wangkan mana awang,  poli hitu   ndegut  mana  tana  (Bambu itu pada  awalnya menatap angkasa setelah itu  menatap tanah). Pesan yang mau disampaikan bahwa  manusia  manggarai adalah makhluk rohani (spiritual) yang erat  melekat  dengan realitas bumi. Orang  Manggarai adalah makhluk rohani (jiwa)  dan   jasmani. Kerohanian orang Manggarai  itu membumi, tidak  mengawang-awang.  Bambu  juga bergerak beriringan, kompak bergerak   ketika  ditiup angin / badai. Di sini, simbol yang hendak diungkapkan bahwa  orang Manggarai merupakan kommunio (komunitas), kelompok. Sulit  membayangkan  orang  Manggarai  tanpa  komunitas (kelompok).  Inilah dua   inti sari  Manusia Manggarai  sebagai  manusia  bambu. Pesan ini memiliki makna  yang  dalam. Untuk tetap mengaktualkan pesan ini, nenek  moyang Manggarai  mewarisinya dalam ajaran berupa lagu-lagu rakyat, berupa sanda. Dalam  nyayian adat dikenal dengan lagu "Sanda  Gurung". (VMG n JPS, 17 Mei 2016. Inspirasi di pagi hari hari  saat  jogging   di VMG).



Nama memiliki makna sakral (karena dimeterai dengan  darah)
Setiap  orang  memiliki  nama. Nama  merupakan  simbol  identitas diri (suku).  Orang  Manggarai  memiliki 3 nama:
  1. Nama  ayam (ngasang  manuk) / ngasang  setu'n  (sebenarnya): nama  yang diberikan  ketika  pengesahan nama  yang  disyahkan dengan  cara  membunuh ayam  jantan  dalam  acara  sear sumpeng (pembongkaran tungku api dari kamar  ibu  dan  bayi, sebagai  ungkapan  bahwa  si bayi  bisa diperlihatkan  kepada  dunia  dan ibu  bisa  melakukan pekerjaan lain  selain mengasuh bayi dan  anak  semakin kuat dan mandiri  dengan  diberi  nama. Untuk  mengesahkan  acara  pemberian  nama  ini,seekor ayam jantan  disembelih sambil nama  anak  itu  disebutkan  .Nama  ayam  misalnya   Ngganggu,Jenaut, Jelata, Jelami,Jelita, Jelahut, Baduk,  Namal. Nama (nama  ayam / sebenarnya (setu'n) bermakna  sakral.Mengapa karena disyahkan  dengan  darah (ayam). Maka  nama itu  harus dihormati, jangan  dipermainkan.Klau  disebut, disebut  dengan  hormat. Jangan dilecehkan (nggepas /loer).Untuk menyapa  harus  menggunakan nama  lain, jangan  sapa  langsung / lancang (nggepas).Siapa yang  menyapa  nama  ayam(setu'n)  apalagi  dengan  lancang (nggepas)  disebut sebagai orang  yang tidak kenal peradaban dan  sopan   santun adat  stiadat Manggarai.Hal itu menimbulkan  kemarahan bagi  pemilik nama.
  2. Nama  panggilan (ngasang benta /koe) /nama  baptis . Karena nama  ayam adalah  sakral,maka  tak  usah  disebut / dipanggil, maka   dalam rangka  kelancaran  komunikasi, orang  Manggarai menciptakan  nama panggilan (ngasang koe),yang   merupakan perhalusan  dari  nama  itu, misalnya Nemo(dari  Namal), Tenggong (Gaspar),Laluk (Babur), Habong (Habut). Bagi yang  Kristen  Katolik, nama  baptis (agama - Kristen) bisa  dipakai  sebagai  namapanggilan,misalnya  Gaspar,Maria (Mery), Lita, dll.
  3. Nama anak (ngasang  ema / ende). Nama anak adalah  nama  yang  diberikan kepada  seseorang bila mereka  sudah memiliki anak. Maka  mereka  dipanggil  berdasarkan  nama  anak,misalnya Bapa Jelita (Ema'd / Ende'd  Jelita-Bapanya  /mamanya  Jelita). Menyapa orang  Manggarai dengan  sebutan  nama  anak (ngasang ema / ende) menunjukkan bahwa  mereka  sudah  beralih  status sosial  dari  manusia pribadi (individual)  menjadi  manusia   kolektif  (keluarga). Penyapaan nama keluarga (ngasang  ame /ema /  ende) berdasarkan  nama  anak pertama,misalnyabila  nama  anak  pertama bernama Lita  maka laki-laki  yang  sudah  punya  anak  dipanggil  Ema'd Lita (bapanya  Lita), ibunya  dipanggil  Ende'd Lita  (mamanya  Jelita).



Dalam  satu  keluarga / suku  nama (nama  ayam /ngasang  tu')  orang  Manggarai  banyak  yang bersinonim. Sebagai  contoh  saya  ambil  sejumlah  Suku di Wela, Cancar, Kecamatan Ruteng ,Kabupaten  Manggarai:

Ngasang data wela one neteng uku:
  1. Welo:
          Serang - Newa
          Banul -Najul - Jangu- Jeharut -  Jalu - Jemabut -  Jebabun -  Makur -
          Jaling - Aji - Maji - Jaling - 
          Ngabu - Sawul - Abut - Naul - Dajus - Nganul-Abu-Hangul- Habun- Manggu
           Hutal - 
           Epong -
           Disam - Bidan - Jiman -
           Mandu - Harus - 
  1. Nua1 
           Namal -Hatal -
           Namal - Jaban - Aman -
           Naru - Jehabur - Papu - Adur - Magung -
           Hatal - Taman - Maman - Man - Jahan -
           Ambok - Banor - 
           Mantol - Janor - Danor - Wangor - Wanggor
           Bakal - Jeramat -
           Buker - Uhet -
           Dasor - Asong - Kaso - Aron -
           Jemali - Pait -
  1. Nua2 
          Rawung - Baduk- Garu - Ngganggu - Ngatul -  Habut - Laluk - * Madu - Sempaut -
          Ngganggu - Jenaut - Jelahut -
          Habut - Gawut - Daud -Mamut - Dangur - Ndarung - Banut / Lanut - Pandu.
          Ngatul - Banur - 
          Babur /Laluk - Jeramun -
          Apul - Nandus
          Baduk - Balu - Jelahut - Danur - Dangur -
  1. Kawong
          Aber - Nambes - 
  1. Karot
          Tanuk - Ngapuk - Jaru - Waru - Marut
           Tanuk - Ngarum - Janggut -
            Legem - Gem -
            Ngapuk - Jemanu - Matul - Jelau -
            Marut - Damus -  Parus -Tadur -
            Janggut - Dadul - Yus Banul ? - Banut -
            Gem - Men - 
            ........Parut - Jehau - Rasul -
             Parut - Mandur -
             Jehau - Danggur -
             Jaru - Bandur - Jebaru - Gandur - Tagur
             

           Karot - Mbohang:
            Ragam - Selamat -
            Salut - Mandur -  Manggu - 
  1. Wangkung
           Lagam - Pamar -
           Kako - Agos - Agot -
           Agos - 
           Makung - Patut - - Waru - Gadut
           Kama - Aman -
           Babur - Parut - 
  1. Manu 
          Ambur - Jau - Gau - Anut - Mamu - Mandut - Malut
      ...................
         1. Suku Tanggar : Bakul - Padut - ...................
       
  1. Teno:
          Longos - Lompo -
          Hadut - Daduk - .......Jemaun
          Wela - Ena - 

     Ker:
      Jehadut - Jehalu - Anur - Danggur - Anggul - Gantur -
      Thomas Joho- Anus Sandur - Theres......... 

     Ndiwar:
     Ngantur - Gabu -Jeharut -Magul -
Tanggar:
Bone Bakul - vs Sebet Padut: Clara - Bosco - Ali - Nobert Kombek (Sema) - Mar - Lasa Belit - Anus Ndereng
Martinus Kamut (Lida) 
Dese:
Linung - :
Galut - Magut - ......
Nua Taga:
Martha.......
Rerok -  Mago
Tal - Ragan -


NB: Ada juga  orang  yang memiliki  nama lain,  yakni:  paci (nama samaran) ,yakni  nama  yang mengungkapkan  muatan /kandungan  makna  dalam  dirinya  berupa kekuatan  batin (supranatural /rohani)  atau   keahlian  dalam  bidang  tertentu,misalnya  dalam  permainan  caci. Beberapa  nama  paci   itu  misalnya:
  1. Masyur  Nera  Beang Lehang Tana Bombang  Palapa (Masyur Cahaya Semesta menembus Bumi  Gelombang Palapa) - nama  penguasa  suku  Todo -  Pongkor
  2. Kode  Rae  Radi  Ngampang  Bali (Kera  kuning  tua .... Jurang sebelah  menyebelah)
  3. Motang  Rua  Lalong  Tana Manggarai  (Motang  Rua  Pahlawan Manggarai)
  4. Lalong  Lino
  5. Ntangis  Lami  rahit
  6. .................
  7. .........................

Paci, apa hitu?
Dot paci data,  neho:

Kala rengga - reba Wela
Mesin Cetak - reba Wela / Tengka / Pengka
Selendang merah - reba Wela (Edu Sanor)
Tiang - Bilas
Sarung Bantal - reba  / anak Pangga
Kapal Selam - reba Rehak
Jangka Lolang - .........(reba -.... Lolang?)
Tekur lelap / Tewa-  Sewar.
Tekur tewa  -  reba  Sewar / Rewas
Gadis  Maning  - ...................... (one dere Mai Porong Caci).
Gadis Tenar -reba Wela (Edu Sanor)
Piring kosong: reba Ngkor
Ntangis = lami rahit - Guru SMA 1
Yoker Merah reba Tengka
Tembak enak reba Tenda
Woja Kelang - Reba Wela (Alfons  Jaban - Wela, saat caci di Teras-Rahong, 13-14 Sept. 2013).
Rata Lelap: Reba Wela
 .....................................(pasi di Hila)
Garis Paning ( http://www.youtube.com/watch?v=hriDloV8ONU&list=PL50A98363FD7CE394)
Larik  lepar: reba (anak) Golo Sepang
Ntala Gewang, reba Lentang (Lelak)







2 komentar: